Senyum Prestasi yang Bikin Frustasi

Ilustrasi. (kompas.com)

dakwatuna.com – Matanya sembab karena tangisnya baru saja meledak. Ia benamkan wajah di balik lipatan tangan di meja untuk membunuh rasa malu. Rekan-rekannya mulai berbisik. Tatapan bergantian membuatku merasa risih. Menatapku, menatapnya. Rekan-rekannya jelas menginginkanku berbuat sesuatu.

“Siap grak! Berdoa mulai!” Ratih bersuara lantang, menggantikan Kariyan yang masih sesenggukan.

Anak-anak berdoa dengan mata jelalatan. Mereka seolah penasaran dengan apa yang akan aku lakukan. Usai berdoa, anak-anak kupersilahkan pulang, kecuali Kariyan. Tentu, rasa penasaran teman-teman Kariyan membuat mereka enggan beranjak pulang meski aku telah menyuruh mereka segera meninggalkan kelas.

Tanpa ba-bi-bu, Kariyan telah dikerumuni oleh teman-temannya. Ada yang simpati, ada juga yang bikin sakit hati. Nyatanya tangis Kariyan semakin menjadi. Dan aku semakin menggebu menunjukkan nilai-nilai terpuji.

“Bandi, apa yang kamu lakukan?”

“Kami nengok Kariyan Bu.”

“Tidak ada yang berada di kelas kecuali Ibu dan Kariyan!”

Anak-anak tak hirau, malah semakin menjadi mengejek Kariyan. “Ngape kau nangis, tadak malu. Ngerjakan soal gitu jak tadak bise”.

Suaraku meninggi. “Kalian tidak dengar, tidak ada yang berada di kelas kecuali Ibu dan Kariyan! Tidak ada yang mengejek, semua silahkan meninggalkan kelas, kecuali Kariyan.”

Anak-anak meninggalkan kelas dengan memendam rasa penasaran. Setelah pintu kelas kututup, aku mendekati Kariyan.

“Ibu akan ulangi soalnya, dan silahkan kamu jawab.”

Kariyan mulai mengerjakan dengan mata merah dan suara sesenggukan. Aku tak menampakkan rasa kasihan sedikit pun. Ini kulakukan karena aku ingin memberi pelajaran pada Kariyan.

Kejadian bermula saat hendak mengerjakan soal MTK. Sesuai kesepakatan, siswa yang mendapat nilai 100 akan mendapat “Senyum prestasi

”. Soal MTK berkaitan dengan nilai suatu bilangan. Aku akan membacakan nilai bilangan dan diulang dua kali, mereka menuliskan bilangannya. Misalnya aku menyebutkan “Seribu tujuh ratus lima puluh”, kusebutkan sebanyak dua kali, maka jawaban yang tepat adalah mereka menulis 1750 di buku latihannya. Adalah Kariyan, sejak sebelum soal dibacakan, Kariyan sudah sesumbar “Aku pasti dapat senyum. Soal yang dibacakan dari ibu pasti cemen.” Tak berhenti di situ, Kariyan terus sesumbar, “ Mana ada yang bisa ngalahkan aku.”

Soal pertama, Kariyan masih asyik sesumbar sehingga ia tidak fokus mendengarkan. Saat ia meminta mengulang, aku tak mengulang karena sesuai perjanjian aku hanya akan membacakan soal dua kali. Karena di soal pertama Kariyan ketinggalan, pada saat kubacakan soal kedua Kariyan masih sibuk bertanya pada temannya tentang soal nomor satu. Ini mengakibatkan Kariyan kembali tidak mendengar dengan baik soal nomor dua. Terus berlanjut begitu hingga soal usai.

Dari lima soal, tak satu soal pun yang berhasil Kariyan kerjakan. Saat ia sibuk bertanya pada teman-teman, aku meminta anak-anak segera mengumpulkan. Kariyan bingung dan sangat khawatir tak mendapatkan senyum prestasi. Padahal Kariyan sangat mendambakan senyum prestasi itu. Jadilah ia menangis. Entah karena malu, entah juga khawatir tak mendapatkan senyum prestasi. Jika anak-anak lain termotivasi belajar karena senyum prestasi, agaknya Kariyan hari ini harus frustasi karena tak peroleh senyum prestasi.

Tapi harapan masih ada. Aku masih bersedia membacakan lagi soal untuknya. Bagaimana pun, Kariyan harus mendapat hasil dari jerih payahnya menangis untuk memintaku mengulang soal. Dan aku juga harus tetap mengajarkan padanya tentang rendah hati dan larangan menyepelekan suatu pekerjaan.

Relawan SGI angkatan ke 7 Daerah Penempatan Kubu Raya Kalimantan Barat. Mengabdi di SD N 06 Rasau Jaya.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...