Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Fenomena Tak Naik Kelas

Fenomena Tak Naik Kelas

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Riyanti)
Ilustrasi. (Riyanti)

dakwatuna.com – Mataku kelu, melihat semburat kecewa di wajahnya. Bagaimanalah, bukankah sudah kucoba memperjuangkannya?

**

“Endang tak bisa baca sama sekali. Nanti kewalahan gurunya jika dinaikkan.”

“Tapi dia sudah mulai bisa Pak. Hanya beberapa jenis kata yang tak bisa ia baca. Dia mulai semangat belajar.”

“Begini Bu Yanti. Endang tak pernah mau diam di kelas. Setiap Bu Yanti tidak ada dan saya masuk, anak ini tidak mau diam. Dan memang membacanya juga kurang. Nanti kalau dipaksa dinaikkan, dia tidak bisa mengikuti pelajaran di kelas 4.”

“Bagaimana Riki dan Spenser, Pak? Apakah tidak bisa kita naikkan?”

“Riki lebih parah dibanding Endang Bu, dan Spenser memang belum pernah tingggal kelas. Jadi tidak apa-apa kalau mereka tinggal kelas.”

“kita masih bisa memberikan bimbingan membaca kan Pak. Jadi tidak mengapa kita naikkan di kelas 4. Untuk mengejar kemampuan membacanya, bisa kita beri les tambahan.”

Semua bungkam, seolah tak mendengar. Hingga akhir pertemuan siang itu, mereka tetap harus tinggal kelas.

**

Aku tak bisa menjelaskan apa-apa pada Endang, Riki dan Spenser. Takut-takut mereka malah tambah kecewa. Spenser dengan lesu meninggalkan kelas. Saat yang lain merayakan kenaikan, Spenser berusaha menyembunyikan diri dari teman-temannya. Berbeda dengan Riki, meski kutahu setidaknya ia juga kecewa, Riki terlihat lebih santai menghadapi kenyataan. Bahkan tanpa rasa malu ia katakan pada teman-temannya bahwa ia tak naik kelas. Tapi sungguh aku heran melihat Endang. Anak ini tersenyum begitu manis di depanku. Sejurus ia menghampiriku,

“Bu?”

“Iya, Nak. Ibu tau Endang anak yang cerdas” Endang tak menjawab. Matanya berbinar dengan gigi rapinya terlihat berbaris.

“Belajarlah membaca yang rajin. Tahun depan Endang pasti dapat peringkat.” Endang lagi-lagi tak menjawab. Ia menatapku dengan wajah yang cerah.

“Endang akan belajar membaca?”

“Iya Bu”

“Janji, Endang tidak akan keluar sekolah?”

Endang tersenyum malu-malu. Iya kemudian mencium tanganku dan berlari sambil berteriak “Iya Bu.”

Dari jauh, ku pandangi mereka satu-satu. Spenser telah menghilang sejak ia pergi meninggalkan kelas. Riki dan Endanglah yang masih begitu antusias mengikuti acara perpisahan. Dua bersaudara yang sama-sama tak naik kelas ini memang terlihat tak mempermasalahkan kegagalan apa pun dalam belajarnya.

Aku berjalan menuju kantor menyeka sudut mata yang telah basah. Aku merasa menjadi guru yang gagal. Aku gagal, setelah 5 bulan mengajari tiga laki-laki kecil itu membaca, aku tak dapat mengubahnya.

Aku guru yang baru 5 bulan ditempatkan di sekolah ini. Aku mendapat kelas dengan tingkat masalah yang cukup rumit. Mulai dari kesulitan belajar sampai pada kesulitan konsentrasi. Satu kesulitan yang kualami adalah mengajari 3 anak ini membaca. Aku heran, mengapa mereka sama sekali tak bisa membaca, padahal mereka sudah kelas 3? Sebisanya kuajari mereka mengenal huruf, merangkai sedikit demi sedikit huruf menjadi kata. Sayang, hingga 5 bulan mengajar aku belum berhasil membuat mereka lancar membaca seperti yang lain. Dan ketidakmampuan mereka membaca menjadi alasan guru-guru untuk berat hati memutuskan mereka tinggal kelas. Mengapa tidak sejak kelas 2 saja mereka tinggal kelas? Entahlah.

Fenomena tak naik kelas memang menjadi beban bagiku. Sebagai seorang guru, ketidaknaikan berarti kegagalan. Ketidaknaikan juga menjadi beban saat melihat raut kecewa anak-anak. Dan menjadi beban lebih berat ketika ketidaknaikan menjadi alasan anak-anak memilih putus sekolah. Tapi, aku masih menunggu Endang, Riki dan Spenser di tahun ajaran baru.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Relawan SGI angkatan ke 7 Daerah Penempatan Kubu Raya Kalimantan Barat. Mengabdi di SD N 06 Rasau Jaya.

Lihat Juga

Program Polisi Pi Ajar Sekolah, Pengabdian Polisi Jadi Guru SD dan TK

Figure
Organization