Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Wanita dan Jejak Cinta Sang Nabi

Wanita dan Jejak Cinta Sang Nabi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (fun92.org)
Ilustrasi. (fun92.org)

dakwatuna.com – Rasulullah SAW ketika di utus dihadapkan pada masyarakat jahili yang memandang rendah seorang wanita, baik statusnya sebagai rekan, anak, istri, hatta meski wanita tersebut menyandang status sebagai seorang ibu.

Rasulullah SAW membawa ajaran Islam yang mengkritisi, mengoreksi, atau membatalkan kebiasaan yang berlaku di masyarakat tersebut. Islam memuliakan, mengagungkan dan mengangkat martabat kaum wanita, baik sebagai anak, saudara, belahan jiwa pria, terutama sebagai seorang ibu. Beliau datang membawa cahaya yang menerangi langit kehidupan para wanita yang sekian abad gelap dan pekat oleh kabut jahiliyah dan membawa mereka menuju dunia yang luas, dan indah, menuntun mereka meraih puncak ketinggian iman, kehormatan, dan kesucian.

Sebagai contoh, masyarakat memandang anak perempuan bukan sebagai karunia yang di tunggu-tunggu, mereka menerima kabar kelahiran bayi perempuan dengan perasaan marah. Bahkan ayah dari beberapa kabilah malah punya kebiasaan mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka karena itu di anggap aib atau karena alasan ekonomi. Allah mengharamkan perbuatan sadis ini dan kelak akan mengumpulkan anak yang di kubur tadi dalam sebuah mahkamah di akhirat agar mereka mendapat keadilan.

Rasulullah juga memberi kabar gembira bagi yang di karunia anak perempuan dan ia memperlakukan anak perempuan tersebut dengan baik, maka ia akan di balas dengan surga.

Islam memberikan hak waris kepada semua anak, termasuk anak perempuan. Sebelumnya, anak perempuan tidak berhak mendapatkannya karena ia tidak bekerja atau berperang sehingga ia tak punya peran dalam meningkatkan ekonomi keluarga.

Rasulullah membela seorang shahabiyah yang mengadukan ayahnya karena memaksanya menikah dengan sepupunya yang kaya dengan harapan bisa mengangkat martabat orang tuanya.

Islam juga membatalkan arogansi masyarakat Arab yang menentukan jenis makanan tertentu yang hanya boleh di makan oleh pria dan diharamkan atas wanita.

Dan mereka mengatakan: “Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria Kami dan diharamkan atas wanita kami,” dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, Maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (QS.Al-An’am:139).

Islam memandang wanita sebagai makhluk yang sempurna sebagaimana pria. Tidak seperti pemahaman beberapa agama yang menganggap wanita setengah manusia, atau bahkan sebagai setan yang mesti di jauhi.

Suami diperintahkan memperlakukan istri dengan ma’ruf, mencukupi kebutuhannya, dan menjaga agama dan kehormatannya, serta menjadikan itu semua sebagai bentuk ibadah yang sangat tinggi nilainya di hadapan Allah.

Jika ada hal yang tidak menyenangkan dari seorang istri, suami diminta bersabar. Dan jika istri membangkang, suami boleh memukul dengan pukulan yang tidak membuat luka, karena tujuannya hanya untuk mendidiknya.

Bahkan jika kehidupan rumah tangga tak lagi membawa dampak kebaikan, maka suami bisa menceraikannya, tapi Al-Quran memperingatkan bahwa itu harus dilakukan dengan cara yang ma’ruf, bahkan Rasulullah SAW memberi catatan bahwa hal itu hal yang paling di benci Allah meski ia di bolehkan.

Islam juga menjaga wanita dari segala bentuk pelecehan, termasuk pelecehan seksual. Dan itu dilakukan salah satunya dengan membuat rambu-rambu yang ketat dalam masalah pergaulan dengan lawan jenis, dengan menutup pintu peluang yang mengarah pada tindakan yang tidak terpuji .Perintah untuk menundukkan pandangan, menjaga wibawa dengan nada berbicara yang santun dan tidak menggoda, larangan berkhalwat, hingga dengan bahasa yang lebih tegas, larangan mendekati zina.

Bahkan, Allah menyindir dengan halus orang – orang shalih yang menyengaja terlambat masuk masjid agar bisa shalat di shaf yang berdekatan dengan shaf wanita!. Adakah ajaran yang sedemikian detail dalam mengawal kesantunan umatnya?.

Islam juga mengharamkan pernikahan jahiliyah yang merendahkan wanita. Seperti nikah istibdha’, di mana seorang suami apabila menginginkan keturunan yang berkualitas, ia akan mengirimkan istrinya yang telah suci dari haidnya untuk tinggal bersama laki-laki yang dianggap bermartabat dan terhormat hingga istri tersebut hamil dari tokoh tersebut.

Atau pernikahan tukar dengan cara seorang laki-laki memberikan anak gadisnya untuk dinikahkan dengan sahabatnya. Sebagai gantinya, sabatnya tersebut memberikan anak gadisnya untuk dinikahkan dengannya, tanpa mas kawin.

Islam juga melindungi hak wanita yang bercerai dengan suaminya lalu ingin rujuk kembali, dan melarang keluarganya menghalanginya jika mereka menginginkan ketaatan.

Wanita juga dilindungi dari perlakuan suami yang semena-mena, yang menggantung nasibnya tanpa status yang jelas, tidak menceraikannya, tidak juga menganggapnya sebagai istri.

Atau dari kejahatan pria yang gemar berjudi yang kadang menjadikan istrinya sebagai taruhan!.

Dari Qotadah: Dahulu seorang laki-laki pada masa jahiliyah mempertaruhkan keluarga dan hartanya, kemudian dia kalah, maka diapun terduduk sedih melihat hartanya sudah di tangan orang lain sehingga hal itu menyebabkan permusuhan dan kebencian. (Lihat Tafsir Thabari, 10/573).

Wanita juga diselamatkan dari adat jahili saat seorang suami telah meninggal dunia. Adat yang saat itu berlaku, ketika suami meninggal dunia, maka wanita tersebut menjadi bagian dari benda yang diwariskan. Anak tiri misalnya, ia akan menikahi wanita tersebut tanpa mahar baru jika ia suka, atau ia akan menikahkannya dengan laki-laki lain dan mas kawinnya akan di ambil oleh anak tirinya, atau mereka akan membiarkannya tidak menikah hingga ia wafat dan hartanya akan menjadi milik ahli waris suaminya tersebut. (Lihat Fatul Al-Bari, 12/454). Dan lihatlah bagaimana Allah mengharamkan perbuatan yang tidak mengindahkan perasaan wanita tersebut dengan firman-Nya:

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu memusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. (QS. An-Nisa’: 19).

Islam juga sangat menjunjung martabat wanita terutama ketika ia menjadi seorang ibu. Lihatlah, saat seorang sahabat yang bernama Muawiyah bin Haidah bertanya siapa orang yang paling berhak mendapat baktinya? Beliau pun menjawab: Ibumu, ibumu, ibumu, kemudian ayahmu. (Fathul Bari, 17/90).

Saat seorang sahabat mulia bernama Jahimah meminta izin ikut berjihad, Rasulullah memerintahkannya untuk membersamai ibunya dan berbakti padanya. (Fathu Al- Bari, 9/208)

Rasulullah SAW juga berwasiat pada Umar jika bertemu dengan laki-laki dari negeri Yaman bernama Uwais agar minta didoakan olehnya. Ternyata dia adalah orang yang sangat berbakti pada ibunya (Shahih Muslim, 16/ 351).

Bahkan Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis bahwa surga ada di bawah telapak kaki para ibunda. (Hadis ini di nilai lemah).

Rasulullah SAW juga mengisahkan tiga orang yang terjebak dalam gua. Batu besar menggelinding dan menutupi pintunya. Akhirnya mereka berdoa dan bertawasul dengan amal terbaiknya hingga batu itu perlahan bergeser dan selamatlah mereka. Dan ternyata amalan terbaik salah satu dari mereka adalah berbakti pada orang tua, ayah dan ibunya.

Itulah sedikit dari rangkaian pembelaan Islam yang di perjuangkan oleh Rasulullah yang terkait dengan permasalahan wanita.

Itulah di antara jejak-jejak cinta Rasulullah SAW pada kaum wanita. Kaum yang sering dimarginalkan karena kelemahannya. Bahkan hingga nafas-nafas terakhir di penghujung usia, Rasulullah masih belum tega meninggalkan wanita tanpa wasiat yang menjamin hak mereka.

Wahai para gadis, wahai wanita, wahai para ibu, sudahkan kau bershalawat pada Rasul kita? Dengan shalawat yang dipenuhi energi syukur atas jasa-jasanya? Shalawat yang dipenuhi dengan semangat dan cinta meneladani jejaknya dan menghidupkan ajarannya?. Shalawat yang dipenuhi kerinduan untuk berjumpa dengan orang yang paling tulus mencintai kita?

Semoga para ibu selalu menjaga amanah kemuliaan, ketinggian martabat dan peran risalah yang telah diwariskan oleh Rasulullah SAW dengan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki.

Referensi: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Alusi, Fathu Al- Bari, Shahih Muslim, Aunul Ma’bud, dan sumber lainnya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pengajar dan penerjemah yang memiliki minat pada issu seputar wanita dan pendidikan.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization