Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Pemberian, Bukan Sekadar Memberi

Pemberian, Bukan Sekadar Memberi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

Makna Pemberian Berlandaskan Alam Pikiran

dakwatuna.com – Perkembangan era globalisasi terus menerus mengasah kemampuan manusia untuk lebih terbuka dengan informasi baru. Era globalisasi ini berdampak pada sendi-sendi perilaku manusia yang sering disebut, manusia modern yang semakin sibuk dengan pekerjaannya cenderung individualis. Amerika sebagai negara yang menganut paham Ideologi Liberalis sering dijadikan contoh sebagai negara yang masa depan bagi negara-negara yang masih berkembang. Karena itulah, kemajuan teknologi selalu dikaitkan dengan kepribadian orang-orang di Amerika. Mereka dipandang manusia yang individualis sehingga setiap orang mengira bahwa perilakunya tersebut akibat dari arus globalisasi yang semakin mengakar di dunia ini. Komunikasi yang terjadi pun atas dasar kepentingan semata, yaitu kepentingan kekeluargaan. Seolah-olah jiwa sosial mereka digambarkan oleh sebagian orang sudah mulai luntur. Akibatnya, interaksi mereka pun hanya sebatas pada pekerjaan semata. Hal ini berbeda dengan negara-negara berkembang, apalagi negara miskin yang masih terlihat interaksi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang tidak didasarkan pada pekerjaan semata. Terkadang masyarakat berkumpul hanya sekadar bertukar cerita tentang kehidupannya masing-masing sehingga masih dimungkinkan terjadinya saling bertukar barang atau pun saling memberi satu sama lain ketika ada tetangga atau orang di sekitarnya yang sedang mengalami kesulitan.

Kegiatan saling memberi atau benda pemberian diartikan oleh beberapa masyarakat tidak hanya sekadar memberikan atau menerima suatu benda kepada dan dari orang lain namun kegiatan itu memiliki makna yang mendalam. Di Samoa, setiap pemberian meninggalkan kewajiban bagi yang mendapatkan hadiah untuk membalas pemberiannya tersebut. Mereka berkewajiban mutlak untuk mengembalikan hadiah yang telah diterimanya, yang diatur oleh adanya hukuman akan kehilangan mana, otoritas, dan kekayaan apabila tidak melakukannya. Contoh lain terjadi di Suku Taonga pada suku Maori. Ketika kita mendapatkan hadiah dari orang yang kita beri suatu benda atau pun sesuatu yang lainnya. Di sana, suatu pemberian itu dimaknai sebagai sebuah kebaikan yang harus dibalas dengan kebaikan. Dijelaskan pula bahwa ada kewajiban untuk menerima dan memberi. Kewajiban memberi ini terjadi pada suku Dayak, ketika mereka akan melaksanakan makan kemudian ada orang lain maka orang lain itu akan diajak bersama-sama untuk turut makan atau ada orang yang mengetahui proses penyajian makanan maka orang yang mengetahui tersebut pula wajib ikut makan bersama-sama.

Hal lain yang unik pada beberapa masyarakat suku bangsa bahwa ketika menolak untuk memberi hadiah atau lalai mengundang, adalah –sama dengan menolak untuk menerima –sama dengan membuat suatu pernyataan perang; ini sama dengan suatu penolakan terhadap saling berhubungan dan persahabatan. Makna-makna pemberian ini dibahas lengkap dalam sebuah buku karya Marcell Mauss yang berjudul “Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno”. Pada festival Mia-mila, sebuah potlach untuk menghormati yang sudah mati, dua macam vaygu’a – benda-benda kuala dan yang sekarang malinowski mendeskirpsikannya untuk pertama kali sebagai vaygu’a yang permanen – diperlihatkan dan ditawarkan kepada para roh, yang mengambil bayangan dari semuanya ini dan membawanya ke tempat dari mereka yang sudah meninggal; di mana para roh tersebut bersaing satu sama lainnya dalam hal kekayaan sebagaimana yang dilakukan oleh manusia dalam kepulangan kembali mereka itu dari kuala yang bersifat keagamaan. Van Ossenbrugen, seorang ahli teori dan juga seorang pengamat yang unggul telah mencatat suatu permasalahan lain. Pemberian hadiah kepada sesama manusia dan kepada dewa-dewa mempunyai tujuan yang lebih jauh untuk membeli perdamaian.

Pentingnya memberi kepada orang lain, terutama kepada orang miskin ini memunculkan tindakan konsep sedekah, ini didasarkan bahwa manusia muncul sebagai perwakilan dari dewa-dewa dan mereka yang sudah mati, jika sesungguhnya dia telah pernah berhenti menjadi seperti itu. Orang Hausa sering kali terjadi suatu penyakit demam endemik pada waktu jagung-guinea sudah siap dipanen, dan cara satu-satunya untuk mengatasinya ialah dengan cara memberikan hadiah gandum kepada orang miskin. Konsep berpikir tentang pemberian tersebut kemungkinan diadopsi oleh beberapa lembaga kemanusiaan yang tidak selalu mempunyai orientasi profit dalam menjalankan kegiatannya. Hal tersebut pula mirip dengan konsep ajaran-ajaran agama, misalnya agama Islam yang menganjurkan membantu sesama manusia tanpa pamrih dan ketika membalas kebaikan orang lain harus lebih daripada apa yang ia terima.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pemuda desa dari pelosok Jawa Barat berangkat ke Surabaya dengan membawa mimpi-mimpi indahnya ke Universitas Airlangga. Ia bercita-cita ingin menjadi seniman besar Indonesia yang mempunyai yayasan sosial budaya. Saat ini ia aktif di berbagai kegiatan kampus maupun luar kampus seperti di Lembaga Dakwah Kampus Unair dan komunitas pendidikan "Kelas Matahari".. Tidak hanya itu ia merupakan salah satu Finalis DUTA Unair 2015 dan aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Tari dan Karawitan Unair.

Lihat Juga

Cinta Adalah Memberi

Figure
Organization