Hadiah Cinta dari Istanbul

Cover buku “Hadiah Cinta dari Istanbul”.

Judul: Hadiah Cinta dari Istanbul
Penulis: Fairuz Abadi
Penerbit: Halaman Moeka Publishing, Jakarta, Mei 2015
Hal: 592 +xxxvii

Membaca Riyadhus Shalihin Lewat Kisah Poligami

dakwatuna.com – Siapapun telah mahfum bahwa Riyadh as-Sholihin karya Imam Nawawi merupakan kitab yang amat luar biasa. Bukan semata karena isinya diambil dari kitab-kitab sunnah terpercaya seperti Shohih al-Bukhoriy, Muslim, Abu Daud, An Nasaa’i, At Tirmidziy, Ibnu Majah dan lain-lainnya, tapi juga tersebab kitab ini meliputi targhib dan tarhib serta kebutuhan seorang muslim dalam perkara agama, dunia, pun akhirat.

Itu sebabnya, Riyadh as-Sholihin tetap menjadi incaran siapa saja yang ingin jiwanya terbimbing, kemudian hidupnya terhiasi dengan ibadah yang mengantarnya pada kebahagiaan. Di tangan Fairuz Abadi yang memang pernah mendalami dan selama 5 tahunan menjadikan kitab ini sebagai bahan ajar, beberapa butir hikmah yang terkandung dalam Riyadh as-Sholihin itu makin sedap untuk kita serap. Sebab, penulis yang pernah nyantri dan melanjutkan kuliah di Universitas Imam Ibnu Saud Jakarta (LIPIA) dengan apik meramu dan menebarnya dalam lembar-lembar kisah romantis.

Gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk cerminan akhlak juga mudah ditemui karena penulis novel ini memasukkan tafsir ayat-ayat al qur’an, syair-syair para ulama seperti Imam Ibnu Qayyim dll yang padat dengan nasihat. Bahkan diperkuat buku dan karya ilmiah yang ditulis para pemikir serta sejarawan Islam. Bobot itu amat terasa karena novel “Hadiah Cinta dari Istanbul” ini diperkaya 81 karya besar sebagai rujukan.

Maka, tanpa terasa semua hikmah mengendap masuk ke dalam kesadaran ketika pembaca tengah asyik menyimak akhir nasib rumah tangga yang melibatkan tokoh utama bernama Ustadz Azhar; maupun kala mengembara di Turki, Madinah atau Mekkah.

Dikisahkan bahwa Ustadz Azhar ditawarkan untuk menikahi dua murid perempuan cantik yang saling kenal. Keduanya memiliki perbedaan latarbelakang budaya yang sangat jauh. Anisah berdarah Sunda, sedangkan Fatma lahir dan dibesarkan di Antakya, Turki.

Di sela-sela kontroversi poligami, problem cemburu dan upaya kepala rumah tangga berlaku adil, air mata istri-istrinya menjadi lebih sering tumpah karena badai ekonomi tiba-tiba datang menerjang. Azhar sekeluarga diteror dan nyawanya terancam lantaran rencana bisnis jamurnya dituding hanya kedok penipuan.

Sayang, debar-debar penasaran menebak ending cerita, kenikmatan menyantap novel ini terganggu beberapa kelemahan. Baik dari sisi setting, alur cerita, teknik penulisan dan beberapa ketentuan yang biasa ada dalam sebuah fiksi. Yang paling mengganggu adalah penokohan: perbedaan karakter masing-masing tokoh terasa kurang kuat. Akibatnya, dramatisasi gagal terbangun dan konflik yang berusaha diciptakan pun kurang mengalir mulus.

Penulis sendiri mengakui bahwa karya setebal 592 halaman ini belum dibekali modal yang mumpuni untuk menjadi “seorang novelis”. Ini bahkan novel perdana. Tapi, dari situ justru banyak orang harus belajar untuk mengutamakan sikap kreatif. Sebab, seperti yang ia yakini di bagian pengantar, menurutnya, “tantangan adalah musibah, bila tidak diatasi”.

Tekad itulah yang menjadi salah satu sebab hingga karya ini akhirnya terbit: buku penuh tausiyah yang sejatinya diniatkan untuk menginspirasi dan memotivasi pembaca dalam membangun rumah tangga yang sarat cinta Allah.*

Ayah tiga orang anak, lulusan FISIP UI, yang mengawali karir sebagai wartawan majalah Forum Keadilan. Public Relations PT Astra Agro Lestari Tbk Jl. Puloayang Raya Blok OR-1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...