Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kakek 86 Tahun, Bermata Senter

Kakek 86 Tahun, Bermata Senter

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
(Foto: Hakim Herlambang Afghandi)
(Foto: Hakim Herlambang Afghandi)

dakwatuna.com – Hari ke-24 Ramadhan ini saya menyempatkan untuk mengunjungi nenek dari ibu, dulu sekali semasa SMA saya sempat ikut tinggal di rumah beliau untuk beberapa waktu, sehingga saya cukup mengenal dan bersosialisasi dengan tetangga sekitar.

Selepas magrib alias memasuki hari ke-25 Ramadhan−karena dalam kalender Islam hari baru dihitung setelah memasuki waktu maghrib, saya berinisiatif untuk ke masjid lebih awal menunggu kumandang adzan sh alat Isya, masjid ini hanya berjarak sekitar 30 meter dari rumah nenek saya, masjid Asy-Syarifiyah namanya.

Rupanya di masjid baru ada ketua DKM, Haji Yusuf namanya, masih ada hubungan kekerabatan dengan nenek, sama-sama keturunan Cirebon yang bermukim di Sukabumi. Setelah menyapa dan menyalami beliau, tak lama dari itu datang juga di masjid beberapa orang bapak yang memang saya kenal, satu di antara mereka ialah seorang yang sudah uzur, masyarakat sekitar biasa memanggil beliau Pak Bia.

Pak Bia ini sosok legendaris di daerah tempat nenek saya tinggal, paling rajin salat berjamaah ke masjid, paling rajin mengumandangkan adzan salat Subuh, dan bahkan sering menjadi “pemborong”, beliau yang adzan beliau yang iqamah dan beliau juga yang menjadi imam shalat. Di bulan Ramadhan biasanya beliau juga yang paling rajin hadir tadarusan selepas salat Tarawih, di masjid Asy-Syarifiyah ini minimal 1 juz Alquran dibaca bergiliran di tiap malamnya selama bulan Ramadhan.

Sambil menunggu waktu adzan isya saya menyempatkan mengobrol dengan beliau, terungkaplah beberapa fakta: pertama, saat ini beliau sudah berusia 86 tahun; kedua, nikmat penglihatan, pendengaran, tidur dan makan telah cukup banyak “diambil” oleh Allah Swt. Khusus nikmat penglihatan ada sesuatu yang menarik, beliau menyampaikan bahwa saat ini kalau membaca Alquran harus pakai senter, karena mata sudah terlalu buram dan membutuhkan cahaya yang lebih saat membaca ayat-ayat Alquran, sampai di sini saya masih belum terlalu mengerti maksud beliau membaca Alquran memakai senter.

Setelah salat Isya dan Tarawih, pukul 8 malam lewat, sebagian jamaah Tarawih yang tidak pulang duduk melingkar untuk tadarusan. Sampai malam ke-25 bulan Ramadhan, ternyata jamaah masjid Asy-Syarifiyah telah menyelesaikan 26 juz Alquran, jadi malam ini kami yang ada di sana mulai bergiliran membaca juz 27. Saat giliran membaca sampai kepada Pak Bia, akhirnya saya mengerti maksud beliau membaca Alquran memakai senter, jadi setiap ayat yang akan dibaca disorot terlebih dulu dengan senter agar dapat terlihat dengan jelas oleh beliau. Beliau membaca dengan agak cepat namun tetap lancar dan benar, indikasi bahwa beliau memang rutin melantunkan ayat suci Alquran.

Saat kami sudah hampir menyelesaikan juz 27, tiba-tiba ada bapak-bapak yang nyeletuk, “Bagaimana kalau kita khatam-kan saja malam ini, tanggung tinggal 3 juz lagi”, bapak-bapak yang lain sempat terlihat agak ogah-ogahan menyikapi permintaan ini, sampai akhirnya Pak Bia menjadi yang terdepan menyatakan “Hayu” alias siap jika dalam bahasa Indonesia, melihat semangat Pak Bia ini, akhirnya semangat jamaah yang lain terbakar kembali, tambah 3 juz lagi.

Pak Bia ini meski sudah uzur namun stamina beliau dalam membaca Alquran luar biasa, tadarusan dimulai pukul 8 malam lewat dan berakhir menjelang pukul 11 malam, jadi selama hampir 3 jam beliau fokus untuk membaca, memerhatikan, dan mengoreksi bacaan jamaah lain. Bayangkan, 4 juz selama 3 jam di usia yang tak lagi muda, pemuda zaman sekarang yang memiliki kesehatan dan fisik prima saja jarang-jarang yang memiliki “kekuatan” ibadah seperti ini, dan mohon diingat 3 jam di sini beliau harus menggunakan bantuan senter dalam melihat ayat-ayat yang akan dibaca dan sedang dibaca jamaah lain, 3 jam yang double “melelahkan” karena membaca dan tambahan harus menyorot dengan senter, 3 jam yang triple “melelahkan” mengingat nikmat kekuatan yang telah Allah “ambil” dari beliau.

Jadi, jika Pak Bia yang berumur 86 tahun dan tak prima lagi kesehatannya bisa kuat membaca Alquran berjam-jam bahkan hingga khatam meski harus memakai senter, bagaimana dengan kita yang masih muda dan prima serta masih bisa membaca dengan normal? Nikmat mana lagi yang telah kita dustakan? Nikmat mana lagi yang telah kita dustakan? Nikmat mana lagi yang telah kita dustakan?

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Eks Sekretaris Umum LDK UKDM Universitas Pendidikan Indonesia dan Lulusan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia

Lihat Juga

Anies Ceritakan Pengalaman Kakeknya Saat Bawa Surat Kedaulatan

Figure
Organization