Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Dengan Citra Al-Amin Tidak Serta Merta Terjadi “Yadkhuluna Fi Dinillah Afwaja”

Dengan Citra Al-Amin Tidak Serta Merta Terjadi “Yadkhuluna Fi Dinillah Afwaja”

ilustrasi water (inet)
ilustrasi water (inet)

dakwatuna.com – Keyakinan bahwa kebenaran pasti akan eksis, unggul dan menang, dan keyakinan bahwa kebatilan niscaya akan tumbang, sebab إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا (Al-Isra’: 81) terkadang melupakan seseorang bahwa di jalan kebenaran itu ada perjuangan, bahwa di sana mesti ada pengorbanan.

Keyakinan bahwa Allah SWT tentulah akan menolong para rasul-Nya dan orang-orang yang beriman bersamanya (Ghafir: 51), seringkali membuat lengah terhadap sunnatullah bahwa orang-orang beriman itu mestilah memasuki “wilayah” dan “gelanggang” yang layak dan “berhak” mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT.

Ada proses yang mesti dilalui.

Ada perjuangan yang mesti dilakukan.

Ada pengorbanan yang harus ditunjukkan.

Proses, perjuangan dan pengorbanan ini perlu waktu, bisa lama, bisa sebentar, meskipun istilah lama dan sebentar itu relative.

Ada proses di mana para aktivis perlu menempuh dan menjalaninya. Dimulai dari titik “start” dia berniat menjadi pejuang, lalu melangkah, setahap demi setahap, agar dia memasuki “wilayah” atau “gelanggang” yang telah ditentukan oleh Allah SWT, di mana saat ia telah memasuki “wilayah” atau “gelanggang” itu, di situlah akan terjadi pertolongan Allah SWT.

Ada perjuangan yang mesti dilakukan oleh para aktivis, dan terus dilakukan, sehingga ia layak disebut sebagai pejuang. Bukan di mata manusia (saja), namun, yang terpenting adalah dalam pandangan Allah SWT.

وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ [الزمر: 33]

Dan orang-orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa (Az-Zumar: 33).

Ada ongkos perjuangan yang mesti dibayar oleh para aktivis, sampai ke tingkat ia pantas disebut telah “melunasi” tuntutan bayaran yang dimaksud.

Begitulah sedikit (ya, cuma sedikit) gambaran dari apa yang pernah ditempuh oleh nabi kita Muhammad SAW.

Kita semua telah mengetahui bahwa sebelum beliau SAW menjadi nabi dan rasul, beliau telah mendapatkan gelar Al-Amin, sebuah gelar yang sangat luar biasa.

Karena gelar inilah seorang janda kaya raya nan mulia, Khadijah binti Khuwailid, mempercayakan harta-nya untuk diperdagangkan oleh Muhammad bin Abdillah.

Beliau juga telah mengantongi citra: مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا (kami tidak mempunyai track record yang menyatakan bahwa Anda pernah berbohong).

Gelar dan citra itu tidak pernah terlepas sedetik pun dari Rasulullah SAW. Buktinya, mereka, kaum Quraisy itu, termasuk mereka yang memusuhi dakwah beliau SAW, tetap menitipkan barang-barang berharga mereka pada Rasulullah SAW.

Namun demikian, saat beliau SAW menapakkan kaki beliau dalam garis dan jalan perjuangan, berbagai “citra” “negative” disematkan kepada beliau SAW.

Ada yang menyematkan “citra” al-abtar, di mana maksud mereka adalah bahwa beliau dicitrakan sebagai yang tidak berdaya guna, sebab cerita beliau SAW akan berakhir dengan kematian beliau SAW.

Ada yang mengumpat beliau SAW dengan umpatan: تَبًّا لَكَ

Ada juga yang menyematkan citra: شَاعِر kepada beliau SAW, yang maksud mereka tentunya adalah bahwa beliau SAW dicitrakan sebagai orang yang hanya pandai menyusun kata-kata indah, pandai mengkhayal dan kerjanya “Cuma” merenung dari satu lembah ke lembah lainnya.

Ada lagi yang menyematkan citra: سَاحِر atau tukang penyihir, tukang hipnotis. Mereka, para musuh dakwah itu mengatakan bahwa orang-orang yang beriman kepada beliau SAW adalah orang-orang yang tersihir, terhipnotis, orang-orang yang kesadarannya hilang, terampas, lupa ingatan, nggak ilmiah, korban “para normal” dan sebagainya, sehingga mereka dicitrakan tidak waras lagi, karenanya, mau menjadi pengikutnya.

Lebih berat lagi ada yang mencitrakan beliau SAW yang seorang nabi dan rasul itu sebagai مَجْنُوْن (Allahumaghfir li).

Beliau juga “dimediakan” sebagai pemilik hidden agenda di balik seruan dan materi dakwahnya, istilah mereka: إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ يُرَادُ (Shad: 6).

Ini dari sisi pencitraan dan pe-media-an.

Dari sisi lain, gelar Al-Amin yang beliau sandang semenjak usia 35 tahun, dan citra beliau SAW sebagai seseorang yang: مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا tetap menuntut kepada beliau SAW untuk berhadapan dengan gerakan ummu Jamil dengan status حَمَّالَةُ الْحَطَبْ yang disandangnya.

Citra positif beliau SAW tetap menghadapkan beliau SAW untuk bertemu dengan cobaan upaya pencekikan yang dilakukan oleh ‘Uqbah bin Abi Muith, upaya pembunuhan pribadi yang hendak dilakukan oleh Abu Jahal, dan usaha Ubay bin Khalaf yang begitu bernafsu untuk membabat leher beliau SAW dengan pedang, dan upaya-upaya dan rencana-rencana pembunuhan kejam dan sadis lainnya.

Citra positif beliau SAW mengharuskan beliau SAW untuk berhadapan dengan berbagai godaan dan ancaman tokoh-tokoh Quraisy.

Citra positif beliau SAW mendorong beliau SAW untuk berdialog panjang dengan “cendekiawan” kafir Quraisy Al-Walid bin Al-Mughirah, juga An-Nadhr bin Al-Harist, seorang “cendekiawan” kafir Quraisy yang menghabis masa mudanya untuk belajar di Luar Negeri, berpindah dari satu negara ke negara lainnya.

Gelar Al-Amin dan citra مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا tetap lah menuntut kepada beliau SAW untuk meninggalkan kota kesayangan beliau. Beliau SAW pernah berupaya berhijrah ke Thaif, namun bukan sambutan yang beliau dapatkan, malahan sambitan.

Gerakan dakwah beliau SAW dengan seluruh citra positif nya, tetaplah menorehkan kisah hijrah ke Ethiopia, bukan hanya satu kali, malahan dua kali, sebuah peristiwa yang juga “memakan korban” satu orang pengikut beliau murtad dan masuk Kristen, meskipun juga mendapatkan pengikut baru, raja Najasyi yang masuk Islam.

Gerakan dakwah yang dipimpin oleh seorang pemimpin dengan predikat Al-Amin, مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا, nabi dan rasul, tetaplah mengharuskan pemimpin dan pengikutnya untuk menerjuni peperangan demi peperangan, tercatat ada 100 peperangan, baik yang dipimpin langsung oleh beliau SAW, yang disebut dengan istilah ghazwah, maupun yang tidak dipimpin oleh beliau yang disebut saraya. Begitu tarjih yang dilakukan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani.

Ghazwah demi ghazwah perlu dilalui, sariyyah demi sariyyah perlu dilewati, sebab di sana, di kalangan public, di level grass root, di kalangan floating mass, atau swing vooters, mereka perlu menyaksikan kemenangan demi kemenangan, mereka harus menyaksikan bahwa Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya harus terbukti menang atas kaumnya. Istilah mereka: إِنْ ظَهَرَ عَلَى قَوْمِهِ فَهُوَ نَبِيٌّ (jika ia menang dan unggul atas kaumnya, berarti ia seorang nabi).

Betapa citra positif telah beliau SAW sandang semenjak sebelum menjadi nabi dan rasul, masih diperlukan waktu 20-an tahun untuk sampai terwujud: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا padahal ada dukungan turunnya wahyu kepada beliau SAW yang terus menerus menyertai perjalanan dakwah beliau SAW selama 20-an tahun itu.

Jadi, citra al-amin, citra positif saja (semata) tidaklah cukup, mesti ada proses yang dilewati, yang sering sekali proses itu pahit, getir, “sadis” dan “kejam”.

Diperlukan masa atau waktu untuk membuktikan, di hadapan public, terkhusus di hadapan Allah SWT, bahwa kita adalah para pejuang yang siap berkurban.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua untuk tetap dan istiqamah di jalan perjuangan, fi sabilillah, amin. (musyaffa/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Bapak kelahiran Demak. Memiliki hobi yang sangat menarik, yaitu seputar Islamic dan Arabic Program. Saat ini bekerja sebagai dosen. Memiliki pengalaman di beberapa organisasi, antara lain di Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU).

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization