dakwatuna.com
Lelaki datang dengan kata, dengan inginnya,
Menyeruak tanpa ada bantahan.
Wanita patuh dengan rasa, dengan kasihnya, tanpa bisa mengelak.
Bertahan dengan tidaknya ketiadaan, tergugurkan karena rangkaian aksara.
Walau kadang tanpa makna
Walau kadang tak begitu dahsyat
Tapi menggugah rasa.
Di kesepian yang tunggal, adalah permainan yang meminta untuk terus diputar, lagi dan lagi…
Wanita datang dengan janji, tuk digenggam lelaki…
Meminta kepatuhan tuk janji yang ada,
Terlihat itu indah, terdengar itu syahdu… datang mengadu…
Dan rindu yang mengaduk kalbu
Pada perjalanannya, semua rapuh dalam nyata yang tak pernah ada
Pahamilah… Keadaan itu, bahwa yang hadir itu bukan Dia yang ingin menetap…
Tapi tamu yang ingin menumpang minum lalu pulang,
Dengan kesannya sendiri-sendiri….
Wanita mengenalkan rasa
Pada diri yang lama menanti
Nyanyian rindu bahkan sampai sumbang,
Membuncah dalam gejolak yang tak di mengerti.
Tersadar ataukah tidak, terlena dalam buaian cerita.
Diri yang tak lagi mengingat luka, karena rindu bak bara yang sulit dipadamkan.
Dan hati tak lagi menyentuh rasa, akan terhimpit sesakkan dada
sesaat… itu indah.
sesaat… itu bermakna.
sesaat… itu terkikis.
sesaat… itu pelan pelan redup
sesaat… itu tak lagi hidup
Wanita tenggelam dalam diam,
Lelaki tercekat dalam rindu dendam
Wanita bisu menuli nan membuta
Lelaki bingung, linglung nanar digulung rasa
Wanita ada pada inginnya,
Lelaki ada pada harapannya….
Hingga jika berlalu,
Kau masih di sini di rimbunan yang teduh….
Hingga jika pergi,
Lara hanyalah garis yang pendek
Hitungan waktu yang kian mundur…
Apapun itu tetaplah kisah yang tlah diatur
Jika untukmu, Dia tak kan ke mana…
—
Sebuah puisi saya tulis sebagai hadiah jelang milad saya yang ke-35 tahun (27 Agustus 2015).
Redaktur: Ardne
Beri Nilai: