dakwatuna.com – Jumlah manusia semakin bertambah. Kelahiran bayi jauh lebih banyak daripada meninggalnya seorang manusia. Di tahun 2015, diperkirakan jumlah penduduk di dunia sekitar 7 miliar. Dan jumlah ini akan semakin bertambah setiap tahunnya. Padahal bumi luasnya tetap, tidak bertambah. Situs BPS merilis jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 255,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,38 persen per tahun. Data ini menempatkan Indonesia sebagai urutan keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar.
Di jalan raya, mobil-mobil semakin banyak. Akibat budaya materialistik, mobil bukan lagi barang mewah yang menjadi milik segelintir orang kaya saja. Masyarakat kelas menengah pun berlomba-lomba mengoleksi kendaraan roda empat ini. Mudahnya persyaratan untuk membeli mobil membuat orang berlomba-lomba menambah koleksi mobilnya. Tidak memiliki garasi, bisa diparkir di depan rumah. Selain itu, sepeda motor pun turut menyumbang padatnya jalan raya.
Bumi semakin sesak. Negara ini semakin padat penduduknya. Kemacetan bukan hanya untuk kota besar saja. Di kota-kota kecil pun kerap terjadi kemacetan. Traffic light makin banyak dibuat. Ini untuk mengantisipasi kemacetan yang sering terjadi. Tempat yang dulu tidak terjadi kemacetan, sekarang terjadi kemacetan. Waktu di mana sering terjadi kemacetan adalah pada waktu pagi hari di saat anak-anak berangkat ke sekolah atau orang berangkat kerja. Dan di waktu sore hari di saat anak-anak pulang sekolah atau orang dewasa pulang kerja.
Perilaku kita di jalan raya berkaitan erat dengan karakter kita. Sebuah ungkapan mengatakan kalau ingin lihat tentang karakter sebuah masyarakat, maka lihatlah perilaku mereka di jalan raya. Jalan raya memberikan pendidikan kepada kita bagaimana bersikap dan berperilaku yang mencerminkan perilaku kita sehari-hari.
Orang yang sering menyerobot/mengambil jalan orang lain, dalam kesehariannya juga orang yang gemar mengambil hak orang lain. Demi alasan buru-buru lantas kita mengabaikan hak orang lain. Pengendara motor sering memakai tempat bagi pejalan kaki. Mengendarai mobil mewah tidak lantas kita meremehkan pengguna jalan lain. Sering kita lihat pengendara mobil mewah yang berlaku seenaknya dan mengabaikan keselamatan orang lain.
Strata sosial di jalan raya menunjukkan kesenjangan perlakuan antara yang kaya dan miskin. Artis yang mengendarai mobil mewah boleh melenggang di jalan raya tanpa kelengkapan kendaraan, bahkan masih dikawal oleh polisi. Konvoi club motor gede (moge) bahkan bisa menerabas lampu merah dan kebut-kebutan di jalan dengan dikawal polisi. Dengan alasan menegakkan tata tertib polisi menilang motor tanpa surat kendaraan milik orang miskin. Tidak memakai helm atau tanpa surat.
Jalan raya juga bisa sebagai sarana kita melatih kesabaran. Kita harus bisa dan biasa berlapang dengan semua yang terjadi di jalan raya. Tidak jarang perilaku pengguna menguji kesabaran kita. Diserobot orang, jalan kita diambil, atau disalip orang. Tidak jarang keluarlah sumpah serapah akibat perilaku pengendara lain kepada kita.
Kemacetan sering menguji kesabaran kita yang tidak sabar dengan perilaku orang lain. Misalnya dalam membunyikan klakson berkali-kali dalam suasana kemacetan. Maka kemacetan pun semakin kacau dan riuh. Kita sering menganggap orang lain tidak becus memakai kendaraannya. Tidak sabar untuk segera melaju ketika tanda lampu merah habis. Klakson kita pertanda ketidaksabaran kita kepada orang di depan kita. Seorang ustadz mengatakan, salah satu cara belajar sabar dengan tidak membunyikan klakson selama satu minggu. Sebab, selain sebagai pemberi tanda, membunyikan klakson juga pertanda ketidaksabaran kita.
Di jalan raya, kebenaran tidak selalu menang. Kemenangan bukan ditentukan oleh benar atau salah, tetapi karena ngotot . Siapa yang ngotot, dialah yang menang. Walaupun salah, asal berani ngotot, jadi menang. Hukum rimba yang berlaku di jalan raya. Jika terjadi tabrakan, yang besar selalu salah. Motor tabrakan dengan mobil, maka yang salah adalah mobil. Walaupun yang melanggar adalah motor.
Kepatuhan kita terhadap peraturan lalu lintas seringkali karena keterpaksaan. Misalnya, memakai helm bukan karena takut ditilang polisi melainkan karena kesadaran. Kelengkapan berkendara dipenuhi demi menghindari razia dan bukan sebagai keamanan dan keselamatan (savety riding). Karenanya, jarang terlihat orang memakai helm di malam hari.
Penting sekali memerhatikan perilaku kita dalam berkendara di jalan raya. Patuhi peraturan lalu lintas. Kepatuhan pada tata tertib lalu lintas, jadikan sebagai kesadaran hukum dan bukan keterpaksaan. Yakini bahwa perilaku kita memiliki korelasi pada karakter kita. Bagaimana perilaku kita di jalan raya dapat membawa pengaruh pada orang lain. Utamakan keselamatan diri dan orang lain. Jadilah pelopor ketertiban di jalan raya.
Musibah di jalan raya bisa terjadi kapan saja. Adalah bijak jika tidak bertindak sewenang-wenang dan saling memaafkan. Meminta ganti rugi jangan berlebihan. Harus manusiawi. Bukan tidak mungkin suatu saat kita yang bersalah dan menabrak. Hidup seperti roda yang berputar. Suatu saat kita berada di atas, kadang juga berada di bawah. Saling memaafkan lebih utama. Tapi yang menabrak juga harus tahu diri. Bantulah korban secara bertanggungjawab.
Mari jaga kesantunan berkendara. Dalam hal ini benarlah semboyan orang Jawa ‘alon-alon asal kelakon’. Pelan, yang penting sampai. Janganlah buru-buru tapi mengabaikan keselamatan diri dan orang lain. (dakwatuna.com/hdn)
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya
Beri Nilai: