Munas IX MUI Sepakati Taujihat Surabaya tentang Islam Wasathiyah

Ilustrasi (Inet)

dakwatuna.com – Musyawarah Nasional IX Majelis Ulama Indonesia (Munas MUI) pada hari Rabu (26/8/2015) memasuki sidang pleno laporan hasil sidang-sidang komisi yang berlangsung siang hari. Salah satunya, komisi rekomendasi yang, melalui subkomisinya, melahirkan “Taujihat Surabaya” terkait tema Munas: Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban.

Dalam taujihat tersebut, peserta Munas MUI melihat umat Islam dewasa ini dihadapkan pada munculnya kelompok yang eksklusif, intoleran, kaku/rigid, mudah mengkafirkan orang dan kelompok lain, mudah menyatakan permusuhan dan melakukan konflik, bahkan kalau perlu melakukan kekerasan terhadap sesama Muslim yang tidak sepaham.

Di sisi lain muncul pula kelompok yang cenderung permisif dan liberal.

Kemunculan kedua kelompok tersebut terkait banyak dengan pemahaman dan gerakan transnasional yang mengembangkan pengaruhnya di Indonesia. Penyebaran paham dan gerakan transnasional tersebut meningkat karena memanfaatkan alam kebebasan dan demokrasi di Indonesia.

Kedua kelompok tersebut tergolong kelompok tatharrufyamini (kanan) dan yasari (kiri), yang bertentangan dengan wujud ideal dan tepat dalam melaksanakan ajaran Islam di Indonesia dan dunia. Pemikiran dan paham keagamaan serta ideologi dan gerakan kedua kelompok tersebut tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut dan dibangun bangsa Indonesia.

Selain itu, peserta Munas merasa perlu mewaspadai penyebaran paham dan gerakan ideologis seperti komunisme, kapitalisme, neoliberalisme dan globalisme di Tanah Air. Paham dan gerakan-gerakan ideologis ini selain tidak sesuai dengan Islam juga mengancam eksistensi Pancasila dan NKRI

Keberadaan kelompok-kelompok tersebut tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang dirumuskan dalam Piagam/Mitsaq al-Madinah (Konstitusi Madinah) di negara Madinah, selain juga bertentangan dengan realitas sosial bangsa Indonesia yang majemuk ditinjau dari berbagai aspek dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Sebagai jawaban atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok-kelompok tersebut, Munas IX MUI bersepakat mengusung dan memperjuangkan “Islam Wasathiyah” dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam oleh umat Muslim Indonesia dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.

Islam Wasathiyah, menurut MUI, ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya.

Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Tawassuth(mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).
  2. Tawazun(berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).
  3. I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.
  4. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
  5. Musawah(egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.
  6. Syura(musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.
  7. Ishlah(reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah.
  8. Aulawiyah(mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah.
  9. Tathawwur wa Ibtikar(dinamis dan inovatif), yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia.
  10. Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.

Munas IX MUI meyakini, Islam Wasathiyah wajib diamalkan secara istiqamah oleh seluruh umat Islam Indonesia dan dunia sehingga menjadi syuhada’ ‘ala al-nas (saksi kebenaran Islam) untuk mewujudkan kehidupan keagamaan yang berkemajuan dan toleran; membentuk kehidupan kemasyarakatan yang damai dan saling menghargai; merealisasikan kehidupan kebangsaan yang inklusif , bersatu dan berkeadaban; serta menciptakan kehidupan kenegaraan yang demokratis dan nomokratis.

Islam Wasathiyah sangat mendukung ikhtiar kolektif umat Islam Indonesia dan seluruh komponen bangsa dalam mengukuhkan dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang berkeadilan dan berkeadaban dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila.

Munas IX MUI menyerukan kepada umat Islam seluruh dunia untuk menghayati dan mengamalkan Islam Wasathiyah sebagai bentuk kecintaan umat Islam terhadap terwujudnya dunia yang damai, berkeadilan, dan berkeadaban.

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...