Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Penanaman Nilai-Nilai Keislaman di Pesantren

Penanaman Nilai-Nilai Keislaman di Pesantren

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Islamic School (Ilustrasi)
Islamic School (Ilustrasi)

dakwatuna.com – Islam merupakan agama yang diridhoi Allah SWT. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mempelajari keislaman secara syaamil (menyeluruh), kamil (sempurna) dan mutakamil (penyempurna agama-agama samawi sebelumnya). Pesantren merupakan sarana pembelajaran Islam dalam memenuhi 3 unsur di atas. Nilai-nilai yang ditanamkan di pesantren merupakan nilai-nilai keislaman yang kaffah. Di pesantren, yang diutamakan adalah keshahihan dan menyingkirkan unsur kekhilafiyyahan. Manusia diberikan dua sifat yang saling bertolak belakang, yaitu sifat ketaqwaan dan sifat kefujuran. Sesuai dengan firman-Nya dalam Q.S. Asy-Syams : 8 yang artinya,” maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”

Dalam Tafsir Al-Azhar, “Maka menunjukkanlah Dia.” (pangkal ayat 8). Dia, yaitu Tuhan yang mendirikan langit menghamparkan bumi dan menyempurnakan kejadian Insan. Diberi-Nya Ilham diberi-Nya petunjuk “kepadanya.” Artinya kepada diri Insan tadi; “Akan kejahatannya dan kebaikannya.” (ujung ayat 8). Diberilah setiap diri itu Ilham oleh Tuhan, mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang akan membawa celaka supaya janganlah ditempuh, dan bersamaan dengan itu diberinya pula petunjuk mana jalan yang baik, yang akan membawa selamat dan bahagia dunia dan akhirat.

Artinya, bahwa setiap orang diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan menerima Ilham dan petunjuk. Semua orang diberitahu mana yang membawa celaka dan mana yang akan selamat. Itulah tanda cinta Allah kepada hamba-Nya.

Pesantren merupakan ‘penjara suci’ yang berusaha mengekang sifat kefujuran yang dimiliki oleh setiap manusia dan memacu sifat ketaqwaan untuk selalu hadir di setiap aktivitas dalam hidup kita.

Ada 3 hal yang ditanamkan di pesantren, yaitu:

  1. Luruskan Niat

عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “-  متفق عليه –

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.

Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]

Bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan tergantung niat kita. Di pesantren, kita diajarkan untuk selalu meluruskan niat terhadap setiap amalan yang kita kerjakan dengan mengharap ridho Allah. Perkara niat berarti perkara hati. Dengan begitu, kita dilatih untuk terus menjaga hati kita agar tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang merusak niat.

  1. Jaga Amanah

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَدِيْثَيْنِ رَأَيْتُ اَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ اْلاَخَرَ.حَدَّثَنَا أَنَّ اْلأَ مَانَةَ نَزَلَتْ فِيْ جَذْرِ قُلُوْبِ الرِّجَالِ ثُمَّ عَلِمُوْامِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ عَلِمُوْامِنَ السُّنَّةِ وَ حَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِهَا قَالَ يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ اْلأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ اَثَرِالْوَكْتِ ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ فَيَبْقَى اَثَرُهَا مِثْلَ اْلمَجْلِ كَجَمْرِ دَحْرَجْتَهُ عَلىَ رِجْلِكَ فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًاوَلَيْسَ فِيْهِ سَيْءٌ فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَا يَعُوْنَ فَلاَيَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّي اْلأَماَنَةَ فَيُقَالُ إِنَّ فِيْ بَنِيْ فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِيْنًا وَيُقَّالُ لِلرَّجُلِ ماَأَعْقَلَهُ وَماَ اَظْرَفَهُ وَمَا اَجْلَدَهُ وَمَا فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ اِيْمَانِ وَلَقَدْ أَتَى عَلَيَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَا لِيْ أَيَّكُمْ بَايَعْتُ لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا رَدَّهُ عَلَيَّ اْلإِسْلاَمُ وَإِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا رَدَّهُ عَلَيَّ سَاعِيْهِ فَأَمَّا الْيَوْمَ فَمَا كُنْتُ أُبَا يِعُ إِلاَّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا. (اَخْرَجَهُ الْبُخَا رِيُّ فِيْ كِتَابِ الرِقَاقْ)

Dari Khudzaifah berkata, Rasulullah ­­­SAW menyampaikan kepadaku dua hadis, yang satu telah saya ketahui dan yang satunya lagi masih saya tunggu. Beliau bersabda kepada kami bahwa amanah itu diletakkan di lubuk hati manusia, lalu mereka mengetahuinya dari Alquran kemudian mereka ketahui dari al hadis (sunnah). Dan beliau juga menyampaikan kepada kami tentang akan hilangnya amanah. Beliau bersabda: seseorang tidur lantas amanah dicabut dari hatinya hingga tinggal bekasnya seperti bekas titik-titik. Kemudian ia tidur lagi, lalu amanah dicabut hingga tinggal bekasnya seperti bekas yang terdapat di telapak tangan yang digunakan untuk bekerja, bagaikan bara yang di letakkan di kakimu, lantas melepuh tetapi tidak berisi apa-apa. Kemudian mereka melakukan jual beli/transaksi-transaksi tetapi hampir tidak ada orang yang menunaikan amanah maka orang-orang pun berkata : sesungguhnya di kalangan Bani Fulan terdapat orang yang bisa dipercayai dan adapula yang mengatakan kepada seseorang alangkah pandainya, alangkah cerdasnya, alangkah tabahnya padahal pada hatinya tidak ada iman sedikitpun walaupun hanya sebiji sawi. Sungguh akan datang padaku suatu zaman dan aku tidak memperdulikan lagi siapa di antara kamu yang aku baiat, jika ia seorang muslim hendaklah dikembalikan kepada Islam yang sebenarnya dan juga ia seorang nasrani maka dia akan dikembalikan kepadaku oleh orang-orang yang mengusahakannya. Adapun pada hari ini aku tidak membaiat kecuali Fulan bin Fulan.(HR. Imam Bukhari).

Amanah merupakan salah satu akhlak para rasul yang paling nampak. Nabi Nuh a.s., Nabi Hud a.s., Nabi Luth a.s., dan  Nabi Syuaib a.s., sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surat Asy Syu’ara  ayat 107, artinya:  “ Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul yang memegang amanah (yang diutus) kepada kalian. (QS. ASy Syu’ara/26: 107).

Rasulullah S.A.W. merupakan manusia yang paling mulia di dunia. Sebelum beliau menjadi seorang nabi pun telah diberi gelar Al-Amin (Orang yang terpercaya). Hal ini membuktikan kredibilitas beliau sebagai seseorang yang mampu menjaga amanah dengan baik. Sudah sepatutnya bagi kita untuk meneladani sifat beliau dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita bersikap amanah di zaman sekarang ini yang modern dan era globlalisasi meski banyak tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu pemakalah akan menjelaskan secara gamblang dan sistematis tentang pengertian amanah, hakikat amanah, bentu-bentuk amanah, khianat dan cara untuk menjadi pengemban amanah tanpa keluar dari koridor-koridor hukumsyar’i dan hadis. Sehingga bisa menjadi insan yang muttaqin.

  1. Bergantunglah hanya kepada Allah

Sesuai dengan firman Allah SWT. dalam Q.S. Al-Ikhlas : 2 yang artinya, “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”

Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:

  1. Pertama, Ash Shomad bermakna: Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
  2. Kedua, Ash Shomad bermakna: Allah tidak memiliki rongga (perut).
  3. Ketiga, Ash Shomad bermakna: Allah itu Maha Kekal.
  4. Keempat, Ash Shomad bermakna: Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.

Dalam Tafsir Alquran Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut:

Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah : Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan. Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai Ash-Shomad, yaitu: “Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.”

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa.

Lihat Juga

Habits

Figure
Organization