Pendidikan Remaja untuk Penyiapan Generasi Bangsa

Ilustrasi. (reproduksi-remaja.blogspot.com)

dakwatuna.com – Dewasa ini banyak terlihat fenomena kenakalan remaja, ketika ditelaah lebih lanjut apakah ada istilah mengenai kenakalan anak atau kenakalan dewasa? Jika ada maka istilah tersebut masih kalah populer dengan istilah kenakalan remaja. Ketika kita mengetik keyword “kenakalan remaja” di internet maka akan bermunculan berbagai artikel, berita, kasus, informasi, makalah dan penelitian yang berbicara tentang masalah tersebut. Membahas tema mengenai kenakalan remaja memang tidak akan pernah kehabisan bahan karena masa remaja dikenal sebagai masa khusus yang kompleks dan penuh gejolak. Masa remaja adalah masa di mana seorang anak mengalami masa pertumbuhan paling pesat. Terlihat dari perkembangan biologis yang kompleks dalam hal ukuran tubuh, fisiologis tubuh, kematangan seksual di mana kesemuanya mengalami percepatan.

Karena akselerasi pertumbuhan dan perkembangan pada fase ini, maka remaja dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ketika seorang remaja gagal dalam menyesuaikan diri dan melakukan penyimpangan sosial maka akan muncul fenomena kenakalan remaja. Dalam wikipedia kenakalan remaja diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan, atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Agar fenomena kenakalan remaja ini dapat diantisipasi maka alangkah baiknya kita sebagai orang tua atau sebagai pendidik dapat memahami lebih lanjut mengenai fase “remaja”, agar dapat memberikan sikap yang tepat dalam menangani kenakalan remaja.

Karakteristik Perkembangan Remaja

Fase remaja atau dalam istilah lain disebut sebagai pubertas. Istilah puberty (bahasa Inggris) atau puberteit (bahasa Belanda) berasal dari bahasa Latin, pubertas, yang berarti usia kedewasaan (the age of manhood). Istilah ini berkaitan dengan kata dalam bahasa Latin lainnya pubescere yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah “pubic” (wilayah kemaluan). Penggunaan istilah ini lebih terbatas maknanya dan menunjukkan perkembangan dan tercapainya kematangan seksual dalam fase remaja. Pubescere dan puberty sering diartikan sebagai masa tercapainya kematangan seksual seseorang dilihat dari aspek biologisnya.

Istilah Adolescentia berasal dari kata Latin : Adulescentis. Dengan Adulescentia dimaksudkan masa muda. Adolescence menunjukkan masa yang tercepat antara usia 12-22 tahun dan mencangkup seluruh perkembangan psikis yang terjadi pada masa tersebut. Di Indonesia baik istilah pubertas maupun adolescensia dipakai dalam arti umum dengan istilah remaja (Sunarto, 2008)

Batasan remaja menurut organisasi kesehatan dunia WHO adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan di mana : (1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2) Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, (3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaaan yang relatif mandiri (Sarlito, 1991: 99)

Dalam ilmu kedokteran, ilmu psikologi dan ilmu-ilmu terkait, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik atau perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Pertumbuhan ini meliputi ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri kelamin yang primer dan ciri kelamin sekunder, baik pada laki-laki maupun perempuan. Masa pematangan fisik ini berjalan kurang lebih 2 tahun dan biasanya dihitung pada dimulainya masa mentruasi pada wanita dan fenomena mimpi basah pada pria untuk pertama kalinya.

Masa 2 tahun ini dinamakan masa pubertas dan sangat bervariasi karena cepat lambatnya mentruasi dan mimpi basah sangat tergantung pada kondisi tubuh masing-masing individu. Misalkan ada anak wanita yang sudah menstruasi pada umur 9 tahun, 10 tahun dan ada juga yang baru mengalami menstruasi pada usia 17 tahun. Kemudian salah satu fase perkembangan pada remaja menurut Aristoteles adalah fase III yaitu pada usia 14-21 tahun di mana pada fase ini terjadi peralihan “status” dari anak menjadi orang dewasa, masa ini penuh dengan gejolak karena terjadinya perkembangan biologis yang begitu cepat.

Ciri pertama lainnya dari masa remaja ini adalah mulai munculnya protes terhadap lingkungan yang dianggap menelantarkannya, mulai membutuhkan teman yang mengerti dirinya dan mulai mencari pegangan hidup. Sikap khas yang dapat dilihat dan perlu disadari adalah perubahan sikap remaja terhadap lingkungannya, terhadap orang tua tidak nurut lagi, merasa lebih aman dengan kelompok sebaya dan ingin melepaskan diri dari pengaruh orang tua.

Sikap ini akan berubah dengan mulai tercapainya kematangan dan sikap ini membawa pengaruh di sekolah, oleh sebab itu guru dan orang tua harus waspada agar remaja dapat diarahkan ke hal-hal yang positif dan produktif. Misalkan memberikan dorongan untuk belajar kelompok, olah raga, kegiatan pramuka dan kebiasaan hidup sehat. Di sekolah juga perlu diselenggarakan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang terprogram baik. Hal ini menjadi penting karena pertumbuhan fisik pada remaja dapat mempengaruhi perkembangan tingkah laku remaja.

Selain terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, remaja juga mengalami perkembangan secara psikologis yaitu ”perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa”. Puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi “entropy” ke kondisi “negen-tropy” (Sarlito, 1991 : 1). Entropy adalah keadaan di mana kematangan psikologis manusia masih belum tersusun secara sempurna. Walaupun sudah memiliki banyak konten psikologis (pengetahuan dan perasaan) namun konten tersebut belum saling terkait dengan baik, sehingga belum bisa berfungsi secara maksimal. Selama masa remaja, kondisi entropy ini secara bertahap disusun, diarahkan, distrukturkan kembali, sehingga lambat laun terjadi kondisi “negative entropy” atau negentropy. Kondisi negentropy adalah keadaan di mana isi kesadaran tersusun dengan baik, pengetahuan yang satu terkait dengan perasaan atau sikap.

Konflik dalam diri remaja yang seringkali menimbulkan masalah, yang sering disebut dengan kenakalan remaja, sangat tergantung kepada kondisi lingkungan. Remaja yang tinggal dalam masyarakat yang menuntut persyaratan yang berat untuk mejadi dewasa, akan menjalani masa remaja ini dalam kurun waktu yang panjang. Biasanya hal ini terjadi dalam masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas atau masyarakat yang menuntut pendidikan tinggi bagi anak. Hal inilah yang kemudian menuntut remaja agar dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya. Jadi tidak heran ketika kita melihat remaja yang berada di masyarakat menengah ke atas lebih pintar dan peduli terhadap pendidikan, sehingga kemauan untuk berprestasi menjadi lebih tinggi.

Peran Orang tua dalam Pendidikan Remaja

Menurut karakteristik perkembangannya, remaja mengalami berbagai perubahan yang integral. Para orang tua dan pendidik harus mampu memahami dan menyikapi perubahan yang berkembang secara cepat sekaligus menciptakan metode yang andal untuk menghadapi berbagai tingkat permasalahan remaja. Sehingga baik antara remaja dengan remaja, remaja dengan orang tua ataupun remaja dengan para pendidik akan terjalin keserasian yang paripurna.

Selama ini ketika kenakalan remaja muncul, umumnya yang disalahkan pertama kali adalah sang remaja. Pada hal bisa jadi ini adalah dampak dari orang tua dan pendidik yang kurang memahami gejolak jiwa remaja, misalnya seorang ayah masih memperlakukan anak yang tengah puber layaknya anak itu masih kecil. Baik ayah maupun ibu harus memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya, walaupun ibu disebut sebagai madrasah utama bagi anak-anaknya, tetapi tetap saja perlu mendapatkan dukungan dari sang ayah. Dalam kasus ini ayah seharusnya memperhatikan perkembangan sang anak yang memasuki masa remaja yang membutuhkan cara perlakuan yang berbeda dengan masa kanak-kanak. Jika orang tua tidak dapat memahami perkembangan ini akan dapat menimbulkan kesenjangan antara orang tua dengan anaknya, dan kondisi seperti ini akan terus berkembang sampai anak itu menginjak masa kedewasaan.

Untuk mengantisipasi kondisi tersebut ada baiknya jika orang tua atau pendidik dapat mengambil beberapa sikap yang tepat terhadap perkembangan anak menuju remaja, di antaranya adalah : 1) Mengetahui secara optimal perubahan yang terjadi pada anak remaja, 2) Mengarahkan anak remaja untuk mengikuti kegiatan keagamaan secara disiplin seperti shalat berjamaah dan membaca secara teratur, 3) Mengarahkan remaja untuk mengikuti kegiatan positif baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, 4) Membiasakan terjadinya dialog antara anak dengan orang tua di rumah, 5) Menanamkan rasa percaya diri kepada anak serta mendengarkan pendapat mereka, 6) Menyarankan anak agar menjalin persahabatan dengan teman-teman yang baik, dan 7) Mengembangkan potensi anak dalam kegiatan yang bermanfaat seperti kegiatan ekstrakurikuler.

Pada akhirnya setiap orang tua dan pendidik harus memahami perilaku dan perubahan remaja agar dapat mendidik remaja untuk mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang lebih baik ke depannya. Masa remaja adalah masa yang istimewa, penuh gejolak karena pertumbuhan fisik juga akan mempengaruhi perkembangan berpikir, bahasa, emosi dan sosial sang anak. Dengan demikian masa perkembangan yang khusus ini juga memerlukan penanganan yang khusus dari setiap orang tua dan pendidik agar para remaja dapat melalui fase ini dengan baik.

Dosen STKIP Kusuma Negara, Aktivis Perempuan.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...