Melihat Kondisi Pendidikan di Perbatasan: Guru Rela Berjuang Meski Tanpa Ada Uang

(Foto: Dena Fadillah)

dakwatuna.com – Melihat kondisi pendidikan di perbatasan memang banyak yang pantas di ceritakan. Cerita negatif maupun positif seakan tak pernah habis pembahasannya. Sudah hampir 10 bulan saya mengabdi di batas negeri ini sebagai relawan yang mempunyai tujuan membantu pendidikan di perbatasan.

Memang saya tak bisa menutup mata melihat keadaan sebenarnya pendidikan di perbatasan ini. Tapi apalah daya, saya bukan lah seorang super HERO yang dengan tangannya sendiri dapat menyelamatkan dunia. Saya hanya dapat menyampaikan apa yang mata saya lihat, dan apa yang telinga saya dengar sebagai sebagai referensi bagi pemerintah yang mempunyai pnengaruh penting dalam mengambil suatu kebijakan.

Sarana dan prasarana menjadi salah satu indikator kemajuan pendidikan di suatu daerah. Tetapi dibalik itu semua, ada hal yang lebih besar Urgensi dan pengaruhnya dalam bidang pendidikan. Ya, Guru. Dialah Ujung tombak pendidikan saat ini. Bisa kita bayangkan apabila suatu daerah yang sarana dan prasarananya baik tetapi dalam hal pengelolaannya buruk, maka itu juga akan menjadikan sarana dan prasarana yang dimiliki menjadi kurang maksimal pemanfaatannya. Bukankah dalam agama islam juga dijelaskan, bahwa senjata yang ampuh dalam melawan musuh itu tergantung kepada yang memakainya. Secanggih apapun senjata apabila tidak lihai menggunakannya, tentulah senjata tersebut tidak bisa dikatakan senjata yang ampuh.

Oleh karena itu tentulah seorang guru harus melatih kembali bagaimana dia bisa menjadi pengajar dan pendidik yang ampuh dengan memanfaatkan senjata-senjata pendidikan saat ini. Guru lah yang mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pendidikan saat ini. Layaknya tombak yang harus diasah secara rutin sehingga tombak tersebut tajam dan dapat digunakan dalam berperang melawan kebodohan yang ada di Indonesia. Jikalau hanya sekali saja diasah, tentulah tombak tersebut akan tumpul dan bahkan tidak pernah ada gunanya.

Tentulah seorang guru saat ini harus mempunyai pandangan bahwa mereka harus belajar untuk mengajar. Belajar disini bermakna seorang guru harus memperbaharui kualitas mengajar, mendidik serta pembentukan karakter seorang anak. Jangan sampai guru yang seharusnya mengajar malah menghajar, yang seharusnya mendidik malah menghardik bahkan yang harusnya mengajar dengan kasih sayang malah mengajar dengan tangan yang melayang. Pendidikan saat ini tidak bisa disamakan dengan zaman dahulu kala. Di zaman modern sekarang ini, perkembangan pendidikan semakin pesat. Siswa tidak hanya belajar di sekolah saja, mereka sekarang ini bisa memanfaatkan media-media yang sudah tersedia secara bebas. Bahkan dengan teknologi sekarang ini, siswa bisa belajar dengan mudah mengenai ilmu-ilmu yang tidak diketahui baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keinginan mereka sendiri.

Bayangkan saja apabila siswanya yang terus belajar dengan memanfaatkan teknologi sebagai salah satu sumber belajar, sedangkan gurunya tidak pernah mau belajar, apa jadinya kegiatan mengajar di kelas??

Bagaikan sebuah bejana yang berisi 1 liter air. Bejana tersebut hanya dapat mengisi 3 gelas air. Tetapi apabila kita pernah berpikir untuk menambah volume air dalam bejana tersebut, maka gelas yang diisi pun akan semakin banyak. Itulah perumpamaan seorang gur. Apabila ilmu yang dikuasai tidak pernah ditambah dan diperbaharui, alangkah lebih baiknya apabila guru tersebut mau belajar sebagai upaya ilmu yang diberikan kepada peserta didik bisa bertambah pula.

Salah satu sarana dalam memperbaharui dan menambah ilmu para guru tentunya dengan diadakannya pelatihan-pelatihan untuk guru. Pemerintah saat ini pun saya kira telah berupaya untuk memfasilitasi para guru dalam belajar. Mungkin beberapa pelatihan sudah teragendakan dan direncanakan dengan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Anggaran dana yang dikeluarkan pun mungkin tidak sedikit. Bagaimana tidak, setiap pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah pasti tersedia berbagai fasilitas yang mewah, hotel yang mewah, makanan enak yang berlimpah, bahkan transport dan uang saku pun ditanggung pemerintah.

Apabila kita cermati dengan baik dana pelatihan yang besar itu, menurut saya hal itu tidaklah efektif. Guru-guru ketika nantinya ingin mengikuti pelatihan, pasti berpikiran bukan untuk mencari ilmu, tetapi mencari uang saku. Pernah ada pengalaman ketika mengisi sebuah pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah di sebuah Hotel di Nunukan. Disana disediakan kamar yang mewah, makanan yang banyak dan katanya biasa diberikan transport dan uang saku. Ketika pelatihan berjalan, sontak beberapa guru berteriak “ Kapan uang sakunya?” Karena ketika itu kami mengisi pelatihan di jam terakhir sebelum penutupan.

Dari kejadian tersebut saya dapat menilai bahwa niatan guru dalam mengikuti pelatihan tersebut lebih condong kedalam uang saku bukan kedalam ilmu. Berbeda dengan suasana pelatihan yang kami laksanakan di daerah-daerah (Di pelosok Nunukan). Pelatihan yang kami laksanakan memang tidak semewah yang dilaksanakan oleh pemerintah. Ruang kelas yang dijadikan tempat pertemuan, Konsumsi dari warung nasi sederhana, tidak ada uang saku, bahkan transportasipun mereka tanggung secara pribadi. Meskipun demikian, hal itu tidak melunturkan semangat guru dalam belajar. Kami yakin, bahwa kondisi guru-guru di batas negeri ini tidak semuanya condong ke arah materi atau uang, terbukti sudah delapan kali kami mengadakan pelatihan di beberapa daerah semuanya mendapat respon yang baik dan positif. Tidak ada keluhan mengenai uang saku, bahkan para guru tersebut seakan ingin terus menuntut ilmu dari kami pemuda-pemudi yang baru lahir di dunia pendidikan.

Hal ini mungkin bisa dijadikan referensi oleh pemerintah setempat, bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui pelatihan-pelatihan guru, tidak harus dengan difasilitasinya uang saku, terbukti bahwa masih banyak guru di batas negeri ini yang masih belum mempunyai kesempatan dalam menuntut ilmu karena terbatasnya kuota pelatihan. Alangkah baiknya apabila pelatihan tersebut diadakan secara sederhana tetapi bisa menyentuh semua guru-guru yang ada di batas negeri ini.

 

 

Relawan Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (Penempatan Kab.Nunukan).
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...