Andai Duka Asap Terjadi Pada Masa Umar

Warga dengan masker di antara kabut asap. (Ahmad Syaefullah)

dakwatuna.com – Kabut asap yang terjadi di kalimantan dan sebagian besar wilayah sumatera dua bulan terakhir ini sudah seharusnya menjadi perhatian khusus bagi Presiden dan jajaran pemerintahan lainnya. Kabut asap merupakah musibah besar yang mengancam kesehatan masyarakat dan bahkan berdampak pada kematian. Peran Presiden sangatlah penting dalam menghadapi hal ini, karena tanggung jawab ini berada di pundaknya. Jika kita bercermin kembali dengan sosok amirul mukminin Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu maka akan kita dapati betapa dahsyat perjuangan beliau dalam manghadapi masa-masa sulit rakyaknya, beliau hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Akulah sejelek-jelek kepala Negara apabila aku kenyang sedangkan rakyatku kelaparan.” [Tahdzib bidayah wan nihayah]

Pada masa pemerintahan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu terjadi musibah paceklik pada akhir tahun 18 H, tepatnya pada bulan Dzulhijjah, hal tersebut berlangsung selama 9 bulan. Pada saat itu daerah hijaz benar-benar kering kerontang, bahkan tahun itu disebut juga tahun ramadah karena permukaan tanah menjadi hitam mengering akibat sedikitnya turun hujan, hingga warnanya sama dengan ramad (debu). Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu cepat tanggap dalam menghadapi masalah ini. Dia segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mal hingga gudang makanan baitul mal kosong total. Dia juga memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak, daging, susu maupun makanan yang membuatnya menjadi gemuk hingga musim paceklik berakhir. Jika sebelumnya selalu dihidangkan roti dan lemak susu, maka pada masa ini ia hanya makan minyak dan cuka. Dia hanya menghisap-hisap minyak, dan tidak pernah kenyang dengan makanan tersebut. Hingga warna kulit Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu menjadi hitam dan tubuhnya kurus. Kondisi ini berjalan selama 9 bulan. Setelah itu keadaan menjadi normal sebagaimana biasa.

Andai duka asap terjadi pada masa Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan ketika menghadapi musibah paceklik rakyat hijaz. Coba kita bandingkan masa kepemimpinan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dengan Presiden kita saat ini ketika dihadapkan dengan musibah asap yang menimpa ribuan manusia, adakah mereka menangis, adakah mereka bersedih atau hanya sekadar tidak menyantap hidangan yang lezat di hadapannya karena tergambar akan kesulitan rakyatnya. Perbandingan tersebut tidaklah lebih dekat antara LANGIT dan SUMUR. Semoga musibah asap ini segera berlalu dan presiden pun menjadi sadar dengan membaca tulisan ini. Aamiin.

Alumni Ma�had An-Nu�aimy Jakarta Angkatan 5. Guru di Pondok Pesantren Khalid bin Walid, Rokan Hulu, Riau.
Disqus Comments Loading...