Topic
Home / Narasi Islam / Politik / Yang Tersisa Dari Medan Pilkada

Yang Tersisa Dari Medan Pilkada

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Rangkaian pilkada telah usai. Hasilnya telah sama-sama di ketahui. Menang kalah semua adalah kehendak-Nya. Tibalah masa merefleksi dan evaluasi, dalam rangka menyusun langkah ke depan. Berikut di antaranya:

1. Mari mensyukuri apapun hasil yang kita terima. Sebab sejatinya setiap perjuangan, apapun hasilnya, adalah cara Allah mentarbiyah jamaah ini. ketika Allah hendak mengangkat derajat suatu kaum, Allah akan memberinya tantangan yang berat. Begitu mereka mengerahkan kemampuan terbaiknya, saat itulah keberkahan dakwah akan turun.

Maka apapun kondisinya, bekerja dengan maksimal adalah satu satunya pilihan. Dan di antara hasil tarbiyah jihadiyah ini adalah mental pejuang yang tahan banting:

  • kemampuan menghadapi nikmat kemenangan dan bersabar di atas kekalahan,
  • kemampuan mengoptimalkan potensi dan kekuatan sembari menyiasati keterbatasan,
  • kemampuan menahan rasa sakit dan tetap bertahan dengan cita-cita dan tidak kehilangan harapan.

Jadi, tak ada perlunya menyesal dengan kekalahan, sebagaimana tak ada gunanya kesombongan beserta kemenangan. Sebelum bicara menang atau kalah, pertanyaan pentingnya adalah sejauh mana momentum pilkada ini menjadi sarana tarbiyah jihadiyah yang penting untuk meningkatkan skill politik kita, atau setidaknya memanaskan mesin politik kita.

2. Dakwah ini sejatinya tidak dibatasi sekat geografis. bahwa sekarang menjadi begitu, itu lebih karena kita membuatnya begitu. karenanya, menang kalah itu juga mestinya tak bersekat geografis. bisa jadi kalah di suatu tempat, tapi dengan amal dan kesungguhan kita, Allah berkenan memberikan kemenangan di tempat lain.

Seperti rekan-rekan di kota Semarang, yang berkeras mendatangkan bala kekuatan dari sekitar. Kader-kader kabupaten Kendal termasuk yang banyak berkontribusi. rupanya Allah turunkan kemenangan itu di kendal. Qaddarallah, wa maa sya’a fa’ala.

Saya tak pernah lupa dengan ujaran ikhwah Palestina, bahwa di antara yang membuat mereka terus bersemangat berjihad adalah manakala melihat para ikhwah di Indonesia begitu gigih di medan dakwah.

Jadi jangan buru-buru bersedih dengan kekalahan di hadapan. Lihatlah dakwah berjaya di banyak tempat yang lain. dan lagi, jangan pernah merasa apa yang sudah dilakukan sia-sia tanpa makna. Ada saatnya memetik hasilnya pada waktunya, dunia maupun akhirat.

3. Dakwah ini pun juga sejatinya tidak dibatasi satuan waktu. Ia adalah tugas sepanjang zaman, bahkan antar generasi, melebihi umur kita. karenanya jangan sampai tergesa menilai. Kadang ketergesaan itu membuat kita ingin melihat kemenangan itu serta merta datang. Kita lupa dengan sejarah nabi Nuh, dengan sejarah nabi Hud, nabi shalih, nabi Musa, yang sepanjang hayat mereka hanya berbalur perjuangan, sementara risalah perjuangan itu baru selesai di jaman Nabi Muhammad SAW.

Ketika ketergesaan muncul, disadari atau tidak, sebenarnya kita sedang memasang jebakan untuk diri sendiri. Dan ketika kita kecewa dengan hasil, putus asa dan menjadi malas beramal, maka kita sudah benar-benar terjebak dalam jebakan itu. Allah menyindir dalam firmannya,

“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”

Lihat betapa ketergesaan itu bisa membuat orang berubah sikap dengan cepat dan drastis, dari semangat membara, tiba-tiba menjadi lemah tak berdaya.

4. Sudah saatnya para pejuang dakwah ini berkonsentrasi pada amal-amal jangka panjang. dan dalam konteks dakwah kita, apalagi namanya kalau bukan pembinaan. tarbiyah nukhbawiyah takwiniyah. Semoga kita tidak terlambat menyadari bahwa aset paling berharga dalam jamaah dakwah ini adalah kader, dengan segala atribut militansinya. Sebagai bahan pembanding, Muhammad Mursi ketika memenangi pilpres di Mesir, itu suaranya sekira 13 juta. Konon kabarnya jumlah kader terbina di sana sekitar 7 bahkan 10 juta. jadi satu banding dua atau bahkan lebih sedikit. Tidak mengherankan sebenarnya suara dan kemenangan itu. sebab para pejuang dakwah di sana sudah memiliki modal utama yang paling berharga: jumlah kader yang banyak.

Jadi sekarang saatnya kembali bergelut menambah binaan, sebanyak banyaknya, sekokoh kokohnya. Kaderlah – bagaimanapun juga – yang loyalitas dan keberpihakannya kokoh dan terjamin, tak lekang dimakan iming-iming, tak hilang disambar uang. Ketua majelis syuro yang lewat pernah bertanya kepada ikhwah yang bergelut di bidang pertanian dan nelayan, sudah berapa banyak kader yang terekrut melalui wadah ini? Artinya, setiap ranah apapun yang kita masuk, mesti ada target penambahan jumlah kader di sana, sebab sekali lagi, inilah modal yang paling berharga.

Jadi Jikalau kita selama ini tak pernah serius membina dan menambah binaan, lalu saat pilkada pura-pura geleng-geleng kepala melihat kondisi lapangan, itu sebenarnya penyesalan yang sudah jauh terlambat. memangnya selama ini ngapain saja? Bukankah kita sendiri yang selalu mendengungkan bahwa partai ini tak semestinya hadir di saat pemilu saja? Tolonglah, mari bertanya pada diri: berapa jumlah binaan kita?

Jadi jika kita sibuk bertungkus lumus dengan program pembinaan di sepanjang waktu kita, dakwah takwiniyah, maka sebenarnya itulah sumbangan pemenangan pilkada dan pemilu yang teramat besar.

Pada akhirnya, pemilu dan pilkada sebenarnya di satu sisi adalah sarana menelanjangi diri, sejauh mana tarbiyah yang selama ini kita jalani mendorong kita dalam beramal. Saat Peluang kontribusi membentang di hadapan, tinggallah kesungguhan kita mengisi ruang-ruang kontribusi itu. Menambah jumlah binaan, Menyuburkan tadayyun sya’bi melalui majelis taklim, Penokohan atau menggaet tokoh, direct selling, kontribusi materi, dan banyak lagi. Jika di ruang-ruang itu Anda tak tampak satupun, dan tak terlibat satupun, mungkin sudah saatnya mendaftar jadi anggota partai lain.

Wallahul musta’an.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren, di Tengaran, yang kebetulan diasuh oleh Bapaknya sendiri. Mengenyam pendidikan TK dan SD di Tengaran,sambil nyantri di Pesantren Sabilul Khoirot, Tengaran. Sampai lulus dari Mts Negeri Salatiga tahun 1996. Setelah menyelesaikan studinya di MAPK Solotahun 1999, sempat merasakan bangku kuliah IAIN Sunan Kalijaga. Hanya satu tahun, sebelum kemudian lolos seleksi untuk melanjutkan studi ke Universitas Al Azhar Kairo, di Fakultas Syariah. Kemudian kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan S1 pada tahun 2005. Sekarang menjadi pengurus yayasan pendidikan islam sabilul khoirot, Tengaran sekaligus sebagai pengajar di MA NUrul Islam YPI Sabilul khoirot di bidang Fiqih.

Lihat Juga

Pemimpin adalah Cerminan Rakyat

Figure
Organization