Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Guruku Pahlawanku

Guruku Pahlawanku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Tim Pandenglang-Banten. Dari kanan ke kiri: Sapto, Ulfa, Nur, Anty, Sasni dan Heri. (Ulfa Wardani).
Tim Pandenglang-Banten. Dari kanan ke kiri: Sapto, Ulfa, Nur, Anty, Sasni dan Heri. (Ulfa Wardani).

dakwatuna.com – Setiap tanggal 25 November di tiap tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional, di mana pada tanggal ini semua harapan dan doa bagi para pahlawan pendidikan ini ramai di perbincangkan, baik melalui media sosial maupun di setiap tayangan di telivisi.

Guru sebagai perwujudan dari cita-cita bangsa ini seharusnya telah memberikan kontribusi terhadap prestasi yang telah ditorehkan oleh guru. Di jaman awal kemerdekaan negeri ini, guru termasuk sebagai profesi yang turut mengisi kemerdekaan ini pada jalur pendidikan, sehingga tak khayal ketika guru dinobatkan sebagai ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’.

Istilah ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’ sudah semestinya disandang oleh guru, bukan hanya sebagai soal istilah belaka, namun sudah sepatutnya diberikan bentuk apresiasi nyata. Tak ayal kondisi di lapangan, apresiasi terhadap guru di daerah dengan guru yang berada di kota sering di ‘anak tirikan’.

Guru di wilayah perkotaan, dapat secara langsung menikmati infrastruktur yang memadai serta kaya dengan prestasi. Sedangkan kondisi bagi guru di daerah, mesti berjibaku dengan kondisi infrastruktur yang jauh dari kata layak, mesti menempuh jalan panjang hingga jalan menapak yang terjal sampai berkilo-kilo jauhnya. Namun dengan kondisi yang seperti itu, bukan menjadi suatu halangan untuk mereka berprestasi.

Peringat hari guru di tahun 2015 ini merupakan momentum untuk semua guru dapat bertransformasi menjadi guru yang tidak hanya tugasnya sekadar mengajar saja, namun mesti mampu mendidik secara profesional sesuai dengan displin ilmunya masing-masing dan mampu menjadi pemimpin untuk masyarakat di sekitarnya.

Masih banyaknya hak-hak yang mestinya diperoleh oleh guru, namun tak sampai pada yang berhak. Pemerintah bangsa ini telah memberikan anggaran yang besar untuk keberlangsungan pendidikan di negeri ini, namun masih banyaknya oknum pendidikan yang menjadikan pendidikan ini sebagai lahan bisnis yang tak berujung, hanya mengambil hak orang lain tanpa menghiraukan kondisi nyata di lapangan bahwa pendidikan sebagai pokok utama dari segala bidang di negeri ini.

Sebetulnya yang perlu kita perhatikan adalah cita-cita bangsa ini dalam hal mengingat pembukaan UUD 1945 yang menerangkan bahwa “…ikut mencerdasan kehidupan bangsa…” bukan hanya bentuk tulisan saja dan hanya menjadi kalimat tanpa aksi di lapangan. Namun, lebih besar dari itu mesti dijadikan sebagai cita-cita luhur untuk melaksanakan dari segala jenis aspek kehidupan.

Jauh dari kata sejahtera, ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ ini mesti menggadaikan profesi gurunya untuk menyambung hidup. Banyak kita dapatkan, seseorang guru dari pagi hingga siang hari berprofesi sebagai guru, namun setelah itu berprofesi lain untuk menyambung hidupnya. Sementara, seharusnya profesi guru merupakan profesi yang paling tinggi dan mulia dibandingkan profesi lainnya, karena merupakan pilar utama dari segala aspek. Namun, kenyataannya lain, guru hanya sebatas guru belaka, tak dilirik sedikitpun untuk sejahtera.

Semoga dengan diperingatinya hari guru nasional yang ke 70 ini bisa memberikan titik terang bagi guru-guru yang belum mendapatkan apresiasi yang pantas untuk kehidupannya. Dan bisa membuat negeri ini lebih maju lagi. Hidup Guru Indonesia.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Keikhlasan Dalan Kerja Dakwah

Figure
Organization