Mendamba Sungai Kapuas Menjelma Menjadi Sungai Rhone

Pemandangan udara Sungai Kapuas membelah Kota Pontianak (Antara/ Jessica Wuysang)

dakwatuna.com – Ketika di kota bumi khatulistiwa ada dua hal yang paling banyak dibicarakan orang. Mencirikan kekhasan kota Pontianak yaitu sungai kapuas dan juga garis khatulistiwa yang membelah bumi menjadi dua bagian, bagian utara dan selatan. Dari dua ciri khas itu barang kali hanya kapuas yang belum digarap maksimal. Garis khatulistiwa yang merupakan garis khayal alias tidak terlihat telah memiliki monumennya dan telah pula menjadi ikon berbagai kegiatan terutama ketika matahari melintas tepat pada tengah garis khatulistiwa tak ada yang menyangkal bahwa Pontianak adalah tempat terbaik di Indonesia untuk menikmati hilangnya bayang bayang. Akan tetapi ketika kita bertanya ada wisata apa di Pontianak. Akan kesulitan di jawab lokasi yang menarik untuk disuguhkan. Padahal Pontianak memiliki kapuas. Sungai terpanjang di Indonesia yang belum optimal dimanfaatkan sebagai wahana wisata selain dari pada keperluan mck warga sepanjang sungai kapuas.

Membicarakan kapuas pula segera kita akan ingat konsep sister city yang sedang digagas oleh pemerintah pusat bersama dengan pemerintah provinsi maupun daerah. Di tengah gencarnya semangat mewujudkan kota kembar itulah kemudian menjadi perlu untuk menilik kondisi sungai kapuas yang diharapkan akan menjadi selayaknya sungai rhone yang membelah kota lyon. Sungai rhone telah menjadi magnet yang memperkuat daya tarik kota lyon, dan tentu saja itu juga yang mesti dilakukan oleh semua pihak untuk menjadikan kapuas mangnet pula. Membangun infrastuktur jelas kewenangan pemerintah. Akan tetapi ada hal penting yang tidak bisa dilakukan bahkan oleh pemerintah sekalipun. Hal itu adalah budaya tidak membuang sampah di kapuas.

Budaya membuang sampah di tempat sampah memang seolah menjadi penyakit turunan yang susah disembuhkan bagi masyarakat, bukan hanya kalimantan namun Indonesia. Dapat diambil pelajaran betapa sulitnya pemerintah kota Jakarta membersihkan sungainya dari sampah, yang telah menjebak jakarta menjadi kebanjiran hampir setiap tahun. Padahal itu ibu kota tempat pusat pemerintahan. Wajah dari Indonesia. Jikalau itu dianggap terlalu jauh. Bisa dicek hampir di banyak wilayah justru daerah paling banyak sampah adalah sekitar tempat sampah bukan tepat di tempat sampahnya itu sendiri. Dan ini pula yang menjadi kekhawatiran atas kapuas. Dalam sehari ada puluhan kapal yang melintas di kapuas, baik dari maupun menuju kota Pontianak. Dari berbagai kapal, utamanya kapal tambang motor. Karena kapal jenis ini yang secara kasat mata paling banyak dan mengangkut paling banyak orang pula. Dan di mana ada orang pasti di situ akan didapati konsumsi. Dan di mana ada konsumsi pasti ada sampah. Bisa disurvei bersama dari ratusan kapal yang berlalu lalang dikapuas itu berapa yang menyediakan tempat sampah bagi penumpangnya. Karena ketiadaan tempat sampah maka kapuas menjadi tempat sampah terpanjang. Semoga ini karena ketersediaan tempat sampah yang tidak ada di kapal, sayangnya tidak demikian, sepertinya ini lebih karena budaya membuang sampah sembarangan. Padahal jikalau menganggap kapuas adalah aset, tempat ribuan warga menggantungkan hidup dari airnya. Icon daerah yang akan berkembang menjadi wisata maka harus dijaga bersama.

Berhenti membuang sampah di kapuas. Sebelum semuanya terlambat menjadi sulit diselesaikan seperti banyak sungai dijakarta justru menjadi musibah bukan berkah. Tak akan selamanya kapuas sebersih sekarang jikalau terus dihujani sampah dari penghuninya. Marilah bersama kita jaga kapuas. Sebagai kekayaan tak ternilai warisan generasi mendatang.

Alhamdulillah sempat bergabung dengan divisi pendidikan di Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (SGI-DD) sebagai relawan guru untuk wilayah penempatan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (2014-2016) Saat ini menjadi bagian di School of Life Rumah Cahaya (Alam-Montessori-Islami)
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...