Antara Guru dan Pengorbanan

Ilustrasi. (Nurhasanah)

dakwatuna.com – Guru merupakan tokoh utama yang berperan dalam perubahan di dunia pendidikan. Tanpa sosok seorang guru, maka hal-hal yang menunjangnya seperti bangunan yang megah, kurikulum yang sempurna, inovasi pendidikan yang memukau tak akan ada artinya sama sekali.

Jelaslah bahwa guru itu adalah orang yang siap untuk melakukan perubahan di sekolah. Karena sosok seorang guru merupakan teladan bagi siswanya. Siswa yang terdidik dengan baik pastilah karena guru yang mendidiknya pun memiliki karakter baik. Begitupun sebaliknya guru yang sama sekali tidak memiliki karakter baik maka secara otomatis siswanya pun berkarakter sama sepertinya. Sebab, siswa mencontoh perilaku dari orang yang diteladaninya, yaitu guru.

Saat ini banyak sekali pemuda berbondong-bondong kuliah yang berkonsentrasi di bidang pendidikan. Entah dengan berbagai motivasi apa sehingga mereka berusaha keras untuk bisa menjadi guru. Mereka berjuang mendapatkan gelar sarjananya demi masa depan mereka kelak. Katanya “Jadi guru itu mudah, hanya mengajarkan anak orang lain di sekolah”. Siapa bilang jadi guru itu mudah, semudah membalikkan telapak tangan.

Jadi guru itu tidak mudah dan tidak terlalu sulit. Tergantung bagaimana kita menyikapi makna guru itu sendiri. Sejatinya guru itu adalah seorang mujahid yang Allah turunkan padanya berupa kesempatan menyampaikan ilmu yang sudah didapatkan. Seperti dalam sebuah hadits yang berbunyi “Sampaikanlah walau satu ayat. Bukan hanya menyampaikan ilmu yang sudah diterimanya akan tetapi bagaimana dia bisa memimpin sebuah komunitas kecil dan masyarakat belajar di sekolah. Oleh karena itu, jadi guru itu bukan hanya bertugas mengajar di depan kelas, namun guru itu sebagai pendidik sejati dan pemimpin di kalangan masyarakat di daerahnya.

Kata orang dulu ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, menjadi guru itu hal yang tidak menyenangkan, karena gaji yang diterima tidak sesuai dengan pengeluarannya. Belum lagi yang sudah punya istri dan keluarga mau dikasih makan apa jika akan menjadi guru. Semua mindset negatif itu hendaknya dihapuskan, ibarat komputer yang ada virus

di dalamnya, seharusnya ini didelete saja.

Faktanya saat ini pemerintah berusaha keras untuk memajukan kesejahteraan melalui berbagai program yang sudah dicanangkan. Ada yang bernama PNS, PLPG dan sertifikasi. Semua program ini ditujukan bukan hanya untuk menyejahterahkan para guru saja, akan tetapi untuk memajukan kualitas dan kinerja para guru di lapangan. Kenyataan di lapangan, para abdi negara ini tidak bisa melakukan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai pendidik. Kode etik yang semestinya ditaati kini dilanggar hanya karena hak mereka tidak sepenuhnya terpenuhi. Sementara itu, hak para siswa terabaikan. Mereka belum bisa mengajar dengan seprofesional mungkin dengan berbagai alasan dan keterbatasan yang dimiliki. Sebenarnya keterbatasan itu tidak menjadi penghalang bagi seorang guru untuk belajar. Padahal jika dikaji, setiap UPTD Dinas Pendidikan daerah setempat sudah menggalakkan berbagai kegiatan demi menunjang kualitas mengajar guru yang biasanya disebut KKG (Kelompok Kerja Guru).

Karena guru merupakan pembelajar sejati. Belajar dari diri sendiri, belajar dari alam dan lingkungan sekitar di Universitas Kehidupan.

Profesi guru itu hanya untuk mengabdi, bukan untuk mencari kesejahterahan diri. Menjadi guru itu bisa kaya, kaya hati yang selalu bersabar diri, kaya senyuman yang selalu memberikan senyuman termahalnya untuk para siswanya dan kaya orang-rang yang mencintainya dengan setulus hati. Guru itu selalu memberi, berbagi, tidak mencaci, berbudi luhur pekerti dan banyak yang mengasihi. (24/11)

Abdikan diri untuk membangun negeri, Guru…..

Selamat Hari Guru Nasional….. #TerimakasihGuru

 

Relawan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa. Penempatan Kab. Pandeglang-Banten.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...