Menanti Pahlawan Masa Depan

Ilustrasi, Hari Pahlawan (inet)

dakwatuna.com – Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya tercatat dalam benak putri-putri bangsa ini sebagai sebuah pertempuran yang teramat besar. Laskar pejuang dan rakyat Surabaya khususnya berjibaku mempertahankan kehormatan Bumi Pertiwi dari tangan-tangan kotor serdadu sekutu NICA. Pekik takbir berkumandang, seruan jihad dari para ulama menyambut ultimatum Jenderal Mansergh yang mengancam akan membumi hanguskan Surabaya.

Tak sedikit darah tertumpah. Satu demi satu putri-putra terbaik bangsa luruh. Gugur memenuhi baktinya kepada tanah tumpah darah tercinta. Demi kemerdekaan yang harus tetap dijaga kemurniannya. Demi kelangsungan hidup anak cucu yang lebih baik di masa depan kelak. Mereka berkalang tanah, menyambut tugas suci hingga jiwa kembali ke hadirat Illahi Rabbi. Tentang mereka itulah yang kita kenang hingga saat ini.

Tantangan serta perjuangan mengisi kemerdekaan merupakan hal yang nyata-nyata harus tetap ada. Rintangan ke depan bukan lagi berupa tank-tank baja, tentara-tentara penjajah, atau senjata-senjata berat yang siap menghujani segenap penjuru negeri. Tantangan di masa kini dan masa depan hadir dalam bentuk kesejahteraan, pendidikan, serta aspek-aspek lain yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, serta nilai-nilai luhur karakter meliputi yang jati diri bangsa di dalamnya.

Sejarah lain mencatat, pada suatu ketika Umar bin Khathab ra memanggil para sahabat untuk berkumpul pada satu ruangan. Lalu Umar ra berkata, “Cobalah berharap,”. Salah seorang sahabat berkata, “Seandainya ruangan ini dipenuhi dengan emas, lalu aku infakkan di jalan Allah swt,”. Umar ra berkata lagi, “Cobalah berharap,” Sahabat lain menjawab, “Seandainya ruangan ini dipenuhi oleh berlian dan permata, lalu aku infakkan di jalan Allah swt,”. Kemudian para Sahabat bertanya kepada Umar ra, “Apa yang engkau harapkan wahai, Amirul Mukminin?” Kemudian Umar ra menjawab, “Aku menginginkan orang-orang seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Salim maula Abu Hadzaifah, Muadz bin Jabbal, serta Hudzaifah Ibnu Yaman memenuhi ruangan ini, yang semuanya bisa membantuku berjuang meninggikan kalimat Allah swt,”.

Dalam atsar Umar bin Khattab ra yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tersebut, keinginan terhadap keberadaan empat Sahabat yang diharapkan Umar ra adalah gambaran para “Pahlawan masa depan” yang diperkirakan Umar ra dapat mengemban amanah kejayaan Islam di kemudian hari. Keempatnya merupakan orang-orang yang memiliki kapabilitas khusus di bidang masing-masing. Salim maula Abu Hudzaifah ra menyandang gelar sebagai Pemikul Alquran, Muadz bin Jabbal ra merupakan Sahabat dari golongan Anshar yang disebut Rasulullah saw sebagai orang yang paling mengerti soal halal dan haram, Abu Ubaidah bin Al Jarrah ra adalah penakluk Bumi Syam yang kuat dan tepercaya, sementara Hudzaifah Ibnul Yaman ra adalah intelijen hebat pilihan Rasulullah. Keempatnya merupakan hamba yang taat, prajurit yang setia, pejuang di medan tempur yang tangguh, serta pribadi-pribadi visioner dan memiliki kemampuan spesifik di zamannya..

Umar bin Khattab ra memandang bahwa setiap masa memiliki tantangannya sendiri. Demikian juga dengan orang-orang yang harus menghadapinya. Mestilah orang-orang yang sesuai dengan tantangan tersebut. Perjuangan di bidang pertahanan dan keamanan, ekonomi, pendidikan, dan lainnya, masing-masing harus diemban oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas di bidang masing-masing. Karena itulah para Sahabat tersebut di atas sangat diidamkan keberadaannya oleh Umar ra.

Laju kehidupan berbangsa kita tak akan berhenti pada masa perjuangan fisik, tidak juga berhenti pada masa sekarang. Ia akan terus bergulir menempuh masa datang dalam konteks persaingan di dunia global, tumbuh dan berkembang dengan segala dinamika yang ada. Namun tatkala terdapat ketidaksiapan kita sebagai putri-putri Bangsa ini dalam menghadapinya, niscaya kelangsungan hidup anak-anak negeri ini akan tergerus, bahkan menjadi mungkin terjerembab ke dalam bentuk penjajahan-penjajahan yang bersifat modern.

Untuk menghadapi itu semua, kita membutuhkan orang-orang yang siap “bertarung” di garda terdepan. Orang-orang yang bukan hanya memiliki kapabilitas, integritas, dan loyalitas terhadap negeri ini, melainkan juga memiliki keshalihan secara ritual dan sosial. Merekalah calon-calon Pahlawan masa depan yang akan melepaskan bangsa ini dari setiap belenggu keterbelakangan, keterpurukan, serta mereka pula yang akan mengembalikan anak-anak bangsa ini ke dalam jati dirinya. Sebagai bangsa yang bermartabat serta shalih. Mereka, para Pahlawan untuk zaman dimana mereka hidup nantinya.

Keberadaan para Pahlawan tentu saja selalu terhubung dengan hasil-hasil perjuangan. Di mana hasil merupakan gambaran dari apa yang ditanam. Khususnya dalam diri masing-masing individu itu sendiri. Mereka, para Pahlawan adalah orang-orang yang memilih untuk hidup mulia. Hidup dalam pandangan utuh tentang sebuah persamaan hak dan kewajiban yang bermakna kebebasan secara komunal maupun individual. Para Pahlawan adalah mereka, yang mampu meracik nilai-nilai keshalihan, keberanian, serta pengorbanan dalam diri mereka untuk diejawantahkan dalam kontribusi nyata bagi bangsa, negara, serta agamanya.

Orang-orang istimewa yang kita sebut sebagai Pahlawan adalah orang-orang yang memiliki kesadaran akan fitrah sebagai seorang manusia. Dimana fitrah manusia sejatinya akan selalu senang dengan hal-hal yang baik, kehidupan yang tertata rapi, kepemilikan kecerdasan akal dan spiritual sebagai bekal hidup, adanya karakter yang baik, serta keberanian dan pengorbanan yang didedikasikan pada hal-hal esensial, tanpa pamrih dan tak berharap puja-puji sesama.

Pungkasan, fitrah manusia akan disadari ketika seseorang mengenal dekat akan Tuhannya. Karenanya, dengan memberikan pengenalan serta pemahaman akan diri dan aspek ketuhanan terhadap para generasi muda, niscaya Pahlawan-Pahlawan masa depan akan lahir. Membawa sebuah perubahan, mengangkat lebih tinggi martabat bangsa ini, serta mewujudkan Indonesia sebagai negara yang sejahtera, berkeadilan, dan berkepribadian. (eko/dakwatuna)

Konten ini telah dimodifikasi pada 11/11/15 | 16:19 16:19

Eko Wahyudi atau yang akrab disapa Kang Ewa ini merupakan blogger, penulis, pecinta baca, dan traveler. Menjadi Penulis Lepas merupakan aktivitas pria penikmat bidang Ilmu Komunikasi Jurnalistik ini selain mengemban amanah sebagai Direktur Utama pada salah satu perusahaan swasta nasional. Tulisan pria kelahiran Pangandaran, Jawa Barat ini juga dibukukan dalam antologi cerpen Cinta dari Cikini (Indie Publishing, 2010), Kisah Inspiratif Pahlawan dalam Diam (Indie Publishing, 2014), serta Kisah Perjalanan From New Zealand to Netherlands (Halaman Moeka, 2015), dan Surga yang Tersembunyi (Gramedia Pustaka Utama, 2015). Untuk bersilaturahim dengan Kang Ewa bisa melalui email: ewasukses@gmail.com
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...