Metode Islam Dalam Menghalang Penyebaran Epidemi HIV/AIDS

Ilustrasi. (destinyconnect.com)

dakwatuna.com – Pengharaman zina dalam Islam adalah sebuah pengharaman yang bersifat mutlak dan qath’i. Dan untuk menghalang terjadinya zina maka pintu yang akan membawa kepada perbuatan zina juga ditutup. Melihat kepada keburukan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina terhadap masyarakat dan juga kesehatan manusia, maka perbuatan zina dianggap sebagai suatu perbuatan kriminal terhadap nasab anak yang dilahirkan hasil dari perbuatan zina, kehormatan diri, dan juga terhadap keturunan. Perbuatan zina menyebabkan ikatan keluarga terpecah belah, serta menghancurkan moral dalam suatu masyarakat. Di samping itu, perbuatan zina adalah salah satu cara penyebaran penyakit yang berbahaya. Di antaranya adalah penyakit HIV/AIDS, yang merupakan salah satu penyakit yang paling berbahaya di atas muka bumi ini.

Untuk menutup jalan bagi tersebarnya penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh hubungan seksual, maka Islam mengambil jalan pencegahan berikut:

1. Mengharamkan Zina

Islam telah mengharamkan zina disebabkan oleh banyak keburukan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT: “dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.(QS: al-Israa: 32). Bukan hanya sekedar melarang perbuatan zina, bahkan Islam juga memberikan hukuman yang berat bagi orang yang melakukannya, yaitu dengan cara mencambuk orang yang melakukan zina jika belum pernah berkawin, dan melakukan rajam kepada orang yang berzina jika sudah pernah menikah: “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kiamat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”. (QS: an-Nur: 2).

Dalam hadits Rasulullah saw banyak disebutkan tentang hukuman bagi orang yang berzina dan pernah berkawin, di antaranya: “diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa orang-orang Yahudi datang menghadap Rasulullah saw, dan mereka melaporkan kepada beliau bahwa seorang lelaki dan perempuan dari kalangan mereka melakukan hubungan zina, maka Rasulullah saw bertanya kepada mereka: “apakah kalian tidak dapat menjumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukuman rajam?”. Mereka menjawab: “(hukumannya adalah) kami permalukan mereka dan kami cambuk mereka”. Mendengar jawaban mereka maka Abdullah bin Sallam[1] berkata: “kalian berdusta, sesungguhnya di dalam kitab Taurat ada hukuman rajam, maka datangkanlah kita Taurat”. Lalu mereka buka kitab Taurat, dan salah seorang dari mereka meletakkan tangannya di atas ayat tentang rajam, lalu dia membaca ayat yang sebelumnya dan yang sesudahnya. Lalu Abdullah bin Sallam kembali berkata: “angkat tangan kamu”, maka orang tersebut mengangkat tangannya, dan setelah dia angkat tangannya dapat dilihat ada ayat tentang rajam di situ. Kemudian orang-orang Yahudi tersebut berkata: “dia benar ya Muhammad, di dalamnya ada ayat rajam”. Maka Rasulullah saw memerintahkan untuk merajam keduanya[2].

Juga diriwayatkan dari Ubaidilllah bin Abdullah bin Utbah bahwa dia mendengar Abdullah bin Abbas berkata: Umar bin Khaththab yang pada saat itu duduk di atas mimbar Rasulullah saw berkata: “sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw dengan kebenaran, dan Dia turunkan Al-Quran kepadanya. Termasuk di antara yang Dia turunkan kepadanya adalah ayat rajam. Kami telah membaca ayat rajam tersebut, kami memperhatikannya, dan kami memahaminya. Maka Rasulullah saw melakukan rajam (terhadap orang yang berzina) dan kami juga melaksanakan rajam setelah kematian Rasulullah saw. Aku takut jika suatu masa nanti ada orang yang berkata kami tidak mendapati ayat rajam dalam Kitab Allah, maka mereka menjadi sesat dengan meninggalkan perkara yang telah diturunkan oleh Allah. Sesungguhnya hukuman rajam dalam Kitab Allah adalah hak bagi orang perempuan dan lelaki yang melakukan zina jika dia pernah berkawin, jika terdapat bukti, atau terdapat kehamilan, atau terdapat pengakuan”[3].

Pengharaman zina bukan hanya dilakukan oleh syariat Islam saja. Syariat samawi yang lain yaitu Nasrani dan Yahudi juga telah mengharamkannya. Dalam kitab Matius 5:27,27 disebutkan bahwa Isa Al-Masih berkata: “jangan berzina, dan aku berkata kepada kalian semua bahwa semua yang melihat kepada seorang perempuan yang membuatnya merasa terangsang maka dia berarti telah melakukan zina kepadanya di dalam hatinya”. Yang artinya, menurut Isa Al-Masih bahwa hanya sekedar merasa terangsang terhadap seorang wanita sudah dikategorikan sebagai perbuatan zina dalam hati walaupun tanpa melibatkan kontak fisik. Begitu juga halnya dengan ajaran Yahudi yang juga melarang praktik perzinaan, dan memberikan hukuman rajam kepada orang yang melakukannya, jika dia sudah pernah menikah, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Rasulullah saw di atas.

Perbuatan zina dan berganti-ganti pasangan adalah penyebab utama bagi tersebarnya wabah penyakit HIV/AIDS di atas muka bumi ini[4]. Oleh karena itu Allah SWT menyifatinya sebagai suatu perbuatan yang keji dan menjijikkan, yang selanjutnya membawa kepada musibah yang lebih besar yaitu serangan epidemi HIV/AIDS. Dan ini sudah terjadi dan terbukti kepada negara Afrika selatan, yang diindikasikan sebagai negara yang paling banyak memiliki populasi penderita HIV/AIDS disebabkan oleh aktivitas perzinaan yang bebas dan marak[5].

2. Mengharamkan Hubungan Seksual Yang Menyimpang

Kemunculan penyakit HIV/AIDS bukan hanya terbatas kepada orang yang melakukan hubungan zina, tapi kemunculannya juga bisa dipicu oleh praktik perilaku seksual yang menyimpang, seperti homoseksual, hubungan seksual dengan binatang, melakukan seks melalui dubur, serta berbagai jenis perilaku seksual yang menyimpang lainnya[6]. Oleh karena itu Rasulullah saw telah memberikan peringatan mengenai akibat buruk perilaku seks yang menyimpang. Rasulullah saw bersabda: “ketika kaum Luth menunjukkan secara terang-terangan perilaku menjijikkan mereka maka muncullah bencana wabah ta’un dan penyakit-penyakit yang tidak pernah terjadi kepada para pendahulu mereka”[7].

Al-Quran Al-Karim telah memberikan gambaran kepada kita tentang kesalahan yang telah dilakukan oleh kaum nabi Luth ketika Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan (nya)?”. “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)”. (QS: an-Naml: 54-55).

Sebagaimana perbuatan zina dikenakan hukuman hudud, maka begitu juga halnya dengan perilaku homoseksual. Akan tetapi para fuqaha berbeda pandangan tentang jenis hukuman yang harus dikenakan kepada pelaku penyimpangan seksual. Pandangan para fuqaha terbagi kepada dua bagian, yaitu:

Mazhab yang pertama: yaitu pandangan imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa tidak ada hukuman hudud yang dikenakan kepada pelaku penyimpangan seksual, yang harus dikenakan adalah jenis hukuman ta’zir[8]. Karena dalam pandangan imam Abu Hanifah perilaku penyimpangan seksual sama dengan melakukan hubungan seksual dengan binatang, juga sama dengan melakukan hubungan seksual dengan perempuan bukan pada alat vital[9]

.

Mazhab yang kedua: yaitu pandangan dari jumhur fuqaha yang terdiri dari mazhab Maliki[10], Syafii[11], dan Hanbali[12], berpandangan bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku penyimpangan seksual adalah hukuman hudud sebagaimana halnya hukuman perbuatan zina.

Pandangan mazhab jumhur fuqaha ini bersandarkan kepada hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Musa bahwa Rasulullah saw bersabda: “jika seorang lelaki mendatangi (melakukan hubungan seks) seorang lelaki maka keduanya adalah melakukan perbuatan zina”[13]. Berdasarkan kepada hadits Rasulullah saw yang menyamakan perbuatan homoseksual dengan perbuatan zina, maka jumhur fuqaha menetapkan bahwa hukuman bagi orang yang melakukan aktivitas homoseksual adalah sama dengan hukuman orang yang melakukan perbuatan zina.

Islam juga melarang melakukan aktivitas seksual dengan istri ketika istri dalam keadaan datang bulan. Pelarangan ini datang secara jelas dalam firman Allah SWT: “ mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “haidh adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. (QS: Al-Baqarah: 222).

Islam juga melarang seorang suami untuk melakukan aktivitas seksual dengan istri pada selain alat vital istri. Rasulullah saw telah melarang dengan tegas jenis perilaku ini dalam satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA: “Allah tidak mau melihat seorang lelaki yang menjimak istrinya di bagian duburnya”[14].

Ketika Rasulullah saw melarang umatnya dari melakukan aktivitas seksual yang tidak normal bukannya berarti tanpa alasan, akan tetapi pelarangan ini timbul disebabkan oleh implikasi kesehatan yang akan menimpa orang yang melakukannya. Dan telah dibuktikan secara penelitian bahwa orang yang melakukan aktivitas seksual tidak normal memiliki kemungkinan yang lebih tinggi terkena virus HIV/AIDS[15].

Ini adalah metode yang digunakan oleh Islam dalam menghalang penyebaran penyakit HIV/AIDS serta berbagai jenis penyakit kelamin lainnya di kalangan masyarakat. Akan tetapi gaya hidup bebas serta kebebasan hak asasi manusia yang dipropagandakan oleh kalangan barat yang membolehkan berbagai perkara yang diharamkan dan menyebarkan berbagai kemungkaran adalah yang menjadi penyebab menyebarnya wabah penyakit ini, dan menyebarkannya di semua penjuru dunia. Dalam beberapa tahun muncul data statistik yang menyatakan bahwa: di negara Amerika terdapat 12 juta penganut gaya hidup homoseksual, sedangkan jumlah penganut gaya hidup homoseksual di negara inggris adalah mencapai 5,5 juta orang[16].

Sedangkan dalam data statistik tahun 2012 yang dikeluarkan oleh William Institute disebutkan bahwa 3.4 persen penduduk dewasa Amerika atau sebanyak 9,083,558 orang menganut gaya hidup LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender). Dan dalam survei terbaru tahun 2015 yang dilakukan oleh yougov menyebutkan bahwa dari 1000 orang responden, 2% darinya mengakui sebagai penganut gaya hidup homoseksual[17].

Sedangkan jumlah penderita HIV/AIDS berdasarkan data statistik terbaru yang dikeluarkan oleh WHO, maka penderita wabah HIV/AIDS secara global pada akhir tahun 2014 adalah sebanyak 36.9 juta orang[18]. Sedangkan di Indonesia dilaporkan bahwa data statistik penderita HIV-AIDS tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan adalah sebanyak 206,084 orang[19]. Dan menurut laporan WHO peningkatan jumlah penderita HIV-AIDS di wilayah Asia bertambah sebanyak 150%, dan Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan epidemik HIV tercepat[20].

Dalam suatu riset yang dilakukan oleh Dr. Prasad dari Universitas Manitoba Kanada dan dipresentasikan pada muktamar pertama al-I’jaz al-Ilmi fil-Qur`an al-Karim was-Sunnah an-Nabawiyyah di Pakistan tahun 1987 diungkapkan bahwa perilaku kebebasan seksual yang menyebar di tengah masyarakat negara-negara Eropa dan Amerika tidak hanya menyebabkan kepada menyebarnya penyakit kelamin, tetapi juga menjadi penyebab kepada terjadinya kecacatan pada perkembangan sel-sel leher rahim yang membawa kemungkinan akan menimbulkan berbagai jenis penyakit yang berbahaya[21].

Islam telah mengumumkan peperangan terhadap para pelaku perbuatan keji. Dengan cara memberikan hukuman yang berat, sehingga menjadi pelajaran kepada pelakunya agar tidak mengulangi kembali perbuatan yang sama. Islam juga memberikan jalan yang benar dan bersih untuk memenuhi kebutuhan seksual manusia. Dorongan seksual adalah perkara yang normal, dan suatu keperluan biologis manusia sebagai sarana untuk melahirkan generasi manusia. Keperluan seksual manusia harus dipenuhi dengan cara yang sesuai dengan tata etika masyarakat dan agama, oleh karena itu Islam mensyariatkan sistem perkawinan antara dua jenis laki-laki dan perempuan. Dan sistem perkawinan ini adalah satu-satunya jalan yang benar, lurus, dan selamat untuk memenuhi keperluan biologis manusia.

Wallahu a’lam bishshawab. (dakwatuna.com/hdn)

Catatan Kaki:

[1] Dia adalah seorang sekutu kaum Anshar dan berasal dari kaum Yahudi. Dia masuk Islam ketika Nabi SAW hijrah ke kota Madinah. Dia juga mempunyai nama lain yaitu al-Hushain, sebuah nama yang diberikan oleh Rasulullah saw. Meninggal dunia di kota Madinah pada tahun 43 H. lih, Tazkirah al-Huffaz, Muhammad al-Qaysarani, 1/26, no 12.

[2] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, kitab al-Manaqib, bab “Qawl Allah Ta’ala Ya’rifunah Kama Ya’rifuuna Abnaa`ahum Wa Inna Fariiqan Minhum Layaktumuuna al-Haqq Wa Hum Ya’lamuun”, 3/1330, no 3436.

[3] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahih-nya, bab “Rajm al-Hubla fiz-Zina Iza Ahshanat”, 6/2505, no 6442, juga Muslim dalam kitab Shahih-nya, bab “Raj mats-Tsayyib fiz-Zinaa”, 3/1317, no 1691.

[4] Lih, Ronald Hutapea, AIDS & PMS Dan Pemerkosaan, Rineka Cipta Jakarta 1995.

[5] http://www.aids.org.za/hivaids-in-south-africa/.

[6] Lih, Dawr ad-Din wal-Akhlaqiyyat Fil-Wiqayah Min al-AIDS Wa Mukafahatih, 14, WHO, al-Maktab al-Iqlimi Li Syarq al-Bahr al-Mutawassith, Iskandariyah-Mesir, cet 1993 M.

[7] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya, kitab al-Fitan, bab “al-Uqubat”, 2/1332, no 4019, juga at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath, 5/62, no 3671.

[8] Yang dimaksud dengan hukuman ta’zir adalah hukuman yang diberikan oleh seorang qadi terhadap seseorang yang melanggar syari’ah dan tidak terdapat hukuman yang tertentu terhadap kesalahan tersebut. Bentuk hukuman ta’zir ditentukan oleh qadi sesuai dengan jenis kesalahan yang dilakukan oleh orang tersebut.

[9] Fatawa as-Saghadi, 2/640, ,tahqiq: DR.Shalahuddin an-Nahi, Mu`assasah ar-Risalah, cet 2/1404 H, Beirut..

[10] Al-Fawakih ad-Dawani,an-Nufrawi 2/209, Darul Fikr, Beirut, 1415 H.

[11] Al-Iqna’ lisy-Syarbini, 2/524, tahqiq: Maktab al-Buhuts wad-Dirasat-Darul Fikr .

[12] Kasysyaf al-Qina’, al-Bahwati 6/94, tahqiq: Hilal Mushayhali Musthafa Hilal, darul Fikr, Beirut, 1402 H.

[13] Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Sunan-nya, bab “Ma Jaa`a Fi Tahrim al-Liwath Wa Ityan al-Bahimah”, 8/233, no 1681.

[14] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya, kitab an-Nikah, bab “an-Nahyu An Ityaan an-Nisaa` Fi Adbaarihinna, 1/19, no 1923, juga Ahmad dalam kitab Musnad-nya, 2/344, no 8513.

[15] Lih, Soekidjo Notoatmodjo, 2007:315, Ronald Hutapea, 1995.

[16] Hakaza Bada`a Maradh al-AIDS, Dr.Fahmi Musthafa Mahmud, hal 80, Maktabah at-Turats al-Islami, Kairo, cet 1989 M.

[17] https://en.wikipedia.org/wiki/LGBT_demographics_of_the_United_States#cite_note-44.

[18] https://www.aids.gov/federal-resources/around-the-world/global-aids-overview/.

[19] Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI 17 Oktober 2014,http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1.

[20] https://olongdesign.wordpress.com/2009/12/02/data-statistik-hiv-aids-di-daerah-kota-di-indonesia-2009/.

[21] Al-Bi`ah Masyakiluha Wa Qadhayaaha Wa Himayatuha Min at-Talawwuts, Muhammad Abdul Qadir al-Faqqi, 229.

Konten ini telah dimodifikasi pada 01/02/16 | 08:20 08:20

Al-Azhar University, Cairo. Senior Lecturer Faculty of Syariah and Law Universiti Sains Islam Malaysia.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...