dakwatuna.com – Gunungkidul. Warga Dusun Gebang, Kelurahan Girisuko, Kecamatan Panggang, Gunung Kidul, Jawa Tengah, mengaku bersyukur atas bantuan 2 tangki air yang diperoleh dari Program Pembibitan Penghafal Alquran (PPPA) Darul Quran cabang Yogyakarta.
“Alhamdulillah, kini masjid memiliki cadangan air, dan warga yang kehabisan persediaan air juga bisa mengambilnya langsung,” kata guru ngaji di TPQ Al Ikhlas, Masjid Al Ikhlas, Marmadi, dalam siaran persnya, Selasa (18/8).
Jika hujan tidak datang-datang seperti saat ini, tambah Marmadi, warga biasanya memenuhi kebutuhan air dengan membelinya dari tempat penampungan. Satu tangki air dengan kapasitas 5000 liter ditebus dengan harga Rp 170 ribu. Air tersebut dipakai untuk memenuhi kebutuhan warga mulai untuk kebutuhan minum, mencuci, memasak hingga untuk ternak mereka. Rata-rata satu tangki air cukup untuk memenuhi kebutuhan warga selama 10 hari.
“Itu juga dengan irit-irit. Kita gak bisa mandi seperti di kota. Warga menjatah untuk mandi hanya satu ember ukuran sedang,” jelas Marmadi, guru ngaji yang memiliki sekitar 70 santri itu.
Maka, jelas Mamardi, bantuan air bersih dari PPPA Daqu Cabang Jogja, Sabtu (15/8) lalu menjadi sedikit oase bagi warga Dusun Gebang. Bantuan air dua tangki yang dibeli dari penampungan Imogiri tersebut dialirkan ke tempat penampungan air umum untuk warga dan kebutuhan masjid.
“Alhamdulillah, kini masjid memiliki cadangan air. Dan warga yang kehabisan persediaan air juga bisa mengambilnya langsung,” ujar Marmadi.
Takmir Masjid Al Ikhlas, Mardiono menjelaskan, kekeringan yang terjadi di Dusun Gebang akibat tidak turunnya hujan sejak lima bulan terakhir. “Sudah lima bulan terakhir hujan tidak turun di desa kami,” ujar Mardiono.
Menurutnya, hujan masih menjadi satu-satunya sumber air bagi warga Dusun Gebang. Sebab, katanya, di daerah ini sumber air tanah sangat sulit dicari. “Pernah ada peneliti datang ke sini. Setelah coba mengebor, ia bilang di sini tidak ada sungai bawah tanah sehingga sulit untuk mendapat air bersih,” tutur Mardiono.
Untuk menangkap air hujan, lanjut Mardiono, setiap rumah warga sengaja mengarahkan talang air ke tempat penampungan (tandon) air. Tandon air ini setiap rumah kapasitasnya beragam, teragntung kemampuan membangun masing-masing.
Selain itu, ada konsensus berupa larangan memelihara burung dara. Larangan ini agar kotoran merpati tidak mengotori atap genteng warga yang nantinya akan terbawa air hujan ke tempat penampungan. “Kata penyuluh kesehatan, kotoran merpati itu berbahaya bagi kesehatan. Maka ada kesepakatan jika ada merpati akan langsung ditangkap dan disembelih,” ungkap Mardiono.
Diketahui, Panggang adalah salah satu kecamatan yang mengalami krisis air di Gunungkidul. Dari data dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat, sebanyak 449 dusun yang tersebar di 70 desa, wilayah Gunungkidul, rawan kekeringan dalam musim kemarau 2015 ini. Terutama Kecamatan Panggang, Girisubo, Rongkop, dan Purwosari.
Bahkan dua kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Bantul dan Kulon Progo, sudah menetapkan status darurat bencana kekeringan terhitung Agustus sampai Oktober 2015.
Beberapa kecamatan di Kulon Progo yang sudah mengalami kekeringan antara lain Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo, Kokap, Sentolo, Pengasih, serta sebagian Lendah dan Pajangan. Jumlah warga yang terkena dampak kekeringan terdata sebanyak 6.689 kepala keluarga atau 20.928 jiwa. (abr/dakwatuna)
Redaktur: Abdul Rohim
Beri Nilai: