Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Jangan Tinggalkan Kami Bu Guru

Jangan Tinggalkan Kami Bu Guru

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Nurhasanah)
Ilustrasi. (Nurhasanah)

dakwatuna.com – Daun hijau baru saja dipenuhi dengan butiran air bening yang turun dari langit ke bumi. Sehingga, jalanan di kampung pengabdian menjadi semakin licin. Tak terasa kini sudah semakin dekat waktu akan berpisah dengan siswaku dan juga warga kampung di tanah 1000 santri ini. Pengabdian tanpa terasa akan berakhir. Sedih dan terharu, namun terkadang aku bahagia akhirnya penantian orang tuaku di tanah Medan nun di sana juga akan tiba.

Sore itu aku terbangun dari tidur siangku. Terlelap sejenak karena keletihan usai pulang dari tempat pengabdian teman sesama SGI. Kemudian, tiba-tiba aku mendengar suara-suara mungil. Aku mencoba mencari tahu siapa gerangan pemilik suara-suara itu. Ternyata mereka adalah para siswaku. Lalu aku pun memanggil mereka untuk mengadakan kegiatan membaca buku di rumah yang aku tinggali.

“Anak-anak, kalian lagi ngapain? “ tanyaku.

“Nggak ada Bu.” jawab salah seorang anak.

“Dari pada bengong di situ, mendingan kesini deh.” ajakku.

Mereka pun bergegas berlari ke arahku. Dengan wajah yang penuh harapan mereka tersenyum kepadaku.

“Ada apa, bu?” tanya Agus.

“Mau baca buku, gak?” tanyaku.

“Mau Bu.” Jawab mereka serentak.

“OK. kalau begitu, tunggu di sini. Ibu mau ambilkan buku buat kalian baca.”ujarku. Dengan sigap aku langsung pergi ke kamar dan langsung mengambil buku.

“Sekarang kalian pilih nih, mau baca buku yang mana.”jelasku.

Kemudian, para siswaku mengambil buku dan langsung membacanya. Hanya beberapa menit saja buku-buku tersebut sudah mereka lahap.

“Nah, Ibu mau tanya nih. Buku yang ini isi ceritanya apa? Yang bisa jawab silahkan acungkan tangannya.” jelasku.

“Itu tentang orang utan yang dimasukkan ke tempat penangkaran hewan.” Irpan menjawab.

“OK, benar.” jawabku.

Tanpa terasa adzan maghrib berkumandang, tandanya malam sudah hampir tiba. Siswaku yang laki-laki segera berlarian ke mesjid di dekat sekolahku. Namun, ada beberapa siswa perempuan yang masih tertinggal di rumah induk semangku.

Salah seorang di antara mereka menatapku dan kemudian meneteskan air mata. Aku langsung kaget melihatnya, lalu aku bertanya kenapa dia menangis. Dia hanya bisa memalingkan wajah nya dengan bibirnya yang hitam.

“Kamu kenapa menangis?” tanyaku.

Anak itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku masih merasa kebingungan dan penasaran. Mungkin saja tadi di rumah dia dimarahi orang tuanya, pikirku.

“Kenapa nangis sih, sayang?” tanyaku penasaran.

“Aku sedih, ibu sebentar lagi gak di sini. Ibu guru, jangan tinggalkan kami.” jawabnya sambil menangis.

“Ibu guru jangan pergi, nanti gak ada yang ajari kami lagi.” lanjutnya sambil menangis.

Aku hanya bisa terdiam membisu. Tanpa kata, hanya bisa terharu melihat anak ini menangis. Terimakasih anak-anak, semoga di lain waktu kita akan bertemu kembali.[]

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Relawan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa. Penempatan Kab. Pandeglang-Banten.

Lihat Juga

Program Polisi Pi Ajar Sekolah, Pengabdian Polisi Jadi Guru SD dan TK

Figure
Organization