dakwatuna.com – Reunion. Jarak Pulau Reunion milik Perancis, tempat serpihan pesawat yang diduga milik MH370 ditemukan, lebih dari 5.000 kilometer dari tempat diduga pesawat maskapai Malaysia Airlines itu jatuh.
Berbagai pertanyaan muncul, terutama soal kepastian bahwa puing itu adalah bagian dari pesawat Boeing 777 MH370 yang hilang pada 8 Maret 2014. Jika benar itu adalah MH370, mengapa bisa sangat jauh berada dari perkiraan semula?
Sebagaimana diulas CNN (30/7/2015), pergerakan puing hingga ribuan kilometer dari lokasi awal sangat mungkin terjadi di lautan, terutama karena derasnya arus di Samudera Hindia.
Berdasarkan simulasi pergerakan sampah plastik di lautan pada situs adrift.org.au, benda bisa bergerak hingga 5.000 kilometer dalam waktu satu tahun, lalu mengelilingi dunia dan kembali ke titik awal dalam tiga tahun.
Berdasarkan simulai tersebut, benda di lautan sebelah barat Perth, tempat diyakini MH370 jatuh, bisa tiba di Pulau Reunion dalam waktu satu tahun. Robin Beaman, ahli geologi lautan dari Universitas James Cook, Australia, mengatakan bahwa benda besar yang terapung hingga jarak jauh di samudera seringkali terjadi.
Menurutnya, tahun lalu seorang pria kehilangan perahunya karena terbawa arus di pantai Barat Australia. Delapan bulan kemudian, kapal itu ditemukan di Pulau Mayotte, lebih dari 7.000 kilometer dari titik awal terbawa arus.
“Samudera Hindia adalah lautan luas, tapi faktanya sebuah perahu bisa terbawa jauh dan masih bisa ditemukan di bagian lain lautan, kemungkinannya ada,” kata Beaman, sebagaiman dikutip CNN dari The Guardian.
Menurut Beaman, penyelidik bisa meneliti gelombang laut untuk menentukan di mana tepatnya pesawat jatuh ke air. Namun ini diakuinya bukan pekerjaan mudah, mengingat waktu dan luasnya lautan tempat puing kemungkinan terbawa arus.
“Sulit untuk memastikan di mana pesawat itu berada. Hal ini hanya membenarkan bahwa pesawat ada dalam air, bukannya dibajak dan dibawa ke tempat tertentu, disimpan untuk digunakan di lain kesempatan,” kata ahli keamanan penerbangan dan mantan anggota Dewan Keamanan Transportasi Nasional AS, John Goglia.
Perkataan Goglia merujuk adanya teori konspirasi yang banyak beredar mengenai keberadaan MH370, salah satunya menyebutkan bahwa pesawat itu dibajak Rusia dan dibawa ke sebuah tempat di Kazakhstan.
Saat ini tim penyelidik dari Malaysia telah menuju Pulau Reunion untuk menyelidiki puing tersebut. Dugaan kuat, itu adalah bagian dari sayap Boeing 777, namun pihak Malaysia Airlines menyebut masih terlalu dini untuk menyimpulkan jika itu bagian dari MH370.
Professor penerbangan dari University of New South Wales di Sydney, Jason Middleton, mengatakan bahwa jika memang puing itu MH370, maka akan memberikan informasi yang sangat berharga.
Salah satunya adalah informasi soal penyebab hilangnya pesawat MH370. Bentuk kerusakan pada puing bisa membantu memastikan apakah pesawat hancur di udara atau menghantam air dan seberapa keras terjadinya.
Teritip yang menempel di puing juga bisa digunakan oleh para ahli biologi lautan menentukan berapa lama benda itu telah berada di dalam air. (cnn/rem/dakwatuna)
Redaktur: Rio Erismen
Beri Nilai: