Topic
Home / Narasi Islam / Humaniora / Tawaran Holiah Sebelum Sekolah

Tawaran Holiah Sebelum Sekolah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Dede Holiah, siswi kelas VI MI Nurul Hikmah Cihanjuang Kec. Cibaliung Kab. Pandeglang Prov. Banten. (Januarita Sasni)
Dede Holiah, siswi kelas VI MI Nurul Hikmah Cihanjuang Kec. Cibaliung Kab. Pandeglang Prov. Banten. (Januarita Sasni)

dakwatuna.com – “Buk, mau beli buuk…” teriaknya di depan dapurku. Saat aku baru saja mau beres-beres sebelum mengajar. Sudah tiga bulan aku menetap di sekolah, menjadi penghuni ruang guru yang sebenarnya adalah posyandu. Selama itu juga aku senantiasa memperhatikan bagaimana keseharian Holiah. Siswa yang punya panggilan khas saat datang ke tempatku. Holiah biasa menjajakan gorengan yang dimasak oleh ibunya ke masyarakat yang ada di kampung ini. Setiap pagi sebelum sekolah Holiah sudah mulai mampir dari rumah ke rumah sambil menawarkan dagangannya.

Holiah merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara. Kakaknya Yanti sudah kelas IX MTs, sementara Holiah adalah siswaku di kelas VI MI, begitupun dengan adiknya Yuli siswa kelas III di MI yang sama, sedangkan 2 adiknya masih balita. Kehadiranku di sini lebih duluan dibanding Holiah dan keluarganya. Sejak pertama masuk di kelasku akhir semester lalu, Holiah sudah terlihat berbeda dengan teman-temannya. Dia tak banyak bicara namun dapat menyelesaikan tiap tugas yang diberikan dengan baik.

Kadang aku merasa malu dengan Holiah. Dia jauh lebih dewasa dibanding usianya. Kesehariannya Holiah sudah memulai aktivitas sejak jam lima subuh, sedangkan aku lebih sering masih terbuai mimpi di jam yang sama. Beres-beres rumah, bersih-bersih diri, menjajakan dagangan, baru berangkat ke sekolah. Untungnya sekolah dan rumah Holiah tidaklah jauh. Pulang sekolah mencuci pakaian, mengangkut air, mengasuh adik, mengaji hingga isya barulah dia bisa belajar sejenak sebelum kembali ke peraduan.

Begitu padat keseharian Holiah, meskipun dia punya saudara yang lain. Saya kagum sama orang tua yang mampu mendidik anaknya menjadi orang yang penuh tanggung jawab seperti Holiah. Meskipun mereka termasuk keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, tapi mereka mampu dalam segi pembentukan karakter.

“Selama di sini saya belum pernah jajan, buk”, ucapnya padaku siang itu.

“Kenapa”, tanyaku.

“Gak papa, buk, cuma gak mau aja, saya gak pernah minta uang sama mama”, jawabnya.

“Trus kalau teman-temanmu pada jajan, kamu gak kepengen jajan juga, gitu,” Lanjutku.

“Saya pulang aja buk”, jawabnya lagi sambil berurai air mata.

Aku tak tahu mengapa tiba-tiba Holiah menangis di hadapanku, entah karena aku yang terus menghujaninya dengan pertanyaan atau karena yang lainnya. Holiah sang pembantu ekonomi keluarga kini luruh menjadi seorang anak kecil yang sangat butuh perhatian. Aku pun bingung tak tahu harus berbuat apa. Di mataku Holiah adalah sosok anak yang sangat mengerti dengan keadaan orang tuanya. Namun terkadang dia juga butuh kasih sayang dan diberi waktu untuk bermain dengan teman-temannya.

Satu nilai tambah lagi dalam diri Holiah adalah kesungguhannya dalam belajar, hingga kemampuannya mampu mengalahkan anak yang hidupnya damai tenteram dalam dekapan orang tua. Dia tak pernah malu meskipun ada temannya yang suka memberinya gelar “bakwan” seperti nama salah satu gorengan yang sering dijajakannya.

Kini bertambah lagi ujian yang Allah berikan kepada Holiah sang pemilik tawaran sebelum sekolah. Ayahnya yang dulu merupakan pegawai sebuah PT yang mengurusi monyet, kini telah kehilangan pekerjaannya. Apa mungkin itu yang membuat Holiah menangis di depanku. Mungkin dia memikirkan nasib keluarganya.

Aku pun mulai berpikir, jika nanti Holiah menawarkan dagangannya lagi, maka harusnya aku mengganti sahutan,

“Gak de,,,,ibuk lagi di kamar mandi,” yang sering kuteriakan, dengan

“iya de, ntar ya…

Mungkin semua ini akan sedikit bisa membantu Holia dapat tetap tersenyum menikmati hari-harinya. Meski kini lama sudah tak kudengar lagi tawaran khasnya. Aku rindu dengan tawaran Holiah sebelum ku mulai mengajar di sekolah.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Januarita Sasni, S.Si, SGI. Lahir di Sumatera Barat pada tanggal 25 Januari 1991. Menyelesaikan Pendidikan menengah di SMAS Terpadu Pondok Pesantren DR.M.Natsir pada tahun 2009. Menyelesaikan Perguruan Tinggi pada Jurusan Kimia Sains Universitas Negeri Padang tahun 2014. Menempuh pendidikan guru nonformal pada program Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa (SGI DD) sejak Agustus 2014 hingga Januari 2015, kemudian dilanjutkan dengan pengabdian sebagai relawan pendidikan untuk daerah marginal hingga Januari 2016. Sekarang menjadi laboran di Lab. IPA Terpadu Pondok Pesantren Daar El Qolam 3 sejak Februari 2016. Aktif di bidang Ekstrakurikuler DISCO ( Dza ‘Izza Science Community) sebagai koordinator serta pembimbing eksperiment dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Tergabung juga dalam jajaran redaksi Majalah Dza ‘Izza. Mencintai dunia tulis menulis dan mengarungi dunia fiksi. Pernah terlibat menjadi editor buku “Jika Aku Menjadi” yang di terbitkan oleh Mizan Store pada awal tahun 2015. Salah satu penulis buku inovasi pembelajaran berdasarkan pengalaman di daerah marginal bersama relawan SGI DD angkatan 7 lainnya. Kontributor tulisan pada media online (Dakwatuna.com) sejak 2015.

Lihat Juga

Program Polisi Pi Ajar Sekolah, Pengabdian Polisi Jadi Guru SD dan TK

Figure
Organization