Manajemen Kelas Ala Pak Sya

Ilustrasi. (sman2purworejo.sch.id)

dakwatuna.com – Tingkah laku peserta didik tentunya sangat menjengkelkan bagi seorang pendidik apabila tidak dihadapi dengan kesabaran. Setiap hari ada saja ulah yang diperbuat oleh peserta didik. Berantem, Berisik saat belajar, Banyak main, dan bercanda seolah menjadi hal yang lumrah di lingkungan sekolah. Apabila tidak disikapi dengan bijak, tentunya hal tersebut akan berdampak negatif terhadap perilaku dan karakter peserta didik.

Tentunya keadaan tersebut pasti pernah dialami oleh setiap pendidik di sekolah. Karena pada hakikatnya anak-anak lebih senang bermain ketimbang belajar. Menurut salah seorang pakar pendidikan dari Jerman William Stren menyatakan “permainan bagi anak itu sama pentingnya dengan taktik dan manouvre- manouvre dalam peperangan bagi orang dewasa. Maka anak manusia itu memiliki masa remaja yang dimanfaatkan dengan bermain-main untuk melatih diri dan memperoleh kegembiraan.” Oleh karena itu kita tidak usah heran apabila anak-anak lebih senang bermain ketimbang belajar. Yang terpenting, kita sebagai pendidik bisa bersikap bijak dalam menyikapi hal tersebut.

Tentunya kreativitas dan kesabaran seorang pendidik diperlukan dalam menyikapi permasalahan ini. Kreatif dalam mengatur kelas serta bersabar dengan apa yang telah kita lakukan dan terus mencoba beberapa pendekatan yang paling efektif untuk peserta didik.

Sejatinya memang seperti itu, kita harus bersabar dalam menghadapi tingkah laku anak. Karena itulah tantangan untuk menjadi seorang pendidik, bukankah dalam Islam juga mengajarkan untuk bersabar dalam menghadapi anak-anak. “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun: 15). Oleh karena itu apabila kita bersabar dalam menghadapi anak-anak. Insya Allah telah disediakan pahala yang besar di akhirat nanti.

Waktu satu tahun merupakan waktu yang saya rasa cukup dalam memperhatikan kondisi pendidikan di perbatasan. Bertugas sebagai relawan cukup menyita saya di bidang pendidikan. Kuantitas pendidik memang sangat minim di daerah perbatasan ini. Tetapi untuk kualitas pendidik memang tidak bisa diremehkan, mereka bisa bersaing dengan pendidik lain yang berada di perkotaan.

Fasilitas memang terbatas di daerah perbatasan. Kemampuan pendidik di bidang IT memang kurang mumpuni, informasi perkembangan pendidikan memang jarang mereka dapatkan. Tetapi hal tersebut bukan menjadi persoalan bagi pendidik di perbatasan dalam ikut serta berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka mempunyai kemampuan masing-masing dalam membentuk karakter anak.

Ada hal menarik yang saya cermati ketika bertugas di daerah perbatasan ini. Mengajar sebagai guru bidang studi membuat saya lebih leluasa dalam memperhatikan kondisi setiap kelas di sekolah. Tentunya setiap kelas ini memiliki karakter yang berbeda dengan kelas yang lainnya, tergantung dari wali kelas yang menjadi orang tua keduanya di kelas.

Dari kelas satu sampai kelas enam saya perhatikan setiap hari, namun ada satu kelas yang membuat saya tertarik dalam meneliti pembelajarannya. Kelas itu adalah kelas lima. Kelas yang dipimpin oleh pak Sadikin yang akrab dipanggil pak Sya. Seorang PNS yang bertugas di Kecamatan Sei Menggaris yang berasal dari suku Bugis. Memang kelas lima ini terlihat berbeda dengan kelas lainnya, setiap kali saya masuk ke kelasnya kondisi kelas selalu terlihat rapi dan bersih, tidak ada satu pun sampah yang berserakan di dalam kelas, sepatu pun tersusun rapi di depan kelas dan yang membuat saya kagum ketika guru masuk kelas, tidak ada siswa yang main-main, semuanya telah siap mengikuti pelajaran.

“Saya itu pak, memang memberikan jarak antara guru dengan siswa, supaya siswa bisa merasa segan terhadap guru, sehingga timbul rasa sopan dalam dirinya,” tutur Pak Sya. Beliau juga menjelaskan bahwa dirinya ketika pertama masuk di kelas memang telah menekankan aturan yang ketat kepada peserta didik, bahwa tidak hanya nilai yang bagus saja yang akan menjadikannya naik kelas, tetapi yang paling utama adalah kesopanan. Selain itu, setiap harinya juga beliau selalu mengingatkan kepada peserta didik dalam berperilaku di sekolah. Tentunya apabila ada peserta didik yang melanggar aturan tersebut, akan mendapat peringatan dan hukuman yang berat dari pak Sya. Pastilah karena hal itu, ketika saya mengajar di kelas lima, siswa duduk dengan rapi, tidak ada suara satu pun yang keluar dari peserta didik. Peserta didik hanya duduk dengan rapi dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya.

Tentunya hal ini berbanding terbalik dengan tuntutan perkembangan pendidikan saat ini, di mana kegiatan belajar mengajar harus memenuhi PAIKEM GEMBROT (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot). Pembelajaran yang dapat dirasakan dan dihayati dengan baik oleh peserta didik yang akan menjadikan kegiatan belajar mengajar tersebut menjadi pembelajaran bermakna bagi peserta didik. Sehingga proses pembelajaran akan masuk ke dalam long time memory / memori jangka panjang yang akan terus diingat sepanjang masa oleh setiap siswa.

Tetapi pak Sya berpendapat lain, beliau mengungkapkan bahwa pembelajaran bermakna itu tidak harus selalu dengan menjadikan guru sebagai teman peserta didik. Tetapi dari pengalaman beliau justru guru yang paling diingatnya adalah guru yang pernah berbuat kasar ketika beliau melakukan pelanggaran/kesalahan. Bahkan sampai sekarang juga pak Sya masih mengingat dan selalu menghormati guru tersebut.

Tentulah hal tersebut tidak bisa disalahkan. Semuanya mempunyai tujuan tertentu. Setiap guru pun pasti mempunyai kemampuan berbeda dalam me-management kelasnya. Ada yang bertindak tegas, ada yang kejam, ada yang dekat dengan peserta didik, tentunya semua itu tidak bisa disamakan.

Apabila semuanya mempunyai cara yang sama dalam hal pendekatan kepada peserta didik, tentunya akan membuat jenuh peserta didik juga dalam belajar. Menurut saya, alangkah baiknya apabila sekolah bisa mengoptimalkan karakter-karakter yang dimiliki pendidik tersebut. Jika perlu buat character management di sekolah. Di mana ada guru yang berperan tegas, ada yang berperan lemah lembut, ada yang kejam ataupun karakter-karakter lain yang diperlukan. Sehingga seluruh perilaku peserta didik dapat diakomodir dengan baik. Dengan perbedaan karakter guru seperti itu, apabila disikapi dengan baik dan bijak tentunya akan berpengaruh besar terhadap peningkatan karakter peserta didik ke arah yang lebih baik. (dakwatuna.com/hdn)

Relawan Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (Penempatan Kab.Nunukan).
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...