Topic
Home / Narasi Islam / Khutbah / Khutbah Idul Fitri / Khutbah Idul Fitri 1436 H: Efek dan Keutamaan Taqwa Bagi Diri, Keluarga, dan Kehidupan Bangsa

Khutbah Idul Fitri 1436 H: Efek dan Keutamaan Taqwa Bagi Diri, Keluarga, dan Kehidupan Bangsa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (wallpapermania.eu)
Ilustrasi. (wallpapermania.eu)

الله اكبر 9× لااله الا الله والله اكبر , الله اكبر ولله الحمد

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدي الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا اله الا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى اله وأصحابه أجمعين. أما بعد فيا عباد الله أوصيكم ونفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون.

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah!

dakwatuna.com – Gema takbir dan tahmid terus bersahutan sejak malam hingga pagi ini sebagai pekik kemenangan dan ekspresi kesyukuran orang-orang beriman di atas medan perjuangan bernama Ramadhan. Kemenangan melawan hawa nafsu yang cenderung melahirkan laku buruk manusia, seperti amarah, dendam, bakhil, tamak, iri dan dengki. Rasa syukur pula nampak menghiasi hari kemenangan ini atas nikmat yang besar yakni pakaian taqwa yang menjadi hadiah terbaik di bulan Ramadhan. Keimanan kita kini telah menemukan ketaqwaannya melalui jalan-jalan terjal dan berliku selama Ramadhan dan hanya mereka yang bersabarlah yang dapat mencapai kemenangan gemilang. Olehnya itu merekalah yang layak bergembira di hari agung ini. Sungguh kerugian yang teramat besarlah bagi mereka yang gagal menapak jalan kemenangan di bulan suci yang telah meninggalkan kita dan belum tentu akan menemui kita kembali. Bagaimana tidak dikatakan rugi, karena kegagalan itu berarti kegagalan meraih maghfirah, kegagalan meraih pahala yang besar, kegagalan meraih jannah-Nya, kegagalan memperoleh fitrah, kegagalan meraih kemuliaan seribu bulan, kegagalan meraih rahmat-Nya dan kegagalan meraih pakaian taqwa. Kesempatan itu kini telah pergi dan boleh jadi usia hayat kita justru berakhir di tahun ini, wallahu a’lam bisshawab. Namun, jangan patah arang, sehari saja usia kita tersisa segeralah mendekat kepada Allah sedekat-dekatnya dengan penyesalan yang sungguh-sungguh niscaya kita akan menemukan Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bila usia kita panjang maka persiapkanlah iman kita sejak dini hingga ketika Ramadhan itu kembali maka kegagalan hari ini akan menjadi pelajaran penting untuk meraih sukses di Ramadhan yang akan datang.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, ولله الحمد

Kepada mereka yang tengah merayakan kemenangan di hari Idul Fitri ini, selamat atas kemenangan yang telah diraih dan karena kemenangan ini pula layaklah kiranya menerima ucapan atau ungkapan doa ‘minal ‘aa-idiin wal faa-izin’ (semoga kita termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang). Sebulan penuh kita telah di-tarbiyah oleh Allah melalui Ramadhan. Dengan puasa kita telah memenangkan banyak hal di medan perjuangan ini. Bahkan di sepuluh hari terakhir kita semakin tenggelam dalam dzikir dan perenungan sebagai bentuk usaha keras taqarrub ilallah untuk meraih kemuliaan Lailatul qadar sekaligus sebagai peristirahatan jiwa dan pikiran kita dari kepenatan urusan dunia dan segala beban-bebannya. Kemenangan telah diraih dan panji taqwa telah berkibar dengan gagah di hati-hati orang-orang yang beriman.

Jamaah ‘Id Rahimakumullah!

Ketaqwaan adalah status kemuliaan seorang hamba di sisi Allah SWT. Ini adalah gelar dunia dan langit yang tak mampu ditandingi oleh seribu gelar dunia sekalipun. Taqwa adalah aset peradaban umat manusia yang paling haqiqi. Peradaban yang memiliki nilai tinggi tidak hanya mengandalkan simbol-simbol kemajuan fisik belaka, seperti gedung-gedung tinggi, jalan-jalan yang lebar, dan rumah-rumah super mewah. Lebih dari itu peradaban identik dengan nilai-nilai haqiqi yang membawa pada keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan. Itulah sesungguhnya alamat adanya keberkahan dalam kehidupan. Hilangnya taqwa akan menyebabkan hilangnya keberkahan. Bila keberkahan telah diangkat dari kehidupan seseorang atau suatu negeri maka masalah-masalah yang menyempitkan akan datang silih berganti.

Simaklah firman Allah SWT berikut ini:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.  (QS. Al A’raf: 96)

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, ولله الحمد

Taqwa menjadi modal penting dalam menampilkan jati diri seorang hamba di hadapan Sang Khaliq bahkan menjadi perkara yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam menciptakan sebuah masyarakat madani  dalam satu negeri yang  baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang aman, damai dalam limpahan berkah Allah SWT.  Janganlah menilai kemuliaan seseorang hanya dari merek pakaiannya atau jumlah harta yang ia miliki dan jangan pernah mengukur kemajuan sebuah bangsa atau masyarakat hanya dari gedung-gedung pencakar langitnya, tetapi lihatlah dari ciri-ciri ketaqwaannya. Pandanglah cara mereka memperoleh rezeki, interaksi sosialnya, ghirah keagamaannya, kehidupan politiknya, hingga tentu saja adalah tentang ibadahnya. Aspek-aspek kehidupan itu akan menunjukkan karakter seseorang atau suatu bangsa di sebuah negeri. Jika karakternya buruk maka itulah alamat kerusakan, namun jika karakternya baik maka demikian itulah pribadi yang mulia yang kelak akan membentuk peradaban masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Allah SWT berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jamaah ‘Id Rahimakumullah!

Apa sajakah efek dan keutamaan taqwa dalam diri pribadi, keluarga dan kehidupan bangsa? Mari kita simak uraian berikut ini:

Pertama, Efek dan Keutamaan Taqwa dalam Kepribadian Seorang Muslim.

Taqwa adalah pakaian terbaik bagi diri kita. Kadang kita sedih ketika baju kesayangan kita ternyata rusak oleh mesin cuci. Jika yang rusak itu adalah pakaian biasa mungkin tak ada kekesalan. Persoalannya pakaian tersebut adalah yang terbaik dan termahal. Itulah hakikat pakaian, setiap kita memiliki satu yang terbaik dan termahal di antara sekian yang ada. Demikian juga sepatutnya seorang mukmin ketika kehilangan pakaian terbaiknya. Allah menyediakan satu pakaian terbaik untuk mereka, yaitu taqwa.

… وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ …

“…dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.” (QS. al-A’raf: 26)

Bila kita sanggup jatuh bangun mengumpulkan harta untuk membeli pakaian bagus dan perhiasan mahal dan bersedih karena kehilangannya, maka kitapun harus jauh lebih kuat untuk jatuh bangun demi meraih dan kemudian menjaga pakaian terbaik dari Allah. Sebaliknya, kemalangan terburuk adalah karena hilangnya pakaian itu dari diri kita. Ramadhan telah menuntun kita untuk meraihnya dan Istiqamah adalah sikap terbaik untuk merawatnya agar tetap bersih.

Ketaqwaan akan melahirkan sifat-sifat terbaik dalam diri seseorang. Tidak hanya dalam perkara hablum minallah, tetapi juga hablum minannas. Ibadah-ibadah mahdhah kita seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan dzikrullah tak akan memiliki nilai bila kita buruk dalam menata hubungan dengan alam sekitar, seperti manusia, lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Orang-orang yang bertaqwa adalah agen-agen rahmatan lil’alamin yang selalu membawa kebaikan dan kedamaian. Mereka bagaikan pohon yang buahnya lebat. Tidak pernah berhenti memberikan manfaat bagi siapapun selama mereka hidup. Bahkan terhadap yang berbuat jahat kepada mereka sekalipun, selalu ada kata maaf. Pohon yang dilempari batu selalu menjatuhkan buahnya kepada yang melemparinya. Begitulah filosofi yang selalu melekat pada diri orang-orang yang bertaqwa hingga Allah banyak memberikan pujian kepada mereka.

Ibnu Abbas berkata: ” Sesungguhnya amal kebaikan itu akan memancarkan cahaya di dalam hati, membersitkan sinar pada wajah, kekuatan pada tubuh, kelimpahan pada rezeki dan menumbuhkan rasa cinta di hati manusia kepadanya. Sesungguhnya amal kejahatan itu akan menggelapkan hati, menyuramkan wajah, melemahkan badan, mengurangi rezeki dan menimbulkan rasa benci di hati manusia kepadanya.”

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, ولله الحمد

Bukan karena jabatan kita menjadi mulia. Bukan juga karena ilmu kita menjadi mulia. Bukan juga karena harta, kecantikan, dan gelar. Semua itu hanyalah citra yang melekat pada diri yang sungguh amat merepotkan pemiliknya. Jabatan akan membuat pemiliknya cenderung merasa selalu kuat dan berada di atas. Ilmu akan membuat pemiliknya bersikap harus selalu benar alias tidak boleh salah. Harta akan membuat pemiliknya menjadi takut kehilangan dan merasa cukup hingga merasa tidak membutuhkan orang lain, justru orang lainlah yang membutuhkan dia. Kecantikan akan membuat pemiliknya sibuk dengan peralatan kecantikan dan segala tetek bengeknya dan dekat dengan fitnah atau musibah.

Gelar akan membuat pemiliknya selalu merasa bangga diri dan merasa paling hebat di bidangnya, itulah yang disebut ujub. Citra-citra yang membebani diri itu juga akan menciptakan banyak penipu di hadapan pemiliknya. Kita baru akan menyadarinya saat semua citra-citra itu hilang dari kehidupan kita. Itulah kehormatan semu yang juga hanya akan memperoleh penghormatan semu. Inilah dunia kamuflase. Ramadhan telah menyematkan  ketaqwaan kepada yang telah meraihnya. Ketaqwaan itulah yang mengantarkan pemiliknya pada kemuliaan sejati tanpa embel-embel pujian dan penghormatan semu.

Jamaah ‘Id Rahimakumullah!

Kedua, Efek dan Keutamaan Taqwa dalam Kehidupan Keluarga

Tidak elok kiranya bila dalam sebuah keluarga terdapat dua kutub pihak yang bertolak belakang khususnya dalam perkara aqidah dan amal shalih. Katakanlah seorang bapak yang rajin beribadah tetapi tidak peduli dengan anaknya yang menjadi anggota geng kelompok kejahatan atau barangkali seorang istri yang rajin ke majelis ta’lim sementara suaminya justru menjadi germo di tempat hiburan malam. Meski terdengar seolah begitu naïf, tetapi dinamika keluarga yang kontras dalam sikap dan perbuatan masing-masing ternyata adalah perkara lazim dan ada di sekitar kita bahkan boleh jadi juga menimpa keluarga kita. Di zaman para nabipun betapa tidak sedikit pula anggota keluarga para nabi yang menolak dakwah mereka bahkan menentangnya. Seperti nabi Nuh dan anaknya Kan’an yang durhaka, juga nabi Ibrahim dengan ayahnya Azar yang justru menjadi pemahat berhala bagi kaumnya.

Tidak enak pula rasanya membayangkan kehidupan di surga namun terbayang wajah-wajah anggota keluarga yang menderita karena terpanggang di dalam api neraka. Sungguh keadaan yang mengusik ketenangan jiwa bila orang-orang yang kita cintai di dunia tidak terjangkau hidayah Allah. Keadaan seperti ini tentu sangat dipahami oleh Allah sehingga wajar bila kita diingatkan dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

“Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (Al-Isra’: 97)

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56).

Begitulah dahsyatnya api neraka yang tentu sangat jauh berbeda dengan api di dunia. Sungguh malang bila kulit kita, atau istri kita, atau anak-anak kita dijilat oleh api yang teramat panas itu. Na’uudzu billahi min dzaalik!

Taqwa selayaknya melahirkan kepedulian dan kasih sayang bagi orang-orang terdekat dalam keluarga kita. Nama dan wajah mereka  tak luput untuk selalu terukir dalam untaian doa-doa harian kita. Setiap anggota keluarga juga saling mendukung dalam perkara kebaikan dan taqwa dan saling mengingatkan tatkala dalam kealpaan. Komitmen keluarga yang kokoh dalam pijakan taqwa harus mengantarkan setiap anggota keluarga pada sebuah visi keluarga untuk terus bersama hingga di dalam surga. Semoga hal ini dapat kita wujudkan di tengah-tengah keluarga kita, amin yaa Rabbal ‘alamin.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, ولله الحمد

Ketiga, Efek dan Keutamaan Taqwa dalam Kehidupan Bangsa dan Negara

Negeri-negeri yang makmur dalam naungan Islam bukanlah cerita dongeng dalam buku-buku sejarah. Negeri itu benar-benar pernah ada dalam peradaban manusia. Sebut saja masa pemerintahan Rasulullah dan para khulafaurrasyidin di Madinah, masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz pada periode dinasti bani umayyah yang mencapai kemakmuran hanya dalam kurun waktu 2 tahun 5 bulan 5 hari hingga diceritakan pada saat itu uang-uang zakat tertumpuk menggunung karena tak ada lagi penerimanya. Kemudian juga, masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid pada periode dinasti bani Abbasiyyah. Pada masanyalah umat Islam pertama kali mengalami puncak keemasannya di segala sektor kehidupan mulai dari ilmu pengetahuan hingga ekonomi mengalami kemajuan yang cukup pesat. Tak ketinggalan, masa pemerintahan khalifah Sulaiman al-Qanuni pada periode dinasti bani Utsmaniyyah, para ahli sejarah sepakat bahwa zaman Khalifah Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran yang pada masanya telah jauh meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains dan politik. Inilah era yang disebut sebagai the golden age of Islam atau masa keemasan Islam sekaligus sebagai puncak peradaban dunia di abad pertengahan masehi.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, ولله الحمد

Jamaah Idul Fitri rahimakumullah!

Peradaban Islam yang telah membawa kemakmuran itu benar-benar pernah ada, namun kondisinya kini telah jauh berbeda. Jika di masa lalu negeri-negeri Islam diliputi keberkahan, maka kini negeri-negeri itu hanya ada tumpukan masalah mulai dari konflik politik, bencana sosial dan ekonomi, penetrasi budaya, hingga krisis akhlak. Hal ini tergambar dari sikap para pemimpin-pemimpin Islam dan juga kalangan muslim yang tidak memahami Islam sebagai agama yang membawa misi peradaban rahmatan lil ‘alamin. Simak saja berbagai sikap dan argumen dari berbagai kalangan yang sempat menghiasi isu-isu wacana ke-Islam-an di negeri ini. Mulai dari poligami yang dihujat di sana-sini karena dianggap menindas hak-hak perempuan, sementara perzinaan, kumpul kebo, dan prostitusi dianggap lumrah karena suka sama suka dan tidak ada yang tersakiti. Sebagai dampak isu terorisme yang digembar-gemborkan oleh mereka yang memusuhi Islam, kini jilbab besar, jenggotan, orang yang rajin ke mesjid dikesankan sebagai kelompok yang lebih seram dan harus dicurigai daripada yang tatoan, mabuk-mabukan dan judi. Yang rutin ke majelis ta’lim dituduh fanatik, sementara yang setiap akhir pekan ke bioskop dianggap gaul. Yang hafalan Qurannya banyak dituduh militan sebagai cikal bakal teroris, sementara yang banyak hafal lagu-lagu cinta dianggap hebat dan berbakat. Yang berpakaian menutup aurat dianggap sok  alim, sementara yang telanjang justru  dianggap tren dan modis. Yang bicaranya selalu tentang Islam dituduh sok kyai, sementara yang setiap hari rajin gosip dan ghibah dianggap up to date alias tidak ketinggalan info. Media-media Islam yang memberitakan pejuang-pejuang Islam di timur tengah dituduh berbahaya dan harus diblokir, sementara media-media yang menyuguhkan pornografi dianggap kebebasan berekspresi dan dibiarkan menjamur. Umat Islam mengadakan tabligh akbar dan takbiran keliling untuk syiar Islam dengan tertib dilarang, alasannya bikin macet dan mengganggu pengguna jalan lain. Sementara pesta rakyat tahun baru yang isinya konser dugem dan hasilnya kondom bekas dan sampah berserakan justru dibiayai dari uang rakyat, alasannya hanya setahun sekali diadakan untuk hiburan rakyat. Sungguh menyesakkan dada, mengapa harus umat Islam terus yang dijadikan sasaran, sebegitu bencikah mereka terhadap agama ini? Mari kita membuka mata kita, bukanlah keberkahan yang kita peroleh, yang ada hanya musibah. Bukan juga jalan keluar yang kita dapatkan, yang ada hanya tumpukan masalah. Bencana ekonomi dengan anjloknya rupiah; bencana moral berupa merebaknya korupsi, narkoba, dan pergaulan bebas; bencana hukum berupa hilangnya wibawa hukum negeri ini dan para penegaknya, bencana sosial dengan tingginya angka kemiskinan serta bencana alam tahunan cukuplah kiranya membuat kita sadar bahwa negeri ini sedang ditegur! Mumpung belum diazab dengan petaka yang membinasakan mari memperbaiki diri dan menata negeri dengan keimanan dan ketaqwaan kita.

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, ولله الحمد

Jamaah ‘Id Rahimakumullah!

Di sinilah efek ketaqwaan kita harus diwujudkan dalam semangat bersama untuk membangun negeri yang baldatun  thoyyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang ingin mendapat curahan berkah dari langit dan dari bumi hanya mempersyaratkan satu hal yaitu keimanan dan ketaqwaan para penduduknya terutama para pemimpinnya. Bila sebuah kekuasaan dapat dimanfaatkan untuk menegakkan nilai-nilai kebaikan tentu dapat membawa dampak kemaslahatan bagi segenap umat. Namun bila sebaliknya maka kerusakanlah yang akan terjadi. Allah menjanjikan rezeki, keberkahan dan jalan keluar dari setiap masalah bagi orang-orang yang bertaqwa:

وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

 “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.”  (Q.S. At-Thalaq: ayat 2 dan 3)

Orang-orang bertaqwa adalah para pejuang yang telah ditempa dengan kesabaran selama Ramadhan. Jumlah para pemenang itu barangkali hanya segelintir saja, tetapi hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak memperjuangkan kebenaran. Di dalam Al-Quran Allah menyebut hal-hal yang tidak disukai-Nya sebanyak 23 kali. Ini lebih banyak dari penyebutan hal-hal yang disukainya yaitu sebanyak 15 kali. Ada bahasa kode di dalamnya dan ini telah menjadi sunnatullah, bahwa bumi akan selalu didominasi oleh kezhaliman dan hal-hal yang melampaui batas. Kemenangan dan kekalahan selalu dipergilirkan antara yang haq dan yang bathil. Namun bagaimanapun al-haq tidak boleh tunduk kepada al-bathil. Meski jumlah kelompok kebaikan itu sedikit, Allah selalu menjamin kemenangan mereka dengan satu prasyarat yaitu: Sabar.

كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللهِ وَاللهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 249).

Iman tak akan menemukan jalan taqwanya tanpa melalui kesabaran. Ramadhan menjadi kelas khusus bagi orang-orang beriman untuk memantapkan kesabaran mereka dan sesungguhnya merekalah yang diharapkan dapat memenangkan al-haq di negeri ini meski kekuatan kelompok bathil jauh lebih banyak. Semoga suatu saat kelak kita dapat menjelang datangnya generasi yang tercerahkan di negeri ini dan dapat membawa nasib negeri ini menjadi lebih baik.

Jamaah ‘Id Rahimakumullah!

Marilah kita berdoa semoga Allah SWT senantiasa meliputi kehidupan kita dengan keberkahan dan melindungi kita dari segala musibah yang membinasakan.

Yaa Allah, terima kasih atas segala hikmah yang Kau ilhamkan kepada kami hingga di hari Idul Fitri ini,

Terima kasih atas segala ilmu yang Kau pahamkan kepada kami,

Terima kasih atas segala rezeki yang  Kau lapangkan untuk kami hingga aku dapat berbagi dengan yang lain,

Terima kasih atas iman dan kesabaran yang telah Kau hunjamkan di dada kami, terima kasih yaa Allah…

Tuntunlah kami untuk meniti jalan syukur kami  pada-Mu.

Limpahkan kebaikan dalam segala urusan kami,  curahkan rahmat-Mu dalam urusan akhirat kami, dan lindungilah kami dan keluarga kami beserta orang-orang yang kami cintai karena-Mu dari malapetaka yang membinasakan.

Liputi kehidupan kami dengan keberkahan di tahun ini hingga Ramadhan kembali menjalang jika Engkau menghendaki kami bertemu kembali dengannya.

Liputi kami dengan keridhaan-Mu bila kelak kami tak bertemu kembali dengan Ramadhan-Mu. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Guru Madrasah

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization