Independensi DPS dan Auditor pada Bank Syariah

ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Beberapa dekade belakangan ini ada banyak perubahan dan perkembangan di dunia Islam, apalagi dibarengi dgn melonjaknya populasi muslim. Statistik perkembangan yang cukup mencengangkan ternyata saat ini jumlah muslim sudah menyalip kristen. Data dari Relegious Population Worldwide menyajikan bahwa saat ini populasi Muslim terdiri dari 2,08 miliar atau 29% dari jumlah penduduk dunia, kemudian menyusul kemudia populasi Kristen yaitu 2,01 miliar (28%). Dari data yang lain menyebutkan banyak bagian seperti Eropa dan Amerika Utara para pemeluk agama Kristen semakin menjauh dari keyakinan agama mereka, sebaliknya populasi agama islam keimanan atau keyakinannya terhadap agamanya semakin meningkat. (http://www.religiouspopulation.com)

Perkembangan lainnya yaitu dilihat dari menjamur dan berkembangnya bank syariah. Data dari Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan per april 2015 untuk Bank Umum Syariah (BUS) berjumlah 12 dan memiliki 2.135 kantor cabang. Kemudian Unit Usaha Syariah per april 2015 berjumlah 22 dan untuk BPRS berjumlah 162. (http://www.ojk.go.id)

Pentingnya independensi auditor pada dasarnya berasal dari kebutuhan untuk memberikan kredibilitas laporan keuangan organisasi, sehingga semakin independen seorang auditor maka laporan keuangan tersebut semakin kredibel, dan semakin dipercaya para pengguna laporan keuangan khususnya investor. Beberapa studi empiris menunjukkan ada hubungan yang erat antara independensi auditor dan ketergantungan investor pada Laporan Keungan yg telah diaudit dalam mengambil keputusan keuangan. (misalnya Lavin, 1977; Lavin dan Libby, 1977; Firth, 1980; Dykxhoorn dan berbuat dosa, 1982)

Tidak seperti bank pada umumnya, bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang salah satu peran DPS yaitu memberikan laporan kepada pengguna laporan keuangan, yang menyatakan bahwa bank telah menaati syariat islam dalam transaksinya. Independensi yang dirasakan dari DPS penting bagi para pengguna laporan keuangan.

Ajaran islam telah mengatur semua kegiatan muamalah (transaksi keuangan). Aturan tersebut menjadi pembeda antara aktifitas seorang muslim dan non-muslim yang wajib ditaati. Pembeda tersebut menyangkut: pengoperasian organisasi keuangan, akuntansi dan melakukan analisis keuangan. Diantara pembedanya yaitu Pelarangan: riba (Quran 2: 275-176), perjudian (Quran 5: 90), penimbunan (Quran 9: 34), dan spekulasi, serta berinvestasi pada saham perusahaan yang berurusan dengan alkohol, daging babi, dll. Tidak hanya itu, sebuah lembaga islam juga tidak bisa berinvestasi pada saham perusahaan yang ada kaitannya dengan alkohol, daging babi, dan kegiatan lain yang dianggap melanggar hukum islam.

Saat ini di Indonesia, badan pengawas untuk audit transaksi syariah dan audit laporan keuangan masih dilakukan secara terpisah. Untuk pengawasan transaksi syariah pada bank syariah dilakukan oleh DPS, dimana DPS menentukan syarat yang harus diikuti oleh bank dalam semua transaksi keuangan. Kemudian untuk audit laporan keuangan dilakukan oleh Auditor Eksternal.

Tidak seperti auditor eksternal, anggota DPS adalah karyawan bank dan digaji oleh bank. Anggota DPS ditunjuk oleh dan melaporkan kepada manajemen serta pemegang saham bank. DPS juga memiliki hak akses ke ke semua dokumen dan catatan yang dipandang perlu dalam melaksanakan tugasnya dalam membuat laporan khusus yang diterbitkan berbarengan dengan laporan tahunan auditor eksternal. Sama seperti Auditor Eksternal yang mengeluarkan laporan berbentuk opini yang menginformasikan bahwa laporan keuangan wajar atau tidak wajar, untuk laporan DPS dimaksudkan untuk memberikan kredibilitas informasi dalam laporan keuangan dari perspektif agama.

Independensi DPS cenderung berasal dari komitmen yang mendalam mereka untuk ajaran Islam. Hubungan karyawan tampaknya tidak menghasilkan keraguan signifikan tentang kemerdekaan anggota DPS. Beberapa pengguna laporan keuangan seperti pemegang saham, akuntansi dan nasabah pembiayaan merasakan bahwa nilai-nilai agama menjadi norma utama, mereka mengakui bahwa kepercayaan tidak hanya dilihat dari independensi, tetapi juga dilihat dari pendalaman agama seorang DPS.

Auditor harus mampu melaporkan setiap pelanggaran dan kesalahan ditemukan dalam sistem akuntansi dan harus memiliki kewenangan yang cukup untuk mengabaikan tekanan klien. Moizer (1985) berpendapat bahwa auditor yang dianggap independen akan lebih dihargai oleh pasar dan meningkatkan daya jual.

Untuk seorang DPS, kegagalan untuk menjaga Hukum Islam harus dibalas dengan beban moral, dan ini jauh lebih besar dari hilangnya pendapatan ekonomi. Sama seperti auditor eksternal yang harus menjaga etika profesi dan tanggung jawab sosial, di mana DPS juga harus menjaga nilai-nilai moral agama. Jadi seorang DPS harus mengabaikan kepentingan/keinginan agar bank syariah terus berkembang, tetapi digadaikan dengan mengabaikan pelanggaran syariat dalam bank syariah. Menurut Karim R. (1990) dampak yang terjadi bisa lebih besar apabila seorang DPS mengabaikan pelanggaran pada bank syariah, karena tidak hanya DPS dan Bank tersebut yang tercoreng namanya, tetapi juga lebih luas lagi yaitu agama islam.

Karim R. (1990) mengkatagorikan pemegang saham di Bank Syariah yaitu: Pertama, pemegang saham yang memiliki saham yang besar, dapat mengontrol manajemen bank memiliki hak suara yang kuat, investasi nya bersifat jangka panjang. Mereka akan memastikan bahwa bank dapat mencapai tujuannya dengan baik, mempertahankan klien bank dan menarik pelanggan yang potensial.

Kedua, pemegang saham yang memiliki komitmen kuat dengan islam dengan menginvestasikan sumber daya mereka kepada lembaga-lembaga islam, tidak memiliki mayoritas hak suara. Jika bank tidak menjalankan bisnisnya sesuai dengan syariah bisanya mereka akan menarik saham mereka dan akan mempengaruhi nilai bank di pasar modal. Pada kelompok ini manajemen bank syariah akan berusaha agar bank sesuai dengan prinsip syariah, agar pemegang saham bisa tetap berinvestasi.

Ketiga, pemegang saham yang berinvsetasi di saham islami bukan karena alasan ekonomi dan tanpa memperhatikan aspek keagamaan, dan tidak memiliki mayoritas suara dan biasanya investasi jangka pendek. Kelompok ini tidak memperdulikan hasil laporan dari DPS dan tidak akan bereaksi negative jika Bank tidak mematuhi prinsip syariah.

Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu bahwa kredibilitas informasi dipengaruhi oleh rasa independensi DPS dan auditor eksternal. Independensi DPS dipengaruhi oleh nilai-nilai moral, sedangkan Independensi Auditor Ekternal sebagian dipengaruhi oleh etika profesi, dan independensi mereka akan mempengaruhi kredibilitas laporan keuangan sebuah Bank Syariah yang saat ini terus berkembang pesat di dua dekade terakhir ini. (adi/dakwatuna)

Referensi

Al-Quran Karim, A.A.R. (1990), “The Independence of Religious and External Auditors: The Case of Islamic Banks”, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 3, No. 3.

Moizer, P. (1985), “Independence”, Current Issue in Auditing, Harper & Row, London.

OJK (2015) “Statistik Perbankan Syariah” www.ojk.go.id/dl.php?i=4590&f=1 (statistik-perbankan-syariah-april-2015)

http://www.religiouspopulation.com

Konten ini telah dimodifikasi pada 05/11/15 | 16:04 16:04

Mahasiswa STEI SEBI Depok. Penerima manfaat Beasiswa Kepakaran dari Beastudi Indonesia Dompet Dhuafa. Tinggal di Asrama Indonesia Quran Foundation Cabang Parung Kab Bogor sebagai Supervisor. Rumah di Kab Purworejo Jawa Tengah.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...