Topic
Home / Berita / Opini / Sang Pemimpin Bangsa

Sang Pemimpin Bangsa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Bung Karno dan Bung Hatta proklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada hari Jumat, 17 Agustus 1945. (adriancommercial.blogspot.com)
Bung Karno dan Bung Hatta proklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada hari Jumat, 17 Agustus 1945. (adriancommercial.blogspot.com)

dakwatuna.com – Semarak 17 Agustus 1945 menandai tonggak bersejarah lahirnya bangsa ini usai memplokamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka nan mandiri dan berkedaulatan. Tujuh puluh tahun sudah semenjak sang proklamator bangsa Soekarno-Hatta bersorak lantang di lapangan merdeka membacakan naskah teks proklamasi sebagai penanda lahirnya sebuah bangsa bernama Indonesia.

Keraguan akan kemerdekaan oleh masyarakat internasional mampu dipatahkan oleh tekad yang kuat oleh para budak jajahan, petani, bakul sayur, bakul buah, pelajar, para kiai dan seluruh pemuda yang memiliki satu cita-cita yang terazam dengan kokohnya, yaitu terbebas dari jerat penjajahan. Isy Kariman aw Mut Syahidan hidup mulia atau mati syahid itulah yang tertanam di setiap sanubari para pejuang kemerdekaan.

Kemerdekaan yang di raih bukanlah hasil kemerdekaan instan seperti mie seduh langsung jadi, namun kemerdekaan ini adalah serangkaian pergulatan panjang penuh pengorbanan materi, pikiran, air mata, dan darah para pejuang bangsa. Semua bersatu menanggalkan ego demi tercapainya tujuan mulia dalam satu panji “merah putih”. Mereka tak gentar oleh senapan canggih milik Belanda dan Jepang yang sewaktu-waktu bisa saja meluluh lantakkan isi kepala mereka tiba-tiba.

Militansi para pemuda dan kaum tua saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Tak ada sedikitpun niatan menunjukkan eksistensi masing-masing untuk mengunggulkan golongan, karena bagi mereka kemerdekaan lebih indah dari eksistensi segelintir golongan dalam cengkeraman penjajahan.

Alangkah lebih baiknya ketika kemerdekaan yang telah di raih dahulu kala, kembali dihidupkan di tengah masyarakat Indonesia saat ini. Kehidupan tanpa saling sikut, saling depak hanya karena urusan remeh temeh, memperkaya diri sendiri. Penyakit kronis saling sikut dan fitnah hari ini makin kronis dan menjadi-jadi saja bagi bangsa yang sudah lama menyandang status merdeka. Tentu 70 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bahkan waktu 70 tahun, seharusnya sudah mampu menjadikan negara Indonesia sejajar dengan negara adidaya Amerika, Inggris, Prancis, dan Republik Rakyat Tiongkok.

Di tilik dari potensi alam bangsa Indonesia seharusnya kita bisa lebih berjaya dari ke lima negara tersebut jikalau kita mengelolanya secara arif, bijaksana, dan cerdas. Namun kenyataannya hari ini kelima negara tersebutlah yang menjadi tuan di negara kita ini. Mulai dari titik sumber energi yang telah banyak di kavling oleh perusahaan asing berbendera Amerika, Inggris, Perancis. Barang konsumtif dan elektronik yang laris membanjir berlabel “made in China” hingga menenggelamkan barang lokal dalam negeri. Hingga untuk urusan pembalut wanita saja pun banyak merek luar negeri yang muncul.

Negeri yang terkenal di dunia internasional dengan negara agraris, sekarang malah keok tak berdaya untuk sekedar urusan pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri dan memilih untuk mengimpor dari Thailand. Urusan kemandirian cita-cita kemerdekaan dahulu sewaktu Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan semakin tak terlihat realisasinya ketika permasalahan krisis harga daging sapi menjadi-jadi. Serentetan masalah perekonomian hari ini semakin lengkap manakala nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus anjlok hingga level 13.500.

Memang untuk menyelamatkan negeri ini dari krisis ekonomi, sosial, politik, dan kemasyarakatan tidaklah mudah. Dibutuhkan seorang pemimpin yang revolusioner dan berani mengambil tindakan. Tegas mengambil sikap, selaras pula antara perkataan dan perbuatan. Tidak “mencla-mencle” cuma karena mandat partai hingga berani mengorbankan rakyat yang telah di janjikannya. Dia tak takut melawan arus di tengah kepungan para mafia yang bersembunyi di balik ketiak kekuasaan parpol pengusung sang pemimpin.

Andaikata pemimpin negeri ini mampu menciptakan sebuah keseimbangan dalam semua lini kehidupan masyarakat yang dipimpinnya mungkin negara kita akan berangsur bangkit menuju perubahan secara berangsur. Keseimbangan yang bukan hanya tong kosong nyaring bunyinya namun realisasi keseimbangan yang mampu memberikan harapan bagi kehidupan rakyatnya. Keseimbangan bidang ekonomi, pendidikan, sosial politik, hingga kesejahteraan yang bisa dinikmati seluruh rakyat Indonesia.

Tak ada lagi kesenjangan bak bumi dan langit yang jomplang antara si kaya dan si miskin ataupun keberpihakan mutlak pada satu golongan dan partai politik hingga menyingkirkan lawan tanding parpol golongannya secara struktural dan massiv.

Mampu menahan diri dari nafsu untuk tidak menjadi jongos asing pun mutlak untuk direalisasikan. Manakala pemimpin mampu menjawab bukti bukan sekedar menyodorkan janji, niscaya bangsa ini tak akan lagi cuma kebagian menjadi penonton di tengah rebutan tambang nasi para asing di negeri sendiri.

Karena seorang pemimpin adalah dia yang mampu memberikan kepastian bukan candu harapan, menuntun rakyatnya menuju kesejahteraan bukan menjerumuskan ke jurang kemiskinan. Seorang pemimpin bukanlah manusia yang gemar menebar kebohongan, tunduk kalem terhadap setiran partai, ataupun mudah mengumbar serba-serbi penderitaan hidup, demi mendapat simpati atas kesalahan yang telah diperbuat.

Merdeka adalah suatu pilihan, sedangkan jalan menujunya adalah sebuah ujian dan perjuangan. kebangkitan niat menyatu dengan adanya tekad niscaya merdeka bukan lagi berbicara tentang sebuah pilihan, namun merdeka adalah sebuah kepastian. Keikhlasan dalam berjuang adalah pengejawantahan ketaatan seorang hamba kepada Allah Swt. Ketika unsur kebangkitan, tekad, dan niat bersatu padu bersinergi dengan keikhlasan seorang pemimpin adil maka kemerdekaan yang berkahlah label dari itu semua.

Ketika pemimpin tersebut telah lahir maka cita-cita kemerdekaan yang digariskan sejak awal pra kemerdekaan oleh para pejuang akan kita nikmati secara hakiki. Di momentum kemerdekaan bangsa Indonesia, semoga pemimpin hari ini mampu menunaikan janji untuk mengumpulkan kepingan mozaik harapan bangsa Indonesia yang telah lama terlupakan. Merdeka bangsaku merdeka negeriku.

Redaktur:

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mungkin tulisan hanya kan menjadi pajangan, namun dengan tulisan kita mampu mengekspresikan keresahan dan harapan. melalui tulisan pun kita mampu menciptakan perubahan yang akan terekam dalam keabadian. Seorang biasa yang berusaha untuk terus belajar dan melengkapi kekurangan

Lihat Juga

Pemimpin adalah Cerminan Rakyat

Figure
Organization