Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Akui Kesalahan, Lanjutkan Perjalanan!

Akui Kesalahan, Lanjutkan Perjalanan!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (comune.luserna.to.it)
Ilustrasi. (comune.luserna.to.it)

dakwatuna.com – ‘Setiap anak adam pasti pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik dari mereka adalah orang yang bertaubat’

Kesalahan dalam proses pembelajaran hidup, ialah hal yang wajar. Dan itulah fitrahnya manusia, tempatnya salah dan dosa. Makanya di dalam quran kita akan sangat banyak menemukan, doa dan perintah kepada nabi-nabi untuk bertaubat.

Ada doa taubat nabi adam, setelah diturunkan dari surga.

‘Ya tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami pastilah orang yang merugi.’ (Q.S. Al-A’raaf : 23)

Ada doa taubat nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan

‘Sesungguhnya tiada tuhan (yang dapat menolong) selain engkau, maha suci engkau, sesungguhnya aku adalah orang yang menganiaya diri sendiri.’ (Q.S. Al-Anbiya : 87)

Ada doa nabi taubat Musa setelah membunuh seseorang dari kaum Fir’aun.

‘Ya allah sesungguhnya aku telah mendzalimi diriku sendiri, maka ampunilah.’ (Q.S. Al-Qashas : 16)

Ada kisah taubat nabi Daud yang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, sehingga merugikan salah satu pihak yang sedang berselisih.

‘…Dan daud mengetahui bahwa kami mengujinya, maka ia meminta ampun kepada tuhannya, lalu menyungkur sujud dan bertaubat.’ (Q.S. Shod:24)

Bahkan rasulullah, teladan umat muslim pun masih bisa melakukan kesalahan dalam hidupnya, hingga beliau pernah berdoa

‘Ya Allah ampuni kesalahanku, kebodohanku, dan perbuatanku yang berlebihan dalam urusanku. Serta ampunilah kesalahanku yang engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kemalasanku, kesengajaanku, kebodohanku, gelak tawaku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dan dosa yang aku perbuat secara terang-terangan. Engkaulah yang mengajukan dan engkaulah yang mengakhirkan, serta engkau yang mahakuasa atas segala sesuatu.’ (H.R. Shahih Bukhari)

Jika kita cermati secara baik, semua nabi tidak lantas berhenti berdakwah setelah melakukan kesalahan. Mereka semua terus menyampaikan risalah kenabian yang mereka bawa. Sabiqun bil khoirot wa fastabiqul khoirot (Bersegera dalam kebaikan dan berlomba dalam kebaikan). Karena memang ujian kedewasaan, akan selalu hadir di setiap tingkat keimanan manusia. Tinggal seberapa berani diri kita untuk mengakui kesalahan, dan langsung datang serta meminta maaf. Bahkan dalam sebuah analisa psikologi dikatakan, mengakui kesalahan adalah sebuah proses pendewasaan yang sangat efektif. Karena di dalamnya terdapat keberanian, kearifan, dan kebulatan tekad dalam perjalanan mencari keridhaan. Keridhaan orang yang dizhalimi, dan keridhaan Allah swt tentunya.

Apalagi dalam perjalanan pembentukkan karakter. Melakukan kesalahan, seperti sebuah resiko mutlak yang harus dibayar. Karena jika tidak ada kegagalan dalam berproses, maka tidak ada pembelajaran. Rasul beberapa kali ditegur oleh allah swt dalam beberapa sikap dan ijtihad lapangannya : 1. Teguran Allah ketika rasul menshalati dan mendoakan Abdullah bin Ubai bin Salul, 2.Teguran Allah ketika rasul mengharamkan perempuan yang dihalalkan untuk beliau, 3.Teguran Allah karena rasul mentoleransi orang munafik yang tidak mengikuti perang Tabuk, dan lain sebagainya. Ini saja masih seorang rasul. Apalagi kita manusia biasa, dengan segala keterbatasannya.

Sehingga Syaikh Abdullah Azin bin Abdullah bin Baz mendifinisikan taubat, adalah ‘menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan, dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut’.

Definisi syaikh Bin Baz sejalan dengan kisah para nabi dan rasul. Sehingga penyesalan yang dilakukan para nabi dan rasul, hanya bersifat sementara. Karena fokusnya adalah perbaikan diri. Sehingga dalam ilmu pengembangan diri, kita akan selalu menemukan satu poin yang sama dalam proses pembentukan karakter dan proses menuju kedewasaan. Yaitu keberanian untuk mencoba hal baru. Adapun harga yang harus dibayar dari sebuah keberanian, ialah kesalahan. Jika penulis boleh menambahkan, maka berani mencoba yang dimaksud , ialah keberanian yang bertanggung jawab. Dan pertanggung jawaban yang dimaksud, harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran. Karena sadarilah, bahwa keberanian dan pertanggungjawaban adalah 2 karakter seorang muslim sejati.

Jika keberanian adalah modal awal, bagi terbukanya pintu kesuksesan kita dalam proses menggapai cita. Maka pertanggungjawaban ialah harga yang harus dibayar atas segala resiko yang telah berani kita ambil.

Inilah pentingnya kita mendalami kisah para nabi. Agar kita bisa mendapatkan ilham daripadanya. Karena semua kisah nabi dan rasul akan berujung pada satu kesimpulan, yaitu keteguhan hati berjuang dijalan Allah. Adapun turunannya adalah keteladanan dan kearifan. Dan mengakui kesalahan dalam proses kehidupan, adalah proses yang dilalui juga oleh para nabi dan rasul. Jadi, akumulasi pengalaman kita dalam berproses pada akhirnya akan memberikan kita sebuah karakter diri yang tangguh. Karakter muslim sejati, yang siap memikul amanah umat.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.

Lihat Juga

Bentuk-Bentuk Penyimpangan di Jalan Dakwah (Bagian ke-3: Persoalan Jamaah dan Komitmen (Iltizam))

Figure
Organization