Sedang Ta’aruf dan Khitbah dengan Seseorang, Lalu Datang Ikhwan Lain Ingin Ta’aruf, Apa yang Harus Saya Lakukan?

Ilustrasi. (Inet)

Pertanyaan:

Saya akhwat 26 tahun pada bulan Agustus 2015 ada seorang ikhwan (Ikhwan A) yang sudah saya kenal sejak SMA, menyatakan maksudnya untuk meminang saya, tapi kondisinya saat itu masih terikat kontrak kerja untuk tidak menikah sampai akhir bulan Desember 2015. Dia juga mengatakan kalau planningnya saat itu menikah pada Desember 2016. Saat itu saya mengiyakan dan merasa tidak ada masalah untuk itu, karena kebetulan saya juga punya perasaan yang sama dengan ikhwan itu. Tapi sebulan setelah itu saya merasa tidak nyaman karena beberapa kali ikhwan itu jadi terlalu sering menghubungi saya.

Kemudian saya ungkapkan ke ikhwan itu dan bilang kalau saya tidak nyaman dengan komunikasi yang terlalu sering seperti itu dan planning menikahnya yang terlalu lama. Saya coba menantangnya untuk bicara langsung dengan orang tua saya jika dia memang serius dengan rencananya tersebut. Akhirnya bulan Oktober 2015 ikhwan itu datang dan menyampaikan maksudnya pada orang tua saya. Dan memajukan rencana menikahnya di bulan April 2016, dan sekarang ini kami juga membatasi komunikasi hanya untuk hal-hal yang penting saja. Bulan berikutnya ibu ikhwan A itu datang dan bersilaturahim ke rumah saya.

Tapi beberapa minggu kemudian ada ikhwan lain (Ikhwan B) yang mengatakan maksudnya untuk meminang saya juga, tapi saya menolaknya dengan alasan saya sedang ta’aruf dengan orang lain. Tapi ikhwan B ini bilang kalau sebelum akad itu terjadi dia akan tetap berusaha.

Kemudian saat di kantor, manajer saya (wanita) menyampaikan ada seorang ikhwan yang ingin berta’aruf dengan saya, dan lagi-lagi saya bilang kalau saya sedang taaruf dengan orang lain jadi saya menolaknya. Namun saat itu saya lupa mengatakan pada manajer saya itu untuk merahasiakannya, jadi suatu kali saat sedang kumpul dengan teman-teman kantor beliau bilang kalau saya sebentar lagi akan menikah. Dan beberapa manajer di bagian saya juga jadi tahu. Dan yang membuat saya terkejut adalah beliau menggunakan kata ‘pacaran’ yang membuat saya terkejut. Apa memang yang saya lalui sekarang ini benar atau salah?

Dan beberapa minggu lalu ikhwan B mencoba menghubungi saya lagi dan menanyakan proses taaruf saya sebelumnya. Namun, karena saya tidak tahu jawaban apa yang harus saya katakan dengan kondisi saya sekarang ini.

Mohon masukannya terkait hubungan saya ini. karena saat ini saya merasa terikat dengan ikhwan itu padahal ikhwan A itu juga belum melamar saya. Apa yang harus saya lakukan jika ada seorang ikhwan lain yang mengajukan lamaran pada saya? Apa boleh saya menceritakan masalah ini pada ikhwan A?

Jazakallah jawabannya

Wassalamu’alaikum

Jawaban:

dakwatuna.com – Saudari penanya yang dirahmati Allah,

Khitbah merupakan proses yang dilakukan sebelum menuju perkawinan agar perkawinan dapat dilakukan oleh masing-masing pihak dengan penuh kesadaran. Hal itu memudahkan mereka untuk dapat menyesuaikan karakter dan saling bertoleransi ketika telah berada dalam ikatan perkawinan, sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah dapat tercapai.

Mayoritas ulama’ berpendapat bahwa dalam Islam peminangan disyariatkan bagi orang yang hendak menikah. Allah SWT. berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 235, yaitu:

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati.”

Peminangan atau khitbah banyak disinggung dalam Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW, akan tetapi tidak ditemukan secara jelas perintah ataupun larangan untuk melakukan khitbah. Oleh karena itu, tidak ada ulama yang menghukumi khitbah sebagai sesuatu yang wajib, dengan kata lain hukum khitbah adalah mubah.

Ibnu Rusyd mengatakan bahwa menurut mayoritas ulama, khitbah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW bukanlah suatu kewajiban. Sedangkan menurut Imam Daud az-Zahiri hukum khitbah adalah wajib. Perbedaan pendapat di antara mereka disebabkan karena perbedaan pandangan tentang khitbah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu apakah perbuatan beliau mengindikasikan pada kewajiban atau pada kesunnahan.

Imam al-Nawawi menyatakan bahwa hukum peminangan adalah sunnah, akan tetapi Imam an-Nawawi menegaskan bahwa pendapat dalam Madzhab Syafi’iyah menghukumi peminangan sebagai sesuatu yang mubah.

Ketika ikhwah A sudah datang dan menyampaikan maksud kepada orang tua untuk menikahi Anda, maka hal semacam itu sudah bisa dikategorikan bahwa dia telah mengkhitbah atau melamar Anda, meskipun mungkin tidak ada acara yang secara formal diadakan sebagaimana layaknya dalam kebiasaan masyarakat. Definisi khitbah adalah pernyataan permintaan / ajakan untuk menikah, dari seorang lelaki atau yang mewakilinya, kepada orang tua atau wali perempuan.

Ketika Anda sudah menjawab dan memutuskan lamaran tersebut, maka Anda tidak boleh menerima lamaran dari ikhwan lain, kecuali jika ikhwan A telah melepaskan khitbahnya dari Anda. Atau Anda melepaskan/menolak khitbah dari ikhwan A.

Rasulullah bersabda:

المؤمنون اخو المؤمن فلا يحل له ان يتباع علي بيعا اخيهولا يخطب علي خطبةاخيه حاي يد ر(متفق عليه)

Artinya: “Seseorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya oleh karena itu, ia tidak boleh membeli atau menawar sesuatu yang sudah di beli atau sudah di tawar saudaranya, Dan ia tidak boleh meminang seseorang yang telah di pinang saudaranya. Kecuali ia telah melepaskannya.” (Muttafaqqun ‘alaih)

Khitbah sebaiknya disembunyikan, atau tidak disiarkan, berbeda dengan aqad nikah, yang mana ia diperintahkan untuk disiarkan. Hikmahnya, untuk memuliakan masing-masing pihak jika misalnya terjadi pemutusan atau pelepasan khitbah dan tidak berlanjut ke pernikahan.

Jadi saran kami, Anda harus kembali meminta ketegasan dari ikhwan A, tentang kepastian kelanjutan khitbahnya, apakah berlanjut atau diputuskan, dan Anda punya hak juga untuk meneruskan atau memutuskan. Jika Anda dan ikhwan sudah sepakat untuk melanjutkan, maka Anda tidak boleh menerima khitbah dari orang lain lagi. Dan Anda sampaikan kepada atasan Anda bahwa Anda telah dikhitbah, dan bukan pacaran. Demikian, semoga Anda dimudahkan. (dakwatuna.com/hdn)

Konsultan Ketahanan Keluarga RKI (Rumah Keluarga Indonesia). Tenaga Ahli Fraksi Bidang Kesra, Mitra Komisi viii, ix, x. Ibu dari 7 putra-putri penghapal Alquran. Lulusan S1 Jurusan Teknologi Pertanian IPB, dan S2 di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...