Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Shalahuddin Al-Ayyubi, Panglima yang Agung

Shalahuddin Al-Ayyubi, Panglima yang Agung

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: inet)
Ilustrasi. (Foto: inet)

dakwatuna.com – Syahdan suatu ketika dalam hingar-bingar peperangan, Richard yang dikenal dalam sejarah Inggris sebagai pahlawan, kala itu jatuh sakit. Alangkah buruk dalam masa peperangan yang berlangsung kian sengit, kondisi jasmaninya justru melemah. Hal ini tentu mengancam keselamatan jiwanya. Kemudian pada suatu malam, ketika para prajurit muslim dan salib telah terbuai alam mimpi, seorang panglima Islam yang agung secara sembunyi-sembunyi berjalan mengendap-endap mendekati tenda pembaringan Richard. Sang lawan yang pernah membantai 3000 muslim mayoritas anak-anak dan wanita di Kastil Acre itu. Kala sampai, sang panglima mendapati Richard yang lunglai tak berdaya. Bukannya memanfaatkan situasi untuk membalas dendam perbuatan pimpinan pasukan Salib yang keji itu, sang panglima justru mengobati Richard dengan ilmu kedokterannya yang mumpuni. Richard yang terkenal dengan hati singa, begitu terenyuh mendapati kebesaran hati panglima. Berkat pengobatan dari salah satu panglima Islam yang ditakuti oleh seluruh kalangan bangsa Barat, terkhusus orang-orang Kristen, ia pulih dari penyakit yang telah sekian lama merantainya di pembaringan. Richard kemudian bersedia damai dengan pasukan kaum muslimin dan berjanji segera menarik tentara salib kembali ke Eropa.

Siapakah panglima itu? Dialah Shalahuddin Yusuf Al Ayyubi pendiri daulah Ayyubiyah, yang merupakan putra dari Najmuddin bin Ayyub. Beliau lahir di Tikrit Irak pada tahun 1138 M. Besar di Mosul, membuat Shalahuddin tumbuh tidak jauh berbeda dengan umumnya remaja lain. Beliau aktif menghafal hadist-hadist dan alquran, begitu senang berdiskusi terutama mengenai ilmu kalam. Dunia mengenalnya sebagai sosok pejuang keadilan dan ajaran Islam sejati. Hidupnya identik dengan peperangan demi tercapainya kejayaan umat Islam kala itu.

Kendati demikian, pada masa mudanya Shalahuddin kurang begitu dikenal di kalangan masyarakat. Namanya mulai menonjol dan terlibat dalam pemerintahan menjelang keberangkatan dirinya menyertai sang paman Asaduddin Syirkukh dalam sebuah ekspedisi militer di Mesir. Kehidupannya berubah kala sang ayah memperkenalkannya dengan Nurrudin Zangi, penguasa Damaskus kala itu. Shalahuddin diangkat sebagai kepala Garnisan Baalbaek ketika Nurrudin menjabat sebagai Gubernur Suriah dari Daulan Bani Abbasiah. Kalau demi tegaknya Islam, Shalahuddin seperti seolah tak pernah mau berhenti berjuang hingga sampai titik darah penghabisan terakhir sekali pun. Beliau menelan banyak kemenangan di sebagian besar peperangan melawan pasukan Salib yang dilakoninya. Perang pertama melawan pasukan Yerusalem pimpinan Raja Amalrie I, peperangan yang tak kunjung berhenti hingga Amalrie II putra Almarie I mengantikan posisi ayahnya. Perang selanjutnya melawan pengusaha Benteng Karak, sebelah Timur Laut Mati, Raynald de Chatillon, dan melawan Baldwin V hingga Gaza, Yerusalem, Bethlehem, dan kota-kota lain berhasil dikuasai Islam.

Setelah 88 tahun lamanya Baitul Maqdis berada di bawah cengkraman nasrani, Shalahuddin dengan mudahnya memukul mundur tentara salib dan berhasil merebut kembali tempat suci itu. Ketika Baitul Maqdis telah berada di bawah kendali umat Islam, tidak sedikit pun ada benih dendam di hati Shalahuddin. Dengan kemurahan hatinya, beliau masih tetap membiarkan orang-orang nasrani berziarah dan selalu menjamin keamanan dan perlindungan bagi mereka yang tidak bersenjata. Bahkan Shalahuddin menangis tersedu ketika menyaksikan mereka yang menjadi korban peperangan terpecah-belah keluarganya dan menderita. Jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pasukan salib ketika menguasai Yerusalem, orang-orang muslim dibantai tanpa ampun, dipanah dari jarak dekat, dibakar, dan diperlakukan secara keji. Hal ini membuat tanah Yerusalem banjir darah, mayat-mayat menyumbat jalan, jiwa anak dan wanita terkapar dengan anyir darah.

Panglima yang Berhati Lembut

Dalam sejarah Islam, Asma Shalahuddin Yusuf Al Ayyubi diukir dengan tinta emas. Bukan karena keberhasilannya dalam melakoni banyak peperangan, tetapi justru karena kelembutan hatinya yang mampu melumpuhkan hati banyak orang termasuk si Raja Inggris Richard. Hal ini diakui oleh banyak kalangan, tidak hanya orang-orang muslim tetapi juga para nonmuslim dari kalangan Barat. Dalam peperangan melawan pasukan Salib, tentara muslim acapkali diam-diam menyelinap ke wilayah musuh dan menculik tawanan. Salah di antara mereka juga merampas bayi yang masih menyusu dari dekapan ibunya, tak ayal ibunya begitu kehilangan dan menangis tersedu-sedu. Sang ibu menginginkan buah hatinya kembali dalam pelukannya. Tak ada yang mampu ibu itu lakukan selain mengadu kepada para panguasa dan panglima pasukan Salib ihwal perampasan anaknya oleh prajurit muslim. Jawaban mereka di luar dugaan sang ibu, mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Justru malah merekomendasikan ibu itu memohon pertolongan kepada panglima musuh Shalahuddin Yusuf Al Ayyubi. Dengan langkah gemetar dan hati yang dipenuhi ketakutan, sang ibu memberanikan diri untuk meminta Shalahuddin membebaskan dan mengembalikan buah hatinya. Mendengar pengaduan sang ibu, hati Shalahuddin terguncang hebat hingga mengalir air mata sang panglima itu membasahi jenggotnya. Dengan senang hati, Shalahuddin berjanji untuk memerintahkan agar bayi itu segera dicari dan dikembalikan kepada pelukan sang ibu. Betapa bahagia dan terkesan sang ibu dengan panglima itu. Namun rupanya bayi itu telah dijual, Shalahuddin mengupayakan cara lain. Beliau bersedia mengganti uang tebusan kepada seseorang yang telah membeli bayi itu. Sekian lamanya Shalahuddin berdiri menanti menunggu sang bayi didatangkan dan segera di serahkan kembali kepada ibunya. Akhirnya, penantiannya tak sia-sia. Sang pembeli bersedia mengembalikan bayi yang telah dibelinya itu. Setelah bayi diserahkan kepada sang ibu, mereka dinaikkan kuda dan dikawal secara hormat hingga mereka sampai dengan selamat ke tempat tinggalnya.

Gigih Demi Islam

Beliau merupakan pekerja keras dan menghabiskan masa hidupnya untuk berjuang siang malam demi tegaknya ajaran Allah SWT. Hidupnya begitu sederhana, mulai dari rumah, makanan hingga pakaiannya yang terbuat dari kain kasar. Kemuliaan hatinya tidak akan pernah dilupakan oleh ahli sejarah mana pun. Brilian, tawadu’, cerdas, lincah, pemaaf, pemurah, khusyuk, demikian sebagian kecil dari sifat yang menghiasi perjalanan hidup beliau. Lima waktu yang tak pernah tertinggal, bahkan ketika sakit dan menjelang kepergiannya menuju pangkuan Ilahi beliau masih bersikeras untuk mengerjakan sholat berjamaah. Hingga janji Allah tiap-tiap jiwa yang hidup pasti akan kembali telah sampai, Shalahuddin wafat pada 4 Maret 1193 dalam usia 57 tahun di Damaskus.

Duhai, umat muslimin telah begitu kehilangan sosok panglima yang dihormati dan disayangi. Seluruh dunia berkabung dan tertunduk wajahnya mengantarkan sang panglima yang Agung menemui menemui sang Ilahi. Bahkan salah seorang penulis sejarah mengatakan :

“Hari kematiannya merupakan kehilangan besar bagi agama Islam dan kaum muslimin karena mereka tidak pernah menderita sejak kehilangan Khulafaur Rasyidin. Istana, kerajaan, dan dunia diliputi oleh wajah-wajah yang tertunduk, seluruh kota terbenam dalam duka cita, dan rakyat dengan khidmat mengantarkan jenazahnya sambil diiringi dengan tangisan dan ratapan.”

Sepanjang hidupnya, beliau acapkali menyandang sebuah peti yang ditutup rapat. Orang-orang menyangka peti itu berisi permata atau benda berharga lain. Namun, kala Shalahuddin telah wafat petinya dibuka dan ternyata hanya berisi helaian kain kafan, segumpal darah dan secarik surat wasiat. Dalam suratnya Shalahuddin berpesan,

“Kafankanlah aku dengan kain kafan yang pernah dibasahi air zam-zam ini, yang pernah mengunjungi Ka’bah yang mulia dan makam Rasulullah. Tanah ini adalah sisa-sisa perang. Buatlah kepalan untuk alas kepalaku di dalam kubur.”

Berkat kiprahnya, kini sejarah sering mengelu-elukan namanya, bahkan beliau juga dikenal di kalangan Kristen Eropa sebagai pahlawan Islam yang mulia. Reputasinya begitu besar dan dihormati oleh dunia Barat. Semoga kita dapat meneladani sifat beliau. [Berbagai Sumber]

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pelajar SMAN 1 Bandar yang kini aktif menulis di sejumlah media masa dan situs web, beberapa karyanya termasuk artikel dan puisi pernah muncul di tabloid pendidikan. Siswi kelas tiga ini juga gemar menebar kebajikan melalui film pendek, menulis skenario dan terlibat dalam pembuatan perfilman di sekolahnya.

Lihat Juga

Pertempuran Umar bin Khathab dan Kekaisaran Persia

Figure
Organization