Pedagang Nasi Kuning Naik Haji, Ini Kisahnya

Calon jamaah haji menaiki pesawat di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Senin (1/9). (bisnis.com)

dakwatuna.com – Setiap musim pelaksanaan ibadah haji tiba, ada saja kisah-kisah inspiratif dan mengharukan yang datang dari berbagai belahan bumi.

Kisah kali ini mengingatkan kita pada sinetron tukang bubur naik haji, namun kali ini ada pedagang nasi kuning pergi haji. Dialah Halimah, perempuan berusia sekitar 60 tahun yang berangkat dari embarkasi Makasar atau Ujung Pandang (UPG1).

Halimah baru tiba di Mekah pada Ahad (30/8) setelah perjalanan panjang sekitar 7 jam sampai dengan 8 jam dari Kota Nabi, Madinah ke Makkah.

Dilansir dari republika.co.id, Halimah bercerita tentang pengalamannya sampai ke Tanah Suci. “Sudah lama saya ingin berhaji,” katanya memulai pembicaraan.

Untuk mewujudkan impiannya itu, Halimah yang sehari-hari berjualan nasi kuning dengan menggunakan gerobak di Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Poliwali Mandar, Sulawesi Selatan, ikut arisan.

“Arisannya satu juta rupiah per bulan. Begitu dapat (arisan) Rp22 juta, langsung saya pakai buat daftar haji pada tahun 2009,” kata ibu menetap di kecamatan yang lebih sering disebut oleh penduduk sekitar sebagai kampung Jawa itu

Beruntung Halimah tidak harus menunggu lama. Padahal, untuk pendaftaran tahun ini, calon haji dari sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan, seperti Waju, harus menunggu sekitar 28 tahun. Dari hasil berjualan nasi kuning beserta lauk-pauknya itu, Halimah juga bercerita mampu menyekolahkan kedua anaknya hingga menjadi bidan.

“Satu anak perempuan saya menjadi (bidan) PNS (pegawai negeri sipil),” ujarnya bangga.

Namun, sayangnya Halimah hanya berangkat haji sendiri. Anak-anaknya tidak bisa ikut mendampinginya karena ketika dirinya mendaftar haji, mereka masih sekolah dan kuliah. “Di kamar ini hanya saya yang berasal dari Jawa, yang lain orang Makasar,” ucapnya lagi.

Halimah terpaksa tinggal di hotel siang itu karena kondisi fisiknya juga terbilang lemah. “Saya tidak kuat berjalan jauh,” katanya sambil memegang lututnya yang mungkin sudah tidak mampu lagi menopang tubuhnya yang subur.
Sementara itu, tiga rekan sekamarnya telah berangkat menggunakan Bus Shalawat ke Masjidilharam untuk Salat Zuhur di dekat Kabah berada.

Kisah lain datang dari Rohima (62), seorang penjual nasi uduk, warga RT 01 RW 01 Kelurahan/Kecamatan Sawangan, Depok. Dengan hasil berjualan nasi uduk, ia mampu pergi haji pada tahun ini.

“Alhamdulillah, Allah SWT telah memberi kesempatan kepada saya untuk berangkat ke Tanah Suci tahun ini. Ini berkat doa dari keluarga, tetangga, dan pelanggan nasi uduk saya,” ujarnya, Jumat (28/8/2015) seperti dikutip dari okezone.com

Tekad Rohima untuk bisa menunaikan ibadah haji memang luar biasa. Setiap pukul 03.00 WIB, dirinya sudah bangun untuk memasak nasi uduk dan beberapa jenis gorengan. Alhasil, empat dari enam anaknya berhasil kuliah hingga perguruan tinggi dan telah menjadi sarjana.

Setelah enam anaknya selesai mengenyam pendidikan, Rohima sedikit demi sedikit mulai menabung untuk berangkat haji.

“Saya kumpulkan uang hasil jualan nasi uduk. Waktu itu saya hanya mampu kumpulkan uang sehari Rp3.000. Alhamdulillah, di 2010, saya mulai setoran awal, waktu itu Rp25 juta,” paparnya.

Rohima yang bergabung dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Al Karimiyah pimpinan KH Ahmad Damanhuri akan berangkah ke Makkah pada Sabtu 29 Agustus 2015. Ia bersama 65 jamaah haji lain tergabung dalam keloter 21. (sbb/dakwatuna)

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...