Khutbah Idul Fitri 1436 H: Pribadi yang Bermanfaat bagi Sesama

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ilustrasi. (10wallpaper.com)

dakwatuna.com – Marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat kepada kita, yang andaikata ada di antara kita yang mau mencoba untuk menghitungnya, pastilah ia tidak akan mampu. Dan sebagai ungkapan rasa syukur kita, kita berkumpul di tempat ini dengan hati yang tunduk dan penuh khusyuk menggemakan takbir, tahlil dan tahmid untuk memuji dan mengagungkan kebesaran-Nya.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah berjuang menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam sehingga kita menjadi salah seorang pengikutnya yang setia berpegang padanya hingga akhir kehidupan kita nanti.

Hari ini kita berkumpul untuk menuntaskan ibadah Ramadhan kita dengan menunaikan shalat Idul Fithri, sebagai sebuah pertanda bahwa kita secara bersama-sama ingin kembali kepada fitrah diri kita yang suci. Pribadi yang dibangun di atas tauhid yang kokoh, ibadah yang benar dan akhlak yang mulia. Pribadi yang menjadi rahmat bagi alam semesta, berkontribusi besar terhadap terbitnya kedamaian, kenyamanan dan keamanan bagi kehidupan umat Islam secara khusus dan kehidupan umat manusia secara keseluruhan.

Ramadhan yang telah kita lewati adalah bulan pene mpaan dan pembentukan karakteristik mulia dan manfaat. Sesudahnya, adalah masa-masa pembuktian pribadi-pribadi bentukan Ramadhan tersebut. Olehnya itu tiba saatnya setiap muslim bertekad untuk menjalani kehidupan dalam nuansa kemaslahatan atau kemanfaatan sebagai bukti keberhasilan ibadah Ramadhan. Rasulullah SAW menyerukan hal tersebut dalam sabdanya:

خَيْرُالنَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain” (HR. Thabrani)

Tidak layak seorang muslim dalam kehidupannya menjadi sumber kerusakan dan malapetaka bagi orang lain. sebaliknya, ia harus menjadi sumber kebaikan dan kemaslahatan. Manakala seorang muslim dalam kehidupannya ini hanya menjadi sumber masalah dan penderitaan bagi orang lain, maka sungguh ia telah keluar dari fitrah kehambaannya yang suci. Allah SWT memerintahkan untuk memelihara diri dari berbagai kerusakan tersebut melalui lisan Nabi Musa as:

وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ [الأعراف: 142]

“Dan Berkata Musa kepada saudaranya Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”. (Al-A’raf: 142)

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.

Ma’asyiral Muslimin Rahimukumullah

Agar setiap muslim dapat merasakan fitrah kehambaannya yang suci, hendaklah kiranya ia dapat membiasakan dirinya memelihara berbagai kepribadian mulia yang dapat disingkat menjadi PRIBADI 3 S, yaitu: Santun, Solider dan Sayang sebagai berikut:

Pertama: Hendaklah Menjadi Pribadi Yang SANTUN Tutur Kata Dan Perbuatannya

Islam memandang bahwa seorang mukmin yang benar keimanannya seyogyanya memiliki keindahan dalam tutur kata dan tindak tanduknya. Kata-kata yang diucapkannya adalah kalimat-kalimat yang penuh hikmah dan pengajaran. Ia tidak membiasakan diri mengumbar kata-kata yang penuh dengan dusta, senda gurau dan kelalaian. Semua orang merasa enak berbicara dengannya, karena merasa tidak tersakiti oleh lidahnya. Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya menjelaskan bahwa diantara bentuk pemeliharaan iman seseorang adalah dengan mengindahkan dan mengelokkan tutur katanya. Beliau bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, hendaklah ia berkata benar atau diam.” (HR. Bukhari)

Selain tutur kata yang elok, Islam juga mengajak orang-orang yang beriman agar membuktikan kesiapannya untuk memelihara kesucian diri dengan menjaga sikap-sikapnya yang elok. Di antara sikap yang diperintahkan adalah berbuat baik kepada tetangga. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, janganlah ia menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari)

Sebagai seorang muslim, perlu kiranya kita renungkan jika seandainya besok kita meninggal dunia, adakah orang yang merasa kehilangan dan merasa sedih karena selama ini mereka merasakan manfaat yang besar dari keberadaan kita di tengah-tengah mereka. Rasulullah SAW merasa kehilangan atas wafatnya seorang wanita hitam asal Afrika karena manfaat yang dirasakannya. Wanita yang bernama Ummu Mahjan meninggal dunia pada suatu malam. Rasulullah baru mengetahuinya sesudah satu atau dua hari beliau tidak melihatnya di masjid, beliau pun bertanya kepada para sahabat: “Ke mana wanita yang biasa membersihkan masjid itu?” “Dia sudah wafat dan telah dikuburkan ya Rasulullah”, jawab seorang sahabat. Rasulullah SAW lalu bertanya lagi: “Mengapa kalian tidak memberitahu aku bahwa ia wafat?”. Sahabat menjawab: “Kami pikir ia hanya orang biasa yang tidak perlu harus memberitahu engkau atas kematiannya”. Rasulullah menjadi amat kecewa atas sikap dan pandangan para sahabat seperti itu. Dan untuk menunjukkan penghormatan kepada Ummu Mahjan, Rasulullah meminta ditunjukkan dimana kuburannya dan setelah ditunjukkan, beliau pun melaksanakan shalat jenazah untuknya. Demikianlah gambaran pribadi yang nyaman di mata Rasulullah SAW.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.

Ma’asyral Muslimin Rahimakumullah

Kedua: Hendaklah Menjadi Pribadi Yang SOLIDER Dalam Bergaul

Ibadah puasa yang kita laksanakan selama Ramadhan memberikan pelajaran kepada kita tentang bagaimana caranya membentuk pribadi kita menjadi pribadi solider yang peduli terhadap sesama. Kita melatih diri untuk tidak makan dan tidak minum, meski dengan letih dan susah payah, demi agar kita dapat merasakan penderitaan orang lain yang setiap hari merasa lapar dan dahaga. Dengan pendidikan puasa seperti itulah, para sahabat telah mencontohkan betapa besar tingkat kepedulian mereka antara yang satu dengan lainnya, sebut saja misalnya Abu Bakar As-Shiddiq yang tidak ragu untuk mengeluarkan hartanya dalam jumlah yang besar demi membebaskan Bilal dari status budak, atau Umar bin Khaththab yang memikul sendiri gandum untuk rakyatnya yang miskin.

Nilai-nilai Islam yang diajarkan Rasulullah SAW tidak hanya membentuk kepribadian mulia dalam skala individual tapi dalam skala komunal. Di Madinah Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, sehingga mereka saling mencintai dan saling menawarkan kenyamanan untuk hidup bersama, berdampingan dan bahu membahu menata kehidupan yang harmonis. Ketika Nabi dan para sahabat berhijrah ke Madinah, sahabat-sahabat di Madinah menunjukkan kepedulian mereka yang luar biasa dengan menolong, bahkan lebih mengutamakan sahabat dari Makkah ketimbang diri mereka dan keluarga. Keadaan mereka digambarkan pada ayat berikut:

{وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [الحشر: 9]

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kaum Anshar) sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin), mereka (kaum Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (kaum Muhajirin). dan mereka (kaum Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin). Dan mereka (kaum Anshar) mengutamakan (kaum Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Al-Hasyr: 9)

Jika ingin mengukur keberhasilan ibadah Ramadhan kita, periksalah keberhasilan kita menjadi pribadi yang peduli terhadap kesulitan hidup yang dialami orang lain. Apakah kita termasuk orang yang mau berusaha berempati terhadap penderitaan mereka dan mau menjadi bagian dari solusinya, atau kita hanya ingin menertawakannya atau bahkan menari di atas penderitaan mereka?, jika demikian halnya, sungguh ibadah Ramadhan kita tidak berbuah kebaikan, karena tidak akan ada orang yang merasa nyaman bergaul dengan kita. Salah satu indikator keberhasilan ibadah Ramadhan kita adalah tampilnya kita ke tengah umat sebagai pribadi yang nyaman semua orang bergaul dengan kita.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.

Saudaraku Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Ketiga: Hendaklah Menjadi Pribadi Yang SAYANG Kepada Sesamanya

Seorang muslim yang menjaga fitrah suci kehambaannya adalah mereka yang senantiasa membuktikan keimanannya dengan perangai-perangai terpuji. Bukan hanya karena seseorang mempersekutukan Tuhan maka dia diragukan keimanannya, tapi juga karena tidak memberi rasa aman kepada orang sekitarnya. Rasulullah SAW pernah menegaskan kepada setiap muslim untuk menjauhkan dirinya dari tingkah laku yang membuat orang sekitarnya terganggu dan tidak merasa aman. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قَالُوا وَمَنْ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ جَارٌ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ قِيلَ وَمَا بَوَائِقُهُ قَالَ شَرُّهُ

Dari Abu Hurairah dia berkata; Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: Tidak, demi Allah tidak beriman, tidak, demi Allah tidak beriman, tidak, demi Allah tidak beriman, para sahabat bertanya; Siapakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Seorang tetangga, yang tetangga lainnya tidak merasa aman dari gangguannya, ditanya, Apa itu gangguannya? beliau bersabda: Keburukannya. (HR. Ahmad)

Belum lepas dari ingatan kita, bagaimana kota-kota besar di negara yang kita cintai ini beberapa waktu yang lalu dihantui rasa tidak nyaman dengan ulah begal dan geng motor, perampokan disertai dengan pembunuhan sadis, dan perkelahian antar kelompok, padahal kalau kita telusuri siapa yang melakukan semua itu? Jawabannya, sebagian besar adalah saudara-saudara kita sesama muslim. Kenapa mereka tega melakukan itu semua? Tentu penyebabnya banyak. Tapi yang ingin kita coba sadari adalah lemahnya iman dan sikap keislaman mereka. Mereka tidak menyadari bahwa Islam yang diyakininya menuntut mereka agar memelihara kesucian dan fitrah kehambaannya, sebagaimana Alquran menyeru mereka:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)

Olehnya itu, marilah kita semua kembali kepada fitrah kehambaan kita. Sebuah suasana kehambaan yang tidak cuma memiliki kemantapan iman, tapi juga suasana kehambaan yang memiliki keelokan tutur kata dan perbuatan, solider dalam bergaul, serta memberikan rasa aman. Semoga kita semua berada dalam suasana kehambaan seperti itu sehingga kita layak disebut sebagai hamba yang kembali kepada fitrah kesuciannya.

Penutup dan Doa

Selanjutnya, pada penghujung khutbah idul fitri 1436 ini, marilah kita bersama-sama menundukkan kepala dan merendahkan hati kita seraya bermunajat dan berdoa kepada Allah SWT, Pemilik Segala Keagungan:

اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Dekat dan Maha Mengabulkan doa.

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zhalim dan kafir.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ

Ya Allah, perbaikilah agama kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami, karena ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami, karena ia menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami. (usb/dakwatuna)

Konten ini telah dimodifikasi pada 16/07/15 | 07:03 07:03

Salah seorang dosen pasca-sarjana STAIN Palopo, Sulawesi Selatan
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...