Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Bukan Ku Tak Suka “Madu” Darimu

Bukan Ku Tak Suka “Madu” Darimu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Sebelum itu semua benar-benar terjadi maka aku ingin tegaskan dulu, bahwa jangan pernah kau beri aku “madu”. Tatkala ku baca kisah-kisah inspiratif di media bagaimana seseorang dapat hidup rukun bahkan sangat bahagia dengan “madu”nya, mungkin aku merasa takjub. Subhanallah sekali wanita yang rela membagi hati dengan wanita lainnya. Benar-benar wanita pilihan yang mampu menjalani ini semua. Tapi hanya sekadar itu saja, saat ku tawarkan pada diriku apakah kamu juga akan mampu begitu? Maka jawabannya adalah sepertinya TIDAK, karena aku begitu pencemburu.

Calon imamku yang entah di mana, jika kau baca tulisanku ini, maka kuharap engkau bisa faham apa maksudku. Aku hanya bisa menerimamu jika kau mau berjanji tidak akan pernah memberiku “madu” selagi aku mampu menjalani kewajibanku sebagai istrimu. Jika kau tak mampu penuhi semua itu, tak mengapa hiduplah engkau dengannya. Mungkin dengan begitu aku bisa lebih tenang, karena sudah pasti aku tak akan pernah tahu bahwa seharusnya akulah yang menjadi pendampingmu.

Aku tahu Rasululluah SAW pun membolehkan para umatnya untuk mencari istri hingga empat orang, dengan syarat bisa adil. “Poligami” begitulah bahasa kerennya. Bukan aku tak terima tentang poligami, hanya saja mungkin aku berpikir terlalu egois. Sebagai manusia biasa maka aku sangat sulit bisa mempercayai adakah lelaki yang benar-benar bisa adil..? Ketika kita tahu bahwa kecendrungan hati tiada bisa dipaksakan. Apakah mereka akan mampu membagi perasaannya ke beberapa orang istrinya tanpa ada yang berbeda? Hmm maaf aku masih belum dapat percaya.

Inilah salah satu alasanku tak sanggup terima “madu” darimu. Aku takut engkau tak mampu adil, sehingga jangankan kasih sayang yang akan timbul di antara kami, yang ada juga rasa persaingan yang akan berujung pada kebencian. Tapi semuanya kukembalikan padamu, jika memang kau sanggup. Sebelumnya kau harus renungkan dan jawab pertanyaanku “ Relakah engkau menjerumuskan beberapa orang wanita yang hatinya teramat halus ini, ke dalam gelimang dosa karena memendam rasa sakit hati sesama mereka dan ingat di situ ada kontrobusimu. Kalau kau tak pernah kumpulkan mereka menjadi “madu” maka sepertinya mereka akan baik-baik saja, bahkan mungkin belum pernah bertemu hingga saat ini. Dan seandainya pun mereka bertemu mungkin bukan dalam kondisi seperti ini. Tapi bisa jadi dalam suasana yang lebih indah.

Sebagai wanita aku tak dapat berbagi rasa. Setahuku tak ada wanita yang ingin berbagi kasih sayang dengan perempuan lain. Jika pun tak ada air mata di hari kau hadirkan madu di rumahnya, maka sadarkah engkau bahwa semua itu adalah luka yang di sembunyikan. Kau tahu betapa dilemanya kami ketika harus memutuskan di antara dua pilihan. Satu sisi kami ingin berbakti pada suami, tapi di sisi lain ada luka yang tertancap, melihat suami yang di sayang harus bersanding dengan orang lain.

Ketika malam menjelang, luka itu semakin menganga. Engkau tak pernah tahu kan bahwa di kamarmu dulu, seorang wanita sedang meluapkan perasaannya bersama air mata. Ketika kau tidur lelap dia bahkan tak dapat pejamkan matanya barang sejenak. Mengapa? Karena kini tempat tidurnya terasa sangat luas. Sang empunya, tidur di tempat lain bersama orang lain. Kau bisa bayangkan bagaimana pedihnya..? jika kau bahas tentang ikhlas, maka sesungguhnya ikhlas itu tak semudah mengucapkannya.

“Poligami itu kan sunnah”, yup cakep. Benar jika kau ingin sampaikan pernyataan itu pada kami. Tapi hanya sunnah itukah yang sangat urgen untuk kau amalkan? Sudah berhasilkah dirimu mengamalkan sunnah-sunnah yang lain..? jika sudah, lanjutkanlah. Tetapi jika masih banyak sunnah lain yang terbengkalai, tidakkah kau ingin mengamalkannya terlebih dahulu sebelum poligami.

Tapi jangan sampai lupa bahwa poligami Rasulullah dulu setahuku adalah untuk menyelamatkan janda-janda korban perang dalam membela islam. Nah dirimu ingin poligami dengan janda perang jugakah..? Atau kah karena ada kekhawatiran kau tak bisa menjaga hati karena kau tak bisa menjaga pandanganmu..? Aduh maaf mungkin aku terlalu jujur atau juga karena terlalu sering berdebat dengan para lelaki tentang hal ini.

Bukan…aku bukan menghalangimu mengikuti sunnah rasul. Silahkan saja jika kau memang sangat ingin, tapi ku sarankan kau berpikir lagi. Selagi istrimu mampu melaksanakan semua kewajibannya, apalagi yang kau harapkan dari luar sana..?. Jika kau kecewa dengan kekurangan yang ada pada istrimu, tidakkah kau ingat bahwa bisa jadi dia juga berusaha menerima kekuranganmu. Janganlah berpikir terlalu egois, pertimbangkanlah perasaan orang lain. Kalau bahasa kampung saya “lamak diawak katuju diurang (enak bagimu disuka juga sama orang)”.

Tapi aku tetap pada prinsipku hingga saat ini, aku tak sanggup di“madu”. Cukup dikasih air putih saja, segar dan menyehatkan. Sebenarnya bukan aku tak suka “madu” darimu, hanya saja aku ingin kita saling menjaga satu sama lain. Bergandengan tangan menuju taman syurga nan megah. Bersama anak-anak yang senantiasa menjaga ayat-ayatNya. Rasanya itu sudah cukup, bukan…?

Menepiskan ketakutan kala masih sendiri

Bojongmanik, Desember 2015

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Januarita Sasni, S.Si, SGI. Lahir di Sumatera Barat pada tanggal 25 Januari 1991. Menyelesaikan Pendidikan menengah di SMAS Terpadu Pondok Pesantren DR.M.Natsir pada tahun 2009. Menyelesaikan Perguruan Tinggi pada Jurusan Kimia Sains Universitas Negeri Padang tahun 2014. Menempuh pendidikan guru nonformal pada program Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa (SGI DD) sejak Agustus 2014 hingga Januari 2015, kemudian dilanjutkan dengan pengabdian sebagai relawan pendidikan untuk daerah marginal hingga Januari 2016. Sekarang menjadi laboran di Lab. IPA Terpadu Pondok Pesantren Daar El Qolam 3 sejak Februari 2016. Aktif di bidang Ekstrakurikuler DISCO ( Dza ‘Izza Science Community) sebagai koordinator serta pembimbing eksperiment dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Tergabung juga dalam jajaran redaksi Majalah Dza ‘Izza. Mencintai dunia tulis menulis dan mengarungi dunia fiksi. Pernah terlibat menjadi editor buku “Jika Aku Menjadi” yang di terbitkan oleh Mizan Store pada awal tahun 2015. Salah satu penulis buku inovasi pembelajaran berdasarkan pengalaman di daerah marginal bersama relawan SGI DD angkatan 7 lainnya. Kontributor tulisan pada media online (Dakwatuna.com) sejak 2015.

Lihat Juga

Kisah Nyata: Mualaf di Persimpangan Syariat-Nya

Figure
Organization