Sabri Juga Punya Mimpi

(Nurhasanah)

dakwatuna.com – “Sabri berangkat ke sekolah dulu ya bu” kata Sabri.

“Kamu bantuin ibu dulu mencuci piring, membersihkan rumah dan jagain adikmu itu” sahut Ibu Sabri dari dapur.

“Baik bu” jawab Sabri penuh sedih.

Sabri adalah anak yang berusia 8 Tahun. Ia duduk di kelas 3 SDN Sindangresmi 02. Anak ini sangat hiperaktif, dia suka bercerita bahkan sering membantuku ketika aku sedang membawa buku yang banyak. Atau ketika aku sedang membersihkan dan merapikan buku yang ada di perpustakaan di sekolah penempatanku.

Sudah 5 purnama berlalu di daerah yang begitu nyaman ini. Segalanya harus dengan keterbatasan. Mulai dari akses jalan menuju pasar yang lumayan sulit dan jauh, jaringan untuk berkomunikasi yang timbul tenggelam, kurangnya air bersih serta makanan yang seadaanya. Dahulunya sebelum berada di penempatan ini aku mendapatkan segala fasilitas yang aku mau. Mulai dari makanan yang sehat, sinyal yang kuat dan bisa berkomunikasi dengan baik serta air bersih yang memadai. Sungguh di luar dugaan, aku akan mendapati tempat yang bisa dibilang terisolir ini. Tapi bagiku, ini adalah universitas kehidupan yang mendewasakan diriku untuk bisa lebih belajar mandiri, sabar, dan harus bisa hidup tanpa pernah mengeluh. Apalagi belajar tulus itu mungkin sulit, tapi itulah pembelajaran aku harus bisa belajar seperti orang-orang yang ada di sekelilingku saat ini.

Sabri adalah murid kesayanganku di sekolah. Terkadang aku memintanya untuk menjadi ketua kelas. Aku melatihnya untuk bisa memimpin teman-temannya di kelas. Ketika dia sakit, aku merasa kehilangan murid yang paling rajin. Tak pernah aku dapati seorang murid seperti dia. Dia begitu istimewa. Tetapi, walaupun dia selalu hadir ketika istana anak yang aku laksanakan, ada saja pada jam sekolah dalam seminggu itu dia tidak hadir. Alasannya adalah hanya ingin membantu orang tuanya. Pergi ke sawah, menjaga dan membersihkan rumah bahkan anak itu sering disuruh untuk menjaga adiknya yang kecil.

Pernah suatu ketika aku bertanya padanya tentang mimpi yang dia miliki. Mulut kecilnya berkata jika dia ingin menjadi seorang polisi. Lalu akupun kembali bertanya kepadanya tentang mengapa dia punya cita-cita seperti itu. Kemudian dengan polosnya dia menjawab hanya karena ingin memberantas kejahatan di muka bumi apalagi penjahatnya suka makan uang negara.

Aku terharu mendengar jawaban bocah kecil itu. Rasanya hatiku ingin mengamuk kepada orang tua mereka. Kenapa bocah yang punya cita-cita setinggi itu terkadang malah tidak diizinkan untuk sekolah hanya dengan alasan mengasuh adik di rumah dan membantu orang tua mereka di sawah saja. Mereka juga punya hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Mereka itu merupakan generasi penerus bangsa. Mereka adalah bibit penegak agama. Jadi biarkanlah mereka tumbuh dan berkembang sperti layaknya di usia mereka.     Biarkan mereka terbang tinggi, jauh, menembus langit ketujuh. Izinkan mereka memetik bintang kehidupan mereka, menggapai bulan kemenangan mereka. Agar bisa sampai pada matahari yang panas menghangatkan semua yang ada di muka bumi.

Sabri juga punya mimpi. Biarkan mimpinya menjadi nyata. Biarkan sayap mimpinya lepas menggapai cahaya cinta menuju cita-cita yang didambakan.

 

Relawan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa. Penempatan Kab. Pandeglang-Banten.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...