Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Laa Tahzan, Masih Banyak Kebahagiaan

Laa Tahzan, Masih Banyak Kebahagiaan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – “…Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” (Q.S. Yusuf : 86) 

“Ya Allah, aku memohon perlindungan dengan-Mu dari keluh kesah dan kesedihan…” (H.R. Abu Daud)

Bulir-bulir hangat itu mengalir, di ujung titik terjatuh yang kemudian meretas dan bentukannya mengawan dengan pola kemuraman. Desir nyinyir hati dari sanubari, mereduksi makna tentang arti bahagia. Langit yang cerah bisa terasa mendung dan semilir angin dingin bisa terasa hambar. Harapan yang tak sesuai dengan kenyataan. Hingga lahirlah sedih yang tak berujung dan tak juga bisa menuai kata suka.

Rasa sedih, setiap insan pasti pernah mengalami. Sebuah sensasi dalam hati, yang merujuk pada ketidaksesuaian. Namun ketahuilah, rasa sedih sejatinya bukanlah akhir dari segalanya. Ia adalah sebuah batu lompatan yang tersandung. Terjatuh, sakit, namun bukan berarti memupus harapan untuk bangkit. Atau mungkin boleh jadi, rasa sedih adalah karunia terpendam yang Allah SWT sengaja munculkan, sebagai obat baru yang manjur atas perbaikan jati diri yang mulai melebur. Layaknya cobaan tingkat tinggi, hal tersebut tentunya akan mendorong seseorang untuk naik pada tingkatan kemuliaan yang lebih baik lagi dari yang saat ini dijalani.

Di sinilah letak kebesaran hati untuk menerima kenyataan bahwa jalan hidup yang dijalani ini tak selamanya indah, tak juga selamanya akan berproses dengan bahagia. Perlu sikap dewasa menghadapi getirnya rasa pahit dari suatu sensasi kepayahan saat menjalani laku kehidupan. Karena sekali lagi, kesedihan bukanlah akhir dari segalanya.

Kesedihan adalah satu titik hitam di atas lembaran putih yang luas. Ia hanya satu titik hitam saja. Usahlah diperhatikan lama-lama. Titik itu akan segera memuudar. Dan cobalah sejenak saja perhatikan hamparan luas di luar titik hitam itu. Masih banyak berkas putih yang dalam waktu yang panjang masih bisa dinikmati keindahanya, lagi tak menjemukan mata.

Allah SWT telah menciptakan segala yang ada di muka bumi ini dengan tidak sia-sia. Mari sejenak saja hati yang sedang dirundung kesedihan, mentafakuri karya-karya nyata-Nya. Karena di setiap jengkal bumi yang ditelusuri dengan rasa syukur, ada segenggam harapan. Ada pula sekeranjang rasa bahagia yang tersimpan, dan tak luput, banyak ampunan yang tersedia bagi hamba yang mengharapkanya siang dan malam.

Bahagia itu cinta, bahagia itu suka, bahagia itu bebas dari rasa sedih, bahagia itu …… Ada banyak cara mendefiniskan diksi ini. Bukan sekadar kata yang menggugah semangat seseorang untuk menatap masa depan dengan optimis, tapi hal ini berlaku lebih dari sekadar itu. Ia adalah bagian dari tarekat seorang hamba menuju konsistenitas keridhaan hanya pada Allah SWT.

Mensyukuri dengan sangat detail dari setiap nikmat Allah SWT yang terkaruniakan pada seorang hamba, sedikit banyaknya akan memecah sunyi dari rasa sedih dan sepi. Sejenak tak apalah menunduk lesu dan sekadar terdiam bisu, karena adanya kesedihan yang dialami boleh jadi menggangu. Namun cepatlah kemudian, tataplah hari esok dengan lebih tenang, lebih tentram dan lebih yakin bahwa masih banyak hal baik lainya yang perlu kita cari dan kita temukan lebih banyak.

Laa Tahzan, masih banyak kebahagiaan.

Laa Tahzan, sesungguhnya Allah senantiasa bersama dengan kita” (At-Taubah:40)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang hamba Allah yang sangat ingin menginjakan kaki di syurga tertinggi. S2 Magister Ekonomi Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Program Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) DDII-BAZNAS. Sharia Financial Planner.

Lihat Juga

Bersyukurlah, Maka Hidupmu Akan Bahagia

Figure
Organization