DPR Sebut Masih Ada Kontradiksi Kodifikasi Dalam Rancangan KUHP

anggota Komisi VIII DPR Nasir Djamil. (ANTARA/Yudhi Mahatma/bb)

dakwatuna.com – Jakarta. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil mengatakan, masih ditemukannya kontradiksi system kodifikasi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang disampaikan pemerintah melalui surat presiden pada 5 Juli 2015 lalu.

“Rekodifikasi dalam RKUHP terlihat setengah hati, masih ditemukan kontradiksi system kodifikasi di dalamnya,” kata Nasir, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dalam siaran persnya, Rabu (2/9).

Lebih lanjut Nasir menilai, beberapa kontradiksi itu terlihat dari penyimpangan aturan main dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun, penempatan istilah dalam RKUHP justru ditempatkan pada Bab terakhir RKUHP yakni Pasal 164-Pasal 217. “Sejatinya istilah diletakkan pada Bab 1, jika kita mau taat asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,” ungkap Nasir.

Selain itu, Nasir menilai RKUHP ini tidak berhasil meninggalkan warisan kolonial. Model pembukuan RKUHP, jelas Nasir, tidak jauh berbeda dengan KUHP kolonial yang terdiri dari dua buku. Buku pertama berbicara tentang ketentuan umum dan buku kedua tentang tindak pidana (kejahatan). “Namun yang membedakan pada KUHP Kolonial ada buku Ketiga yang berbicara mengenai pelanggaran,” jelas Nasir.

Nasir menambahkan pihaknya menilai RKUHP belum berhasil menyatukan sistem pemidanaan dan tumpang tindihnya ketentuan pidana dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 218 RKUHP yang menyatakan ketentuan dalam Bab 1 sampai dengan Bab V buku kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang” ungkap Nasir.

Untuk itu, Nasir berharap, dalam kerangka politik hukum, persoalan system kodifikasi dalam RKUHP ini perlu dipertegas sebelum adanya pembahasan. Menurut Nasir, persoalan system kodifikasi ini sangat fundamental, jangan sampai RKUHP justru menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekacauan penerapan pasal dalam peraturan perundang-undangan. “Penerapan undang-undang tindak pidana khusus dalam RKUHP terkesan asal comot, sehingga RKUHP ini dapat menjadi persoalan baru dalam criminal justice system di Indonesia,” tutup Nasir. (abr/dakwatuna)

Seorang suami dan ayah
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...