[caption id="attachment_75442" align="aligncenter" width="660"] ilustrasi-tandus (inet)[/caption] dakwatuna.com - Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (As-Sajdah: 27) Air merupakan karunia Allah yang sangat besar bagi kehidupan seluruh manusia. Tubuh manusia 80 persennya adalah air, manusia diciptakan oleh Allah dari air dan setiap manusia pernah hidup di alam rahim dimana dia berenang di air ketuban dalam perut ibunya. Setelah lahir manusia juga tinggal di bumi yang 70 persennya adalah air yaitu samudra, lautan, danau-danau, sungai dan sumur. Meminum air merupakan konsumsi manusia yang utama. Karena manusia tidak mungkin makan tanpa minum. Bahkan boleh jadi manusia tetap dapat hidup dengan izin Allah tanpa makanan padat tetapi mereka pasti akan mati manakala kehausan tanpa air. Manusia memerlukan air untuk banyak keperluan; mencuci pakaian, membersihkan ruangan dan kendaraan, memasak, makan minum, mandi dan bersenang-senang. Tidak heran jika Allah menyebutkan bahwa air merupakan sumber kehidupan Kita, ”Wa ja’alnaa minal maa-ie kulla syai’in hayy” (Dan Kami (Allah) jadikan dari air itu segala sesuatu yang hidup) Hujan dan Kehidupan Air memang banyak sekali manfaatnya, terlebih lagi air hujan. Hujan pada mulanya berasal dari air yang berada dipermukaan bumi seperti air laut, danau, sungai dan sebagainya yang tersinari matahari yang kemudian air tersebut menguap atau menjadi uap dan melayang ke udara yang akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama uap-uap air yang lain. Dilangit yang tinggi uap tersebut mengalami proses pemadatan sehingga membentuk awan dan dengan bantuan angin awan-awan tersebut dapat bergerak bebas secara vertikal, horizontal dan diagonal. Akibat angin atau udara yang bergerak pula awan-awan saling bertemu dan membesar menuju atmosfir bumi yang bersuhu rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air, karena berat dan tidak mampu ditopang oleh angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh kepermukaan bumi, lalu karena semakin rendah suhu udara dan semakin tinggi suhunya maka es atau salju yang terbentuk mencair menjadi air, namun jika suhunya sangat rendah maka akan turun tetap sebagai salju, lalu turunlah hujan tersebut sampai ke bumi. Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-Ruum: 48) Seluruh makhluk sangat memerlukan air hujan yang diturunkan Allah. Tidak ada manusia yang dapat menurunkan hujan dengan kehendaknya sendiri. Karena dengan turunnya hujan Allah memberi minum kepada makhluk-makhluk-Nya di muka bumi dengan kadar izin dan ketentuan-Nya. Manusia sungguh beruntung karena air yang diturunkan Allah ini rasanya segar tidak asin, Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-Waaqi’ah: 68-70) Kedatangan hujan oleh Allah digambarkan sebagai menghidupkan bumi yang tadinya mati sehingga bumi itu menjadi segar dipenuhi dengan makanan minuman keperluan manusia. Kebanyakan manusia lalai dari bersyukur atas nikmat Allah berupa air yang sangat bermanfaat dalam kehidupannya ini. Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat). (Al-Furqan: 48-50) Hujan juga menumbuhkan atau menyuburkan tanam-tanaman sebagiannya Allah simpan di dalam tanah untuk keperluan jangka panjang manusia. Di gunung-gunung yang lebih sering terjadi hujan Allah membuat mata air yang menyatu membentuk sungai-sungai yang menjadi urat nadi kehidupan di muka Bumi. Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya. Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan, (Al-Mukminun: 18-19) Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (Ibrahim 32) Allah memberi makan dan minum manusia, berupa buah-buahan dan sayur mayur yang beraneka ragam jenis dan warnanya, padahal disiram dengan air yang sama. Tidak ada satu pun manusia yang mampu menumbuhkan satu pohon pun, semua berjalan atas kehendak dan karunia Allah semata. Allah juga melengkapi hidup manusia dengan binatang yang hidup di darat sungai, danau maupun di laut. Hewan ternak yang dimakan manusia juga memerlukan makanan dan minuman yang kesemuanya bersumber dari air. Jika hujan berkurang sudah pasti terjadi ketidakseimbangan di alam yang mengakibatkan kurangnya keperluan manusia. Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). (An-Naml: 60) Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (As-Sajdah: 27) Perbuatan Manusia dan Peringatan Allah Sebenarnya dalam kondisi musim kering sekali pun Allah tetap memberikan hamba-hamba-Nya buah-buahan yang banyak mengandung air seperti kelapa jambu, melon, semangka, dan lain-lain. Namun begitu hujan ini Allah tahan untuk beberapa waktu lamanya di suatu wilayah maka daerah tersebut menjerit karena mengalami berbagai kesulitan hidup. Musim kemarau panjang kini tengah melanda negeri kita. Pada saat kemarau seperti ini, datanglah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab membakari hutan baik secara sengaja atau tidak yang mengakibatkan bermunculannya kabut asap yang tidak terkendali. Banyak daerah tertimpa bencana kabut asap. Pekan Baru, Bengkulu, Palembang Jambi, dan sebagian besar Pulau Sumatera diselimuti asap yang sangat mengganggu kegiatan dan merusak kesehatan demikian juga di sebagian Pulau Kalimantan seperti di Banjarmasin dan Palangka Raya kabut asap sangat mengganggu aktivitas masyarakat. Akibat kabut asap ini muncul berbagai penyakit yang payah seperti gangguan saluran pernafasan, paru-paru, penyakit mata dan lain sebagainya. Penyakit akibat asap sudah merenggut beberapa nyawa, dan akibat penyakit ada yang menahun terutama pada anak-anak sehingga dampaknya merusak jaringan sel dan syaraf setelah mereka dewasa nanti. Kemarau panjang di suatu wilayah atau kurangnya hujan di daerah lain bukan peristiwa biasa, namun merupakan peringatan dari Allah Taala agar manusia kembali mengingat nikmat Allah berupa air. Kelalaian dan kesombongan manusia yang melampaui batas terkadang melupakan bahwa Allah mampu berbuat sesuai dengan kehendak-Nya. Allah telah memberi peringatan: Katakanlah, “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?" (Al-Mulk: 30) Kekurangan air hujan boleh jadi disebabkan karena banyaknya perbuatan maksiat kepada Allah di wilayah atau di negeri tersebut. Karena itu, apabila kita menginginkan hujan segera turun dan kabut asap dapat ditanggulangi, seluruh rakyat hendaknya bertobat memohon ampunan Allah dan menghentikan perbuatan-perbuatan maksiat seperti zina, judi, miras, narkoba, kekerasan, perselisihan, dan hal-hal yang dimurkai Allah lainnya. Para pemimpin di daerah yang ditimpa bencana asap maupun di pusat sudah selayaknya menyadari kesalahan mereka yaitu membiarkan para perambah hutan membakari rumput atau mengambil kayu dengan cara membakar hutan. Kemudian para pemimpin dan rakyat yang sadar dimana pun yang tertimpa kekeringan hendaknya membuat kegiatan doa dan istighfar bersama. Dia yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tidak akan menyia-nyiakan doa dan permohonan hamba-hamba-Nya yang mengaku kesalahan dan memohon ampunan kepada-Nya. Janji Allah akan berlaku sebagaimana dikatakan Nuh Alaihis Salaam kepada kaumnya, maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Nuh: 10-12).. Mintalah Hujan Kepada Allah Memohon kepada Allah agar segera diturunkan hujan di saat musim kemarau merupakan salah satu syariat Islam. Di suatu daerah yang dilanda kemarau berkepanjangan masyarakatnya dapat melakukan doa dan shalat bersama yang disebut dengan “shalat istisqa” (shalat minta hujan). Pemimpin hendaknya mengumumkan pelaksanaan shalat istisqa tersebut beberapa hari sebelumnya sambil mengajak orang-orang bertobat dari kemaksiatan, keluar dari kezhaliman, berpuasa sunnat dan meninggalkan perselisihan. Kemaksiatan merupakan penyebab datangnya paceklik sebagaimana ketaatan merupakan penyebab datangnya kebaikan dan keberkahan. Saat mendatangi shalat istisqa jamaah shalat boleh membawa binatang-binatang ternak dan diwajibkan menunjukkan kesederhanaan di hadapan Allah dengan tidak menggunakan pakaian mewah. Shalat istisqa mirip dengan shalat dua hari raya Iedul Fitri dan Iedul Adha dan dikerjakan di waktu yang sama yaitu awal pagi sekitar Jam 6 hingga Jam 8 pagi. Pada rakaat pertama dibaca takbir tujuh kali dan rakaat kedua lima kali takbir. Imam juga berkhutbah dengan memperbanyak istighfar kepada Allah. Sebelum menyelesaikan khutbahnya Imam menghadap ke arah Kiblat dan membaca doa yang diaminkan oleh para jamaah dengan penuh khusyu dan tawadhu. Doa ini sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad saw yang artinya, Ya Allah berikanlah kepada kami hujan yang menyelamatkan, tidak mengandung bahaya, yang membawa akibat baik, menyegarkan, airnya melimpah, besar manfaatnya, merata, dalam waktu yang lama dan kuat curahannya terus menerus. Ya Allah siramkanlah hujan kepada kami dan janganlah Engkau menjadikan kami termasuk orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, berkatilah para hamba-Mu, daerah-daerah, hewan-hewan ternak, dan para makhluk yang kelaparan, kesulitan dan kesempitan yang tidak kami keluhkan kecuali kepada-Mu, Ya Allah tumbuhkanlah tanaman kami jadikanlah sir susu ternak kami berlimpah ruah, siramilah kami dengan sebagian dari berkah langit, dan tumbuhkanlah bagi kami sebagian dari berkah bumi. Ya Allah hilangkanlah dari kami kepayahan, kelaparan, kurang sandang, dan lepaskanlah kami dari malapetaka yang tidak seorang pun dapat melepaskannya kecuali Engkau. Ya Allah sungguh Kami memohon ampun kepada-Mu karena sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengampun , kirimkanlah kepada kami hujan yang deras. Ya Allah siramilah hamba-hamba-Mu, binatang-binatang ternak-Mu curahkanlah rahmat-Mu, dan hidupkanlah daerah-Mu yang mati. (aus/dakwatuna)