Topping Alphabet untuk Arya

Ilustrasi. (Nurhasanah)

dakwatuna.com – Sengatan matahari pagi itu tak menyurutkan semangatku untuk melangkah ke sekolah pengabdianku. Sudah 8 purnama berlalu di tanah surga katanya ini. Seperti biasanya aku berangkat ke sekolah sepagi mungkin layaknya seorang siswa yang takut akan datang terlambat. Sekolah penempatanku tidak jauh dari rumah warga yang aku tinggali. SDN Sindangresmi 2 Kecamatan Sindangresmi Kabupaten Pandeglang menjadi saksi atas pengabdian ku menjadi seorang Relawan Pendidikan. Program Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa telah mengantarkanku menjadi seorang guru kehidupan di daerah penempatan.

Pertama kali datang di daerah ini, aku merasakan bahwa mungkin ini sudah menjadi takdir yang sudah digariskan oleh Allah untukku mengabdikan diri. Awalnya ingin berada di daerah timur Indonesia, merasakan tantangan yang luar biasa di sana. Kabupaten Wakatobi menjadi pilihan yang pernah aku utarakan. Namun, keinginan untuk pergi ke sana tidak digubris sama sekali oleh pihak Management SGI. Tetapi, ya sudahlah, mau di mana saja aku ditugaskan toh itu adalah ladang dakwah bagiku. Allah yang menjadi saksi perjalanan ku selama bertugas di Kampung Lebak Gedong Desa Sindangresmi Kecamatan Sindangresmi Kabupaten Padeglang.

Semester yang lalu, aku menemui anak, benama Arya. Anak ini dulunya kelas IV dan sekarang sudah duduk di kursi kelas V.

“Di sini, siapa yang belum bisa baca? Coba acungkan tangannya,” tanyaku.

“Arya, Bu guru,” jawab kelas IV dengan serentak.

“Arya….mmmm…..baiklah…Arya, nanti sore datang ke rumah ibu guru ya. Biar ibu ajarkan membaca,” ujarku.

“Ya, Bu,” Jawab Arya.

Dan akhirnya tiba saatnya waktu sore, aku pun dengan segenap hati menunggu siswaku yang istimewa itu. namu pada akhirnya dia tak menampakkan wujudnya di depan mataku. Aku coba terus untuk tetap menunggu. Tapi hasilnya sama. Dia tak datang menemui diriku. Tak mengapa, pikirku. Besok aku akan bertemu dengannya.

Sesampainya di sekolah, aku tak mendapati Arya di dalam kelas maupun di luar kelas. Mataku terus mencari anak yang hampir sama tingginya denganku. Aku bertanya dengan teman-temannya tetapi hanya menjawab tidak tahu. Mungkin saja hari itu dia tidak sekolah karena sakit atau membantu ibunya mengasuh adiknya.

“Sudahlah, akan ada hari-hari berikutnya, pasti Arya akan masuk sekolah,” Pikirku.

Detikpun berganti menit, menit berganti jam, dan jam berganti. Hari demi hari berlalu, namun Arya tak kunjung datang ke sekolah. Apa gerangan yang menyebabkan ia sampai tak bersekolah. Sampai pada akhirnya sudah akan memasuki ujian semester genap lalu ia pun tak datang. Tiga hari menjelang ujian kenaikan kelas semester genap yang lalu, anak ini tiba-tiba mucul kembali. Hadir di tengah-tengah teman-temannya yang tengah sibuk belajar untuk persiapan ujian kenaikan kelas. Dia, Arya anak kelas tinggi yang belum bisa membaca ini, aku sangat mencemaskan saat ujian. Khawatirnya dia tidak bisa menjawab soal dengan tepat. Tapi aku yakin semuanya akan lulus ujian dan naik ke kelas V.

Keyakinanku tak terbantahkan, semua siswa kelas IV akhirnya naik ke kelas V termasuk si anak istimewa Arya. Namun, aku harus bisa membuat anak yang satu ini bisa membaca. Dengan cara apapun, upaya apa saja harus aku lakukakn agar siswaku ini bisa membaca.

Awalnya aku mendekatinnya dan bertanya apa yang suka dia lakukan selepas pulang dari sekolah. Ternyata dia suka bermain dengan temannya. Dia suka bermain sepak bola. Aku mencari tahu tentang hobi anak ini. Ternyata dia suka menggambar dan mencoret-coret bukunya. Entah makna apa saja goresan tinta yang sudah dia torehkan di lembaran paling belakang bukunya.

Aku mengajaknya untuk menggambar dan ternyata hasilnya tidak mengecewakan. Kemudian aku mulai berpikir membuat alat peraga dari tutup botol bekas yang aku tuliskan di atasnya huruf abjad mulai dari A-Z. Alat peraga ini sangat mudah dan murah, hanya terbuat dari botol bekas, kertas karton, kertas kado , lem dan crayon. Untuk alatnya sendiri kita hanya butuh gunting, pensil, penggaris dan spidol. Tak butuh waktu yang lama untuk membuatnya hanya beberapa jam dalam sehari.

Tutup botol bekas pertama-tama dibersihkan atau dicuci dan kemudian dijemur dibawah terik sinar matahari. Kertas karton diberi garis tepi dan kemudian dikasih border yang ditempelkan kertas kado yang sudah digunting. Setelah itu diberi garis kotak-kotak di dalamnya seperti catur. Lalu kotak-kotak tersebut di berikan warna secara diagonal. Setelah jadi aku memberikan judul diatas karto tersebut yaitu TOPPING ALPHABET.

Hari pertama aku memanggil Arya untuk menggunakan alat peraga ini bersamaku. Sesuai dengan pengarahanku anak ini mengikuti perintahku. Awalnya aku bertanya ini huruf apa. Tapi ternyata Astaghfirullahaladzim, anak ini sama sekali tidak mengenal huruf. Untuk menyusun huruf membentuk namanya saja dia merasa kesulitan. Namu atas bimbinganku, sedikit demi sedikit anak ini sudah mulai paham dan bisa menyusun namanya. Perlu waktu yang cukup lama, sekitar satu jam waktu istirahat untuk mengajarinya. Aku lalu memintanya untuk menyusun huruf itu menjadi namaku. Akhirnya ia bisa, walaupun sangat lama, aku sangat mengahrgai usahanya untuk bisa mengenal huruf dan setidaknya bisa membaca. Aku kemudian bertanya tentang huruf-huruf lainnya. ternyata Arya masih kebingungan dengan huruf-huruf seperti huruf D, K, L, Y, V, J, F, P, Q, G, C, X dan Z.

Di hari kedua aku mengisntruksikan Arya untuk kembali menyusun huruf-huruf itu menjadi namanya. Tampaknya tidak terlalu sulit baginya. Nah sekarang aku memintanya untuk menyusun huruf tersebut menjadi kata kerja yang sering dipakai misalnya MAKAN, MEJA, dan TAS. Alhamdulillah, dia sudah bisa. Semoga anak ini bisa membaca dengan cepat dan lancar sebelum aku kembali ke BOGOR. Aku yakin dia pasti bisa. Semangat Arya, jangan pantang menyerah.

 

Relawan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa. Penempatan Kab. Pandeglang-Banten.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...