[caption id="attachment_53920" align="aligncenter" width="450"] Massa PKI dalam satu demonstrasi di Jakarta. (kaskus.co.id)[/caption] dakwatuna.com - Runtuhnya Order Baru (Orba) dan semakin bebasnya masyarakat untuk berbicara dan berpendapat telah membawa suatu resiko dan peluang. Resiko berupa menjamurnya pemahaman-pemahaman yang terlarang baik menurut Islam atau konstitusi. Dan juga peluang untuk pembangunan lebih baik lewat demokrasi. Juga tak lupa, peluang untuk semakin mudah memetakan siapa dan bagaimana suatu paham terlarang itu tumbuh di ladang NKRI ini. Yusril Ihza Mahendra, dalam wawancara dengan Tajuk (9/2/ 2000), menuturkan, setelah di Fakultas Sastra UI menyimak karya-karya Marx, Engels, Lenin, Stalin, Tito, Mao, Tan Malaka, dan Aidit serta tulisan golongan kiri di Tanah Air sejak pra-kemerdekaan seperti Ir Baars, ia berkesimpulan bahwa sebagai ideologi, komunisme tidak akan pernah mati. ‘’Dalam perkembangannya, adakalanya komunisme berubah bentuk menjadi pseudo-religion, walaupun pada dasarnya filsafat Marx digolongkan sebagai atheisme filosofis. Sebagai pseudo-religion komunisme dapat menumbuhkan semangat fanatisme,’’ terang Yusril. Sebagaimana dikutip dari laman Suara Islam, ia mencontohkan, ada sejumlah aktivis pergerakan Islam yang kepincut slogan PKI lalu menjadi kader PKI. Beberapa tokoh Sosialis Kiri Belanda seperti Snievliet dan Ir Baars, giat menggarap kelompok pemuda radikal di Semarang yang aktif dalam Sarekat Islam. Akhirnya, pemuda-pemuda seperti Semaun dan Darsono menjadi tokoh-tokoh komunis sungguhan. Tokoh-tokoh Sarekat Islam yang lain tetap menjadi penganut Islam-Marxis seperti Kyai Misbach dan KH Ahmad Dasuki Siradj di Solo serta Haji Datuk Batuah di Minangkabau yang terlibat dalam Peristiwa Silungkang tahun 1927. Akhir tahun 2015 ini diramaikan dengan maraknya pertarungan rekayasa persepsi baik di media arus utama ataupun media sosial. Sebut saja, isu: permintaan maaf kepada PKI, pencabutan Tap MPRS tentang komunisme, pemutar balikan makna dan fakta, penguatan paham anti komunisme dan sebagainya. Namun, yang menarik adalah munculnya suatu istilah baru bernama Komunisme Gaya Baru (KGB). Saiful Bahri seorang pengamat komunisme dan PKI menulis tentang opini dari Ketua Taruna Muslim bahwa gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) gaya baru memilih 3 bentuk pendekatan. Satu, berusaha menjadi organisasi sosial politik legal. Dua, infiltrasi ke pelbagai institusi sosial (Ormas, Orpol, komunitas, dsb). Tiga, melakukan aktivitas secara klandesten (tersembunyi). Namun, ada satu lagi yang sebenarnya tak boleh dilupakan. Dengan ini maka menjadi empat macam pendekatan PKI gaya baru atau populer disebut Komunis Gaya Baru (KGB). Jawwi' kalbaka, yatba'ka (buatlah anjingmu lapar, maka ia akan mengikutimu). Ini adalah suatu peribahasa arab yang mengandung makna dalam di dunia rekayasa sosial (social engineering). Pendapat keempat tentang pendekatan KGB sangat terkait dengan hal ini. Salah satu motivasi yang dibangun... Salah satu motivasi yang dibangun oleh pelbagai paham pergerakan adalah merekayasa persepsi manusia tentang apa itu hidup sejahtera. Kesejahteraan hidup adalah kebutuhan tiap insan. Namun, dalam mendeskripsikan kesejahteraan, tiap paham atau ideologi memiliki perbedaan. Demikian juga dengan komunisme. Hidup sejahtera yang salah satu parameternya adalah pemerataan mencoba ditanamkan dengan kuat. Itulah kenapa di zaman dimana imperialisme dan ketimpangan sosial nyata terjadi, maka komunisme memiliki "amunisi" atau enabling environment yang cukup untuk tumbuh. Masih terkait dengan peribahasa Arab di atas. Situasi ekonomi dan sosial politik yang cukup mengerutkan dahi akhir-akhir ini akan dimanfaatkan oleh KGB. Dengan situasi yang "chaotic" maka KGB akan berusaha mewujudkan disordering society, yaitu masyarakat yang tidak tertata. Salah satu cirinya adalah pertanyaan "who is actually in charge"? Hari ini para elit lokal yang biasa didengar masyarakat semakin terdelegitimasi secara terencana. Ulama di pedesaan, tokoh masyarakat yang dituakan, para pakar ahli dan berbagai kalangan elit lain mulai lemah dan tidak didengar lagi oleh sebagian masyarakat. "Ngapain ulama mengurusi perkara pemerintahan?" Adalah salah satu opini yang bisa disinyalir sebagai ciri-ciri situasi ini. "Bubarkan DPRD" atau "Ayo kita golput", juga dapat ditengarai menjadi opini-opini serupa. Situasi "disorder" akan menguntungkan KGB. Karena mereka yang semula tidak memiliki legitimasi kuat di mata masyarakat mulai mendapat tempat. Di sisi lain, mereka akan mudah memasukkan paham tentang deskripsi kesejahteraan bagi mereka yang jengkel dan tidak puas dengan situasi yang tercipta ini. Laman Suara Islam edisi awal Oktober 2013 mengabarkan bahwa suasana kondusif buat kebangkitan PKI adalah ketimpangan sosial-ekonomi demikian tinggi, konflik antar golongan yang kian merebak, serta meningkatnya jumlah orang miskin dan pengangguran. Dan semua itu, kini terhampar dipenghujung pemerintahan SBY. Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta (1/7/2013), mengatakan, jumlah penduduk miskin hingga Maret 2013 sebanyak 28,07 juta orang. Dimana sampai saat ini, di seluruh Nusantara masih terdapat 183 Kabupaten tertinggal dari 409 Kabupaten di Indonesia, atau sekitar 45 persen dari seluruh kabupaten. Jumlah desa miskin di seluruh Indonesia lebih dari 20.000, termasuk yang dihuni oleh lebih dari 10.000 orang suku terasing. Dari sumber yang sama, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman, menuturkan, indeks Rasio Gini tahun 2013 sebesar 0, 42. ‘’Artinya, kesenjangan sosial dan ekonomi di negara kita justru makin parah dan sudah mendekati situasi lampu merah, " katanya. Kehadiran KGB ini memang tak boleh dianggap remeh sebagaimana kehadiran syiah di negara tercinta ini. Masih dari narasumber yang sama, disebutkan bahwa salah satu mantan KSAD TNI memberikan informasi bahwa pernah disinyalir 60 anggota DPR yang teridentifikasi sebagai bagian dari KGB. Salah satu dosen di universitas swasta di Jakarta pula menuturkan bahwa KGB menargetkan 400 kursi di DPR untuk melakukan sesuatu terhadap konstitusi yang melarang paham komunisme. Dari laman Suara Islam pada Oktober 2013 pula dikutip pendapat beberapa tokoh. Peringatan propaganda PKI di Indonesia, disampaikan... Dari laman Suara Islam pada Oktober 2013 pula dikutip pendapat beberapa tokoh. Peringatan propaganda PKI di Indonesia, disampaikan antara lain oleh KH Hasyim Muzadi. Tokoh PBNU itu menyatakan, wacana seputar PKI akhir-akhir ini tidak terlepas dari kepentingan global yang menginginkan terjadi konflik di Indonesia sehingga mudah diintervensi. “Neokomunisme dipakai untuk membongkar-bongkar luka lama agar terjadi konflik besar di Indonesia. (Seperti propaganda) PKI tahun 65 tidak salah, yang salah adalah Banser, yang salah adalah tentara,” katanya dalam Sarasehan Nasional "Sinyalemen Kebangkitan Kembali Gerakan Komunisme di Indonesia" di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Selasa (12/2/2013). “Komunisme memang mempunyai keahlian di bidang itu. Bagaimana dia membersihkan diri dari kesalahannya, melemparkan kesalahan kepada orang lain, dan akhirya dia meminta imbalan dari kesalahan yang dilimpahkannya itu,” imbuh Hasyim. Mantan Ketua Umum PBNU ini memandang, beberapa kasus kekerasan, seperti konflik sunni-syiah, pembakaran gereja, pembakaran masjid, secara bertahap telah membentuk opini global tentang citra keberagamaan di Indonesia. Ada pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan momen seperti ini, salah satunya komunis. KH Hasyim Muzadi menegaskan, gerakan komunisme saat ini juga membonceng isu HAM. “Sekarang ini, gerakan itu masuk melalui ide, tidak seperti G 30 S PKI dulu, dan jika dulu menggunakan revolusi sekarang ini komunis menumpang HAM, apalagi di Indonesia HAM ini tidak jelas jenis kelaminnya,” ujarnya Dari laman Harian Pelita memberitakan bahwa gerakan KGB sudah berkembang hingga pedesaan. Gabungan Elemen Masyarakat Waspada Bahaya Laten Komunis melaporkan beberapa anggota DPR-RI ke Dewan Kehormatan DPR dan Mendagri, meminta dilakukan pemeriksaan terhadap anggota DPR tersebut atas penyalahgunaan fasilitas negara untuk membangkitkan kembali neo-komunisme. Sebagai salah satu bukti adalah acara temu kangen beberapa oknum anggota DPR RI dengan orang tua dan anak-anak eks PKI yang tergabung dalam Paguyupan Korban Orde Baru (Pakorba) semula direncanakan di Rumah Makan Pondok Wina, namun kemudian dialihkan ke Rumah Makan Pakis Ruyung di Jalan S Parman No 98 Banyuwangi. Gabungan Elemen Masyarakat Waspada Bahaya Laten Komunis menduga rapat di Rumah Makan Pakis Ruyung itu sebagai upaya menghidupkam kembali Partai Komunis di Indonesia dan atau setidak-tidaknya berbentuk Partai Komunis Gaya Baru (KGB). Hal itu dapat dibuktikan dengan sebuah rekaman dalam bentuk kepingan CD dalam acara temu kangen itu yang dari awal bicara sampai akhir bicaranya penuh dengan provokasi, membangkitkan semangat perjuangan menguak dendam masa lalu dan provokasi membakar semangat panas bagi orang-orang bekas PKI yang masih hidup dan anak-anaknya, tulis mereka. Anehnya lagi, dalam undangan temu kangen disebutkan ada hiburan Angklung Soren (Layar Kumendung). Yang patut diduga yayasan tersebut telah mengorbitkan kembali lagu-lagu rakyat yang dibuat PKI sebelum 1965. Masih dari narasumber pengamat KGB yang sama, disebutkan bahwa KGB juga aktif melakukan kongres. Misalnya, Kongres kesembilan digelar di Cianjur dengan cover pertemuan koperasi, sebagai kelanjutan dari kongres kedelapan di Sukabumi pada tahun 2000. Lalu, kongres kesepuluh di Ngablak (Magelang) yang di hadapan publik pihak tersebut menggunakan cover pelatihan pupuk organik namun di dalamnya terdapat aktivitas yang diduga terkait dengan KGB. Apakah kampanye "awas KGB" ini berhasil atau tidak hanya bisa kita saksikan nanti di masanya. Namun, informasi yang beredar secara viral di media sosial kita dapat menjadi tolak ukurnya. Ada apa dengan organisasi bernama Partai Demokratik Patriot Indonesia dan Partai Rakyat Pekerja, bagaimana infiltrasi agen-agen KGB ke Ormas dan Orsospol, kiprah tokoh bernama Begug Sastro dan Siswoyo dan seperti apa pertemuan-pertemuan yang mengumpulkan para korban PKI. Semua itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang layak kita nanti jawabannya. Tentu pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas akan dipungkasi dengan suatu pertanyaan besar. Apakah situasi sosial-politik-ekonomi yang gaduh dan carut marut ini yang menjadi pendekatan keempat dari KGB, yang juga menjadi enabling environment bagi menjamurnya paham KGB, adalah situasi yang tak sengaja terciptakan ataukah sengaja diciptakan? (hatma/dakwatuna)