Topic
Home / Berita / Opini / Melihat Lebih Dalam Krisis Ekonomi Indonesia 2015

Melihat Lebih Dalam Krisis Ekonomi Indonesia 2015

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Nilai mata uang rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD), tanggal 16 Juli 2015 hingga 17 Agustus 2015. (Google Finance)
Nilai mata uang rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD), tanggal 16 Juli 2015 hingga 17 Agustus 2015. (Google Finance)

dakwatuna.com – Pelemahan kurs rupiah yang mendekati angka 14.000 menjadi sebuah ancaman yang mengerikan bagi Indonesia. Angka itu secara ekonomi mencerminkan bahwa banyak investor yang berpindah dari Indonesia ke negara lain. Konsekuensinya adalah pembangunan-pembangunan nasional yang melibatkan investasi asing dapat terganggu.

Kondisi ini diperparah dengan Yuan yang melakukan penurunan kurs secara sengaja. Indonesia yang telah terbanjiri oleh produk China seakan tidak berdaya untuk bangkit. Hal ini karena produk China lebih murah secara internasional dibandingkan produk lain. Saat China mengumumkan untuk menurunkan kurs Yuan, rupiah jatuh 218 poin dari selasa hingga Rabu kemarin. Anjloknya kurs rupiah tersebut membuat produk Indonesia kurang kompetitif di pasar internasional. Besarnya porsi impor sebagai faktor produksi suatu barang menjadi hambatan sendiri bagi Indonesia untuk melakukan ekspor.

Tekanan ekonomi luar negeri tersebut ternyata masih ditambah dengan krisis pangan dan kartel daging. Teriknya El nino mengakibatkan sejumlah petani harus gulung tikar akibat kurangnya sumber air. Fasilitas pemerintah untuk menopang sektor pertanian sepertinya belum mampu mengatasi krisis ini.

Pada dasarnya pelemahan nilai kurs dapat diatasi melalui cadangan devisa melalui intervensi pemerintah. Akan tetapi hal ini tidak cocok dilakukan pada saat ini karena penurunan kurs rupiah yang terus menerus bila ditahan melalui cadangan devisa akan memperburuk kondisi ekonomi. Demikian dengan kebijakan pemerintah, saat itu Menko ekonomi, Sofyan Djalil tidak menjadikan cadangan devisa untuk menahan rupiah.

Bagi negara yang memiliki produk yang menarik, efisien, dan mandiri maka akan menjadi peluang besar untuk melakukan ekspor. Hal inilah yang melatarbelakangi China untuk menurunkan kurs Yuan.

Ketidakberdayaan Indonesia untuk bangkit ini semakin mustahil rasanya. Bagi seorang muslim tidak boleh memandang masalah ini dari segi materialistis atau fundamental saja, tetapi lebih dari itu. Sisi-sisi non fundamental menjadi fokus dari kebijakan ekonomi para Khulafaur Rasyidin. Seorang muslim harus percaya bahwa perbuatan maksiat akan mendatangkan bencana sebagaimana sabda Rasulullah yang dibaca oleh Umar Radhiyallahu Anhu pada saat pemerintahannya, “Sesungguhnya musibah disebabkan banyaknya perzinaan, dan sesungguhnya tertahannya hujan disebabkan para hakim yang jahat dan para pemimpin yang zhalim.”

Robert Joseph Barro dan Rachel McCleary, guru besar Universitas Harvard menemukan adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan keyakinan agama seseorang, misalnya keyakinan akan surga-neraka. Dalam kajian lain kedua ahli ekonomi tersebut berjudul “Religion and Economy” menemukan adanya hubungan yang negatif antara tingkat keberagamaan dengan pendapatan individu. Semakin aktif dalam kegiatan agama semakin rendah pendapatan seseorang. Hal ini membuktikan bahwa keyakinan dan iman tidak selalu sejalan dengan praktik keagamaan.

Terbuktilah sabda Rasulullah bahwa seseorang yang melakukan ibadah puasa tidak disertai dengan perbuatan baik maka seseorang itu hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Begitupun dengan ibadah-ibadah yang lain. Rasulullah selalu menekankan bahwa jangan menjadikan ibadah sebagai penggugur kewajiban saja. Terkadang kita sebagai umat Islam lupa bahwa ibadah bukan alasan sebagai melemahnya produktivitas kebaikan kita.

Oleh karena itu, sangat relevan beberapa bait doa yang disampaikan K.H. Khoirul Muna saat penutupan sidang nota keuangan dan RAPBN 2016 dengan kondisi saat ini. Seorang pemimpin haruslah adil dalam menunaikan kewajiban rakyatnya. Begitupun sabda Rasulullah bahwa penerapan keadilan di muka bumi akan membuka tiga pintu rezeki, yaitu dari langit berupa keramahan iklim dan cuaca, dari bawah bumi berupa kesuburan tanah dan lancarnya pertanian dan pelayaran, serta di antara keduanya dengan keberkahan perniagaan yang dilakukan oleh manusia. Tidak perlu menunggu para pemimpin untuk berlaku adil, paling tidak dilakukan mulai dari diri kita dan keluarga kita, Insya Allah kehidupan kita berkah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Peserta PPSDMS Regional 4 Surabaya Angkatan 7.

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization