Topic
Home / Berita / Surat Pembaca / Gatot Pujo Nugroho Bukan Konsultan Kerohanian Wong Solo

Gatot Pujo Nugroho Bukan Konsultan Kerohanian Wong Solo

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Gatot Pujo Nugroho sungkem kepada ibu mertua usai pelantikan dirinya sebagai Gubernur Sumut, di gedung DPRD Sumut jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (14/3). Sebelumnya Gatot Pujo Nugroho menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumut. (TRIADI WIBOWO/SUMUT POS)
Gatot Pujo Nugroho sungkem kepada ibu mertua usai pelantikan dirinya sebagai Gubernur Sumut, di gedung DPRD Sumut jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (14/3). Sebelumnya Gatot Pujo Nugroho menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumut. (TRIADI WIBOWO/SUMUT POS)

dakwatuna.com – Dalam satu bulan terakhir ini, kasus hukum yang menimpa Gubernur (non-aktif) Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho cukup menyita perhatian masyarakat. Kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu bermula dari kasus penyuapan yang melibatkan hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan pejabat tinggi di Pemda Sumut ini akhirnya menyeret pengacara kondang OC Kaligis dan istri kedua Gatot sendiri. Media kemudian menghubung-hubungkan kasus ini dengan persoalan poligami Gatot dan OC Kaligis.

Persoalan hukum Gatot tidak berhenti pada masalah penyuapan, karena Kejaksaan Agung juga memproses kasus dana bantuan sosial (bansos) pemda Sumut. Seperti yang diketahui, masalah dana bansos ini adalah awal mula terjadinya kasus penyuapan itu. Seperti yang sudah terpublikasikan, dana bansos ini dinilai oleh pihak kejaksaan telah disalahgunkan oleh Gatot sehingga tidak bisa mempertanggungjawabkan. Terekspos pula nama-nama lembaga, ormas bahkan perorangan yang diduga menerima dana bansos tersebut, yang belakangan mereka membantah telah menerimanya. Alhasil, Gatot yang sedang ditahan oleh KPK dan sedang menjalani penyilidikan di Kejaksaan Agung itu sudah disangkakan melakukan dua tindak pidana sekaligus, yakni penyuapan dan korupsi.

Cerita Gatot ini sangat menarik perhatian masyarakat, karena selain dia sebagai kepala daerah yang juga kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kehadiran Gatot di dunia politik lokal Sumut terbilang baru. Sebelum menjadi Ketua PKS Sumut, secara pribadi nama Gatot bersih dari catatan perpolitikan Sumut. Ini tentu berbeda dengan orang-orang yang pernah menjadi lawan tandingnya dalam perebutan bangku Gubernur Sumut beberapa waktu lalu. Nama Gatot lebih disebut (hanya) sebagai seorang ustad atau dosen pada Politeknik Sumatera Utara.

Gatot dan Wong Solo

Menyangkut karir dakwah Gatot Pujo Nugroho, ada hal yang cukup menarik dalam catatan curriculum vitae (CV) Gatot. Di situ Gatot mencantumkan pernah menjadi konsultan kerohanian Wong Solo. Wong Solo sendiri adalah sebuah jaringan rumah makan nasional yang dimiliki oleh pengusaha nasional, Puspo Wardoyo.

Terkait masalah ini, Puspo Wardoyo sendiri membantah kalau Gatot pernah dipakainya sebagai konsultan kerohanian. Ketika dikonfirmasi penulis, Puspo Wardoyo mengatakan bahwa sejak tahun 2006 atau sejak Gatot menjabat sebagai Ketua DPW PKS Sumut, dirinya dan Wong Solo tidak pernah lagi berkomunikasi. Bahkan, ketika Gatot maju dalam pilkada Sumut sebagai calon gubernur, Puspo Wardoyo tidak setuju dengan pencalonan itu. “Saya melihat ada tanda-tanda yang kurang baik pada diri Gatot yang tidak mencerminkan seorang dai,” demikian alasan Puspo Wardoyo ketika itu.

Menurut Pupso, tidak pantas Gatot mencantumkan jabatan konsultan kerohanian Wong Solo dalam CV-nya. “Sepanjang keberadaan Wong Solo, Gatot tidak pernah diminta untuk menjadi bagian dari Wong Solo,” kata Puspo. Selanjutnya Puspo menuturkan bahwa saat itu Gatotlah yang datang kepadanya dan memintanya untuk berkontribusi maliyah dalam dakwah, termasuk dalam ekonomi rumah tangganya yang dirasakan masih kurang. Saat itu Gatot hanya bermodalkan ijazah D3 politeknik, berstatus sebagai PNS dengan satu istri dan tiga anak memang terasa kurang untuk hidup di Kota Medan. Puspo Wardoyo memenuhi permintaan Gatot ini karena dia melihat pribadi Gatot dan keluarganya yang baik. Untuk itu, Puspo Wardoyo memberikan bantuan berupa uang sebesar satu juta rupiah setiap bulan kepada keluarga Gatot. Bukan hanya itu, Puspo juga memberikan bantuan untuk biaya sewa rumah, membelikan sebuah sepeda motor, laptop, hand phone dan pulsanya. Semua bantuan Puspo kepada Gatot ini berlangsung selama sepuluh tahun, yakni sejak tahun 1996 hingga tahun 2006. Bukan hanya itu, aktivitas dakwah Gatot dalam kiprahnya di PKS juga ditopang oleh Puspo dengan memberikan donasi setiap bulan sebesar enam juta rupiah.

Kepedulian Puspo Wardoyo dan Wong Solo kepada Gatot dan PKS ini dilatarbelakangi oleh kesamaan visi dan misi antara dirinya dengn PKS. Apalagi, Ust. Hidayat Nurwahid dan Ust. Daud Rasyid adalah sahabat-sahabat baik Puspo Wardoyo. Saat itu masyarakat kota Medan melihat begitu dekat hubungan antara Puspo Wardoyo dan Wong Solo dengan PKS. “Saya tidak punya motivasi apa-apa dalam memberikan bantuan itu. Saya ikhlas. Saya ingin membantu ekonomi keluarga Gatot sebagai pendakwah dan ingin membesarkan PKS di Sumut. Itu saja. Lebih dari itu tidak ada,” tegas Puspo.

Hubungan dengan Puspo Wardoyo mulai diputus oleh Gatot ketika dia diangkat menjadi Ketua DPW PKS Sumut. Menurut Puspo, sejak itu Gatot tidak pernah datang lagi ke Wong Solo untuk mengambil bantuan, baik untuk dirinya maupun untuk PKS. Acara tasyakuran pengangkatannya sebagai Ketua DPW PKS juga tidak dilaksanakan di Wong Solo melainkan di salah satu ruangan dalam Istana Maimun. Puspo Wardoyo memang diundang dalam acara itu, hanya saja sikap Gatot menjadi dingin dengannya. Hal ini jelas membuat Puspo Wardoyo bertanya, apa kesalahannya sehingga Gatot menjadi lupa kepada dukungnnya selama ini.

Silaturahim Gatot dengan Puspo Wardoyo makin memburuk ketika dia dicalonkan sebagai wakil gubernur yang berpasangan dengan Syamsul Arifin. Keadaan ini bertambah buruk lagi ketika Gatot maju sebagai calon gubernur. Terhitung sejak Gatot menjadi wakil gubernur, menjadi gubernur hingga dia ditahan oleh KPK hari ini, Gatot baru dua kali singgah dan makan di Wong Solo. Itupun ketika Puspo Wardoyo sedang tidak berada di Medan. Sedangkan pertemuan Puspo Wardoyo dengan Gatot tehitung sejak dia diangkat menjadi wakil gubernur hingga dia menjadi tahanan KPK ini baru terjadi tiga kali, itupun dalam acara-acara formal. Pertemuan pertama mereka berlangsung pada pernikahan anak Bupati Tebing di Hotel Tiara, Medan. Selepas acara, di lobby hotel, Gatot berdiri cukup dekat dengan Puspo. Sayangnya, selama hamper setengah jam mereka di situ, Gatot melihat Puspo Wardoyo seperti orang yang tak pernah dikenalnya selama ini. Alih-alih menjabat tangan, menyapa pun tidak. Begitulah Gatot Pujo Nugroho, orang yang pernah disupport perekonomian rumah tangga dan aktivitas dakwahnya selama sepuluh tahun oleh Puspo Wardoyo dan Wong Solo. (darso/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Papela, Kec. Rote Timur, Kab. Rote Ndao. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan Bahagia, Bekasi. Pernah di redaksi Majalah Warnasari (Pos Kota Group) dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization