Gotong Royong Sarana Mempersatukan Kehidupan Bermasyarakat

dakwatuna.com – Masa kecil dulu saya masih ingat jelas bagaimana semangat gotong royong masyarakat sangat tinggi, terutama masyarakat kampung atau masyarakat daerah terpecil, jika ada tetangga yang akan bangun rumah atau hajatan, malam harinya Pak RT sudah keliling kampung untuk mengumumkan kepada warganya agar tidak ada yang keluar kampung untuk urusan pribadinya dan masyarakat kala itu sangat taat dan mematuhi setiap peraturan tidak ada yang merasa pintar sendiri dan membangkang, kehidupan bermasyarakat berjalan begitu damai dalam bingkai kekeluargaan, padahal kita ketahui sekitar tahun 90-an belum banyak transportasi seperti sekarang ini tapi masyarakat begitu semangat dan ikhlas dalam membantu warga yang lain dalam segala urusan atau kepentingan bersama walaupun harus mengorbankan tenaga bahkan biaya.

Kehidupan masyarakat seperti itu sangat dirindukan jaman sekarang bahkan sudah menjadi sesuatu yang langkah di tengah masyarakat modern, jika dulu semangat gotong royong mulai mengikis hanya di daerah perkotaan namun kini sudah mulai merambah ke kampung-kampung, padahal daerah perkampungan diyakini bahwa daerah yang masih kental dengan berbagai tradisi nenek moyang termasuk tradisi gotong royong ini, seharusnya tradisi ini tidak boleh hilang dan sirna dari kehidupan kita sehari-hari, tradisi ini harus tetap dilestarikan sebagai tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala, karena semanagat gotong royong adalah sarana untuk mempersatukan kita dalam hal berkehidupan di masyarakat. Jika semangat gotong royong sudah tidak lagi kita lihat dalam masyarakat maka kehidupan yang damai akan menjauh dari kita.

Di zaman yang serbai modern seperti sekarang ini semangat gotong royong sudah jarang terlihat lagi di kalangan masyarakat terutama masyarakat perkampungan yang terkenal dengan sistem kekeluargaanya masih kental, seperti pengalaman yang saya alami di daerah yang saat ini tengah saya tempati sebagai daerah pengabdian, kebetulan sekolah penempatan saya sebagai sekolah yang cukup memprihatinkan kondisinya sehingga suatu ketika sekolah ini didatangi oleh salah satu komunitas yang memiliki kepedulian di bidang pendidikan dan kesehatan dengan membawa segala keperluan kami di sekolah, melihat kondisi sekolah kami yang sangat memperihatinkan itu mereka terketuk hatinya untuk membantu sesuai kemampuan yang mereka miliki tentunya, tentu saja pihak sekolah setuju ketika waktu itu saya sampaikan, sehingga pada bulan oktober lalu rencana pembenahan sekolah akan dilakukan, untuk membantu meringan beban pendanaan saya melakukan musyarawarah dengan masyarakat terutama orang tua wali murid agar sudi kiranya menyumbangkan waktu dan tenaga untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembenahan ini. Dari hasil musyawarah tersebut masayarakat sepakat untuk membantu proses pelaksanaan pembenahan dengan dibagi perkelompok dan setiap kelompok diberi jatah 1 kali setiap minggunya hal ini dilakukan agar tidak menyita aktivitas masing-masing warga, namun seiring berjalannya waktu warga semakin tidak terlihat dalam pelaksanaan kegiatan gotong royong ini bahkan saling menyalahkan si ini begini si itu begitu dan lain sebagainya bahkan hingga akhir pelaksanaan pembenahan ini hanya beberapa orang saja yang sering telihat yang menurut pandangan saya mereka adalah orang-orang yang punya kesadaran dan tanggung jawab.

Bahkan saya dikagetkan dengan budaya yang tidak biasa saya lihat di tempat lain, jika di tempat lain gotong royong diartikan sebagai satu bentuk kerja sama untuk meringankan pekerjaan yang berat yang dilakukan secara bersama-sama tanpa mengharapkan apapun, namun di sini berbeda, prinsip gotong tidak berubah namun pelaksanaannya yang berubah dengan kebiasaan masyarakat minimal rokok atau kopi dalam bahasa halusnya harus ada, hal ini sangat diperhitungkan sehingga inilah yang membuat kehidupan bermasyarakat menjadi sulit dan berat akibatnya pekerjaan yang seharusnya cepat selesai menjadi lambat, hal ini terjadi disebabkan oleh banyak faktor di antaranya masyarakat sudah semakin materealistis segala-galanya harus ada imbalan, rasa kekeluargaanya semakin hilang karena sudah menggangap dirinya semakin mampu tanpa bantuan orang lain lebih-lebih orang yang memiliki kelebihan secara materi dan jarang terlihat dalam aktivitas sosial, padahal kehidupan seperti ini justru akan semakin menjauhkan kita baik dengan tetanggal kita maupun masyarakat yang berada di sekitar kita bahkan kita tidak tau beberapa tahun kemudian apa yang terjadi dengan tetangga kitapun mungkin tidak tahu karena sibuk dengan urusan pribadi.

Inti dari semua itu adalah jika kita mengharapkan kehidupan yang harmonis dan damai dalam hal berkehidupan di masyarakat maka peliharalah semangat gotong royong, jangan sampai mengikis karena jika semangat gotong royong sudah tidak lagi hadir di tengah-tengah kehidupan kita maka persaudaraan kita akan semakin jauh, karena dengan semangat itulah kita bisa bersatu sebagai ciri khas daerah yang aman dan damai. (dakwatuna.com/hdn)

Relawan Pendidikan, Sekolah Guru Indonesia angkatan 7-Dompet Dhuafa, bertugas disalah satu daerah marginal, MI Ciherang Kabupaten Pandeglang-Banten, Daerah asal Sumbawa Barat-NTB, dari kampung kekampung �untuk pendidikan indonesia.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...