Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Merevitalisasi Pendidikan Indonesia dengan Pendidikan Karakter dan Adab

Merevitalisasi Pendidikan Indonesia dengan Pendidikan Karakter dan Adab

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

pendidikan-karakterdakwatuna.com – Tidak ada kegiatan bangsa yang lepas dari peran pendidikan. Bahkan dalam banyak hal peran pendidikan sangat menentukan untuk dapat melakukan kegiatan yang bermutu. Karena maju atau mundurnya suatu negara itu terlihat dari kualitas pendidikannya. Karena Pendidikan akan berdampak kepada berbagai aspek kehidupan yang lainnya – seperti bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, dan lain sebagainya. Sebab itu setiap bangsa menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk membangun peradabannya menjadi lebih baik.

Melihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, pendidikan belum dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia. banyak dari masyarakat Indonesia yang belum merasakan manisnya dunia pendidikan, baik itu SD, SMP, SMA apalagi Perguruan Tinggi. Tetapi banyak pula yang sudah merasakan manisnya dunia pendidikan bahkan sampai tingkat perguruan tinggi tetapi kepribadiannya seperti orang yang tidak berpendidikan. Contohnya ialah para pejabat negara yang korupsi, baik itu yang di legislatif maupun yang di eksekutif. Kebanyakan dari mereka yang korupsi memiliki gelar akademik sarjana, magister, doktor, bahkan sampai profesor, tetapi kepribadian mereka melakukan korupsi yang membuat rakyat sengsara dan negara merugi tidak jauh berbeda dengan rakyat yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah.

Selama ini dirasakan pula bahwa banyak yang menyebut pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah.

Budayawan Mochtar Lubis, bahkan pernah memberikan deskripsi karakter bangsa Indonesia yang sangat negatif. Dalam ceramahnya di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1997. Mochtar Lubis mendeskripsikan ciri-ciri umum manusia Indonesia sebagai berikut : munafik, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, masih percaya takhayul, lemah karakter, cenderung boros, suka jalan pintas, dan sebagainya[1].

Pakar pendidikan Arief Rahman menilai bahwa sekitar 80% tenaga pendidik atau guru dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi masih menerapkan metode sebagai pengajar bukan sebagai pendidik. Apabila proses pendidikan tidak memperhatikan perkembangan dan karakter seorang anak, maka yang terjadi adalah dua hal: pertama, peserta didik hanya unggul pada sisi pengetahuan namun tidak membentuk watak dan kepribadian peserta didik sebab tidak proses pendidikan kecuali hanya menyampaikan informasi. Kedua, peserta didik tidak mengalami perkembangan apapun baik dari sisi pengetahuan dan kepribadian sebab proses pengajaran tidak memperhatikan faktor-faktor karakteristik peserta didik.[2]

Pemaparan di atas menggambarkan bahwa ada yang perlu di perbaiki dalam implementasi proses pendidikan kita, dan salah satu cara untuk memperbaikinya adalah dengan di terapkanynya pendidikan karakter kepada setiap individu perserta didik. karena pendidikan karakter menurut Dr. Ratna Megawangi adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti , yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya[3]. Aristoteles kabarnya juga berpendapat bahwa karakter itu erat kaitannya dengan kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku.

Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan berbuat baik, berlaku jujur, kstaria; malu berbuat curang, malu membiarkan lingkungan kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.

Founding Father kita yang juga Presiden pertama Indonesia yaitu Bung karno pernah mengatakan “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building), karena pembangunan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, jaya serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa indonesia akan menjadi bangsa kuli” selaras dengan Soekarno, Presiden Republik Indonesia yang ke enam, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan hal serupa tentang pendidikan karakter yaitu “Pembangunan watak (character building) adalah amat penting. Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berprilaku baik. Bangsa kita ini ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Bangsa yang yang berkarakter unggul, disamping tercermin dari moral, etika dan budi pekerti yang baik juga di tandai dengan semangat, tekat dan energi yang kuat, dengan pikiran yang positif dan sikap yang optimis, serta dengan rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan yang tinggi:”

Namun dalam Konsep Islam, ternyata Pendidikan Karakter saja tidak cukup! jika bangsa cina maju sebagai hasil pendidikan karakter, dan banyak orang cina yang memiliki kepribadian jujur, pekerja keras, berani dan bertanggung jawab. lalu apa bedanya orang Komunis yang berkarakter dengan orang Muslim yang berkarakter? Bagi seorang muslim, berkarakter saja tidaklah cukup. Beda antara Muslim dan non Muslim meskipun sama sama berkarakter adalah “Konsep Adab”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Adab di definisikan sebagai: kesopanan, kehalusan, kebaikan budi pekerti dan akhlak. Sedangkan beradab diartikan sebagai sopan, baik budi bahasa, dan telah maju tingkat kehidupan lahir dan batinya.

Istilah adab juga merupakan salah satu istilah dasar dalam Islam. Para ulama telah banyak membahas makna adab dalam Islam, istilah adab bisa ditemukan dalam sejumlah hadist Nabi Saw. Misalnya, Anas r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: “Muliakanlah anakmu, dan perbaikilah adab mereka”. Sejumlah ulama juga menulis kitab terkait dengan adab, seperti al-Mawardi menulis “Adab ad-Dunya wa ad-Din, Muhammad bin Shanun at-Tanwukhi menulis “Adab wa al-mu’alimin “

Karakter pada umumnya adalah suatu yang baik. Karakter jujur, toleran. Kerja keras dan sebagainya. Tetapi, tanpa disertai dengan Adab, karakter itu akan bisa melampaui batas-batas ajaran agama. Sebagai contoh karakter toleran, toleransi saja tidak cukup! Toleran terhadap apa? Seorang Muslim tidak boleh bersikap toleran terhadap kemusyrikan atau kemungkaran. Sebab setiap muslim berkewajiban menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar.

Di dalam sebuah majalah “Islamia”, dimana majalah itu berisi jurnal-jurnal yang ditulis oleh para pakar pendidikan dan pemikiran Islam. Pada bagian majalah ini, Kholili albi [4]menulis jurnal dengan judul “Konsep Al-Attas tentang Adab” beliau menjelaskan tentang bagaimana pemikiran al-attas dalam Konsep Adab.

Al-Attas mendefinisikan adab adalah pengenalan diri dan pengakuan terhadap realita bahwasannya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hirarki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya. Dalam hal ini, al-Attas memberi makna Adab secara lebih dalam dan komprehensif yang berkaitan dengan objek-objek tertentu, yaitu pribadi manusia, ilmu, bahasa, sosial,alam dan Tuhan’.

Pada dasarnya, konsep adab al-Attas ini adalah memperlakukan objek-objek tersebut sesuai dengan aturan, nilai-nilai keimanan, wajar dan tujuan terakhirnya adalah kedekatan spiritual kepada Tuhan.

Maka orang yang beradab menurut al-Attas adalah orang yang baik yaitu orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan yang Haq, memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya dan orang lain dalam masyarakat, berupaya meningkatkan aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan manusia sebagai manusia yang beradab.

Dengan adab inilah seorang muslim dapat menempatkan karakter pada tempatnya. Kapan dia harus jujur, kapan dia boleh berbohong, untuk apa dia bekerja dan belajar keras? Dalam pandangan Islam, jika semua itu dilakukan untuk tujuan-tujuan pragmatis duniawi, maka tindakan itu termasuk tindakan tidak beradab, alias biadab.

Kita harus merevitalisasi Pendidikan di Indonesia ini dengan Pendidikan Karakter dan Adab agar peserta didik tidak hanya sekadar berprestasi di akademiknya saja tetapi memiliki akhlak yang baik, berbudi pekerti dan berlaku santun terhadap siapapun. Sehingga menjadikan generasi muda Indonesia menjadi generasi yang produktif dalam membangun bangsa ini menjadi lebih baik lagi.

[1] Hasib, K. (2014). Konsep al-Attas tentang Adab. Pemikiran dan Peradaban Islam, 58-59.

 

[2] Muckhlis N, S. d. (2015). Merangkai Mozaik Indonesia. Surabaya: Pustaka Saga.

 

[3] Husaini, D. (2012). Pendidikan Islam: Membentuk manusia berkarakter dan Beradab. Jakarta: Cakrawala Publishing.

 

[4] Hasib, K. (2014). Konsep al-Attas tentang Adab. Pemikiran dan Peradaban Islam, 58-59.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Saat ini sedang menempuh jenjang pendidikan S1 di Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam. Dalam kiprah organisasi, di bidang Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) BEM HIMA IPAI, juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Dakwah Kampus Unit Kegiatan Dakwah Mahasiswa (LDK UKDM). Diamanahi di Departemen Syiar di LDK UKDM. Selain menuntut ilmu di bangku kuliah formal, juga mengikuti pendidikan non formal di Sekolah Pemikiran Islam yang di prakarsai oleh komunitas Indonesia Tanpa Jil (ITJ).

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization