Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Apakah Negara Melanggar HAM Jika Tidak Melegalkan Pernikahan Sejenis?

Apakah Negara Melanggar HAM Jika Tidak Melegalkan Pernikahan Sejenis?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (blogspot)
Ilustrasi. (blogspot)

dakwatuna.com – Akhir-akhir ini masyarakat dunia internasional disibukkan dengan isu pengesahan pernikahan sesama jenis kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) yang mendapatkan persamaan hak setelah disahkannya pernikahan sejenis tersebut oleh mahkamah agung Amerika Serikat pada Jum’at 26 Juni 2015 silam, yang pada pokok putusannya melegalkan pernikahan sejenis di berbagai wilayah negara adidaya tersebut. Beragam tanggapan bermunculan di belahan dunia tidak ubahnya Indonesia. mulai dari kalangan masyarakat biasa hingga pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap putusan mahkamah agung Amerika Serikat ini.

Di Indonesia putusan ini menuai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat, dukungan datang dari para artis dan berbagai tokoh cendekiawan, artis penyanyi terkenal Sherina Munaf misalnya, yang memberikan dukungannya dan merasa bangga terhadap pengesahan pernikahan sejenis tersebut dan justru berharap suatu saat bisa diterapkan di seluruh dunia termasuk di Indonesia (sumber: Republika online, 29 Juni 2015 10:49 WIB). Meski demikian pihak yang kontra dengan pernikahan sejenis ini tidak diam begitu saja, ialah menteri agama Republik Indonesia Lukman Hakim yang angkat bicara menanggapi fenomena tersebut, ia mengatakan pernikahan sejenis tidak akan pernah ada dan dilegalkan di Indonesia, “Saya pikir itu sesuatu yang sulit terjadi di negara seperti Indonesia ini. Indonesia masyarakatnya sangat religius. Jadi negara dan masyarakat Indonesia memandang bahwa pernikahan itu tidak hanya peristiwa hukum semata,” kata Lukman di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Jum’at (3/7/2015).

Amerika serikat merupakan negara maju di kalangan dunia internasional, kemajuannya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat Amerika menjadi negara super power yang di segani di dunia. Kemajuan ini juga merambah pada pola kehidupan sosial yang menjunjung tinggi kebebasan sebebas-bebasnya dengan mengedepankan dalih demokrasi dan hak asasi manusia bagi setiap warga negaranya, maka tidak heran jika negara ini melegalkan pernikahan sejenis dengan dalih persamaan hak bagi warga negara. Keberhasilan di negara ini yang menerapkan prinsip kebebasan hak asasi manusia tanpa diskriminasi termasuk untuk kaum Lesbi Gay Bisexualsual dan Transgender (LGBT) membuat sejumlah orang dan lembaga sosial masyarakat di Indonesia latah dengan memberikan dukungan hingga berkeinginan hal serupa juga di terapkan di Indonesia. Meskipun Amerika Serikat merupakan negara super power yang kerap dijadikan panutan atau contoh bagi negara-negara lain namun tidak semuanya dapat di ambil dan di jadikan contoh yang kemudian di bringing home atau di bawa pulang ke Indonesia dan diterapkan di Indonesia, apalagi jika hal tersebut tidak sesuai dengan sistem hukum dan norma sosial yang tumbuh dan berkembang serta di taati oleh rakyat Indonesia di terutama dalam hal pelegalan status pernikahan sejenis di negara ini.

Hakikat Pernikahan di Indonesia

Negara ini telah merumuskan arti pernikahan sebagai suatu tindakan sakral yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal selama-lamanya untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dengan tidak memisahkan agama sebagai patokan utamanya di dalam melakukan pernikahan dan membentuk keluarga tersebut. Sebagai mana yang di maksud dalam Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang dikatakan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”.

Di Indonesia sendiri Pernikahan itu merupakan suatu perbuatan yang tidak hanya melibatkan dua insan manusia antara laki-laki dan perempuan saja tetapi juga melibatkan khalayak masyarakat banyak terutama kedua keluarga pasangan yang ingin menikah. Mengingat pernikahan yang sah adalah pernikahan yang berlangsung sesuai dengan agama masing-masing, sesuai Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Perkawinan yang mengatakan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”, tentunya kehidupan sosial di Indonesia yang sarat akan tradisi dan adat istiadat yang hidup di tengah masyarakat juga berpengaruh di dalam suatu proses pernikahan tersebut sehingga erat kaitannya dengan keluarga dan masyarakat banyak. Secara legal status pernikahan yang di akui di Indonesia hanyalah pernikahan yang berlangsung menurut agama masing-masing dan hukum yang berlaku di negara ini. Pernikahan hanya dapat berlangsung antara seorang laki-laki dan perempuan, bukan halnya antara laki-laki dengan laki-laki (Homo Seksual) dan begitu pula perempuan dengan perempuan (Lesbian) pernikahan seperti ini selain tidak di kenal dalam agama yang dianut oleh rakyat Indonesia juga bertentangan dengan sistem hukum itu sendiri, dalam hal ini undang-undang perkawinan yang menjadi landasan bagi negara untuk mengakui dan mencatat peristiwa pernikahan tersebut.

Begitu pulanya dengan ajaran agama yang dianut oleh masing-masing warga negara Indonesia, menurut hemat saya tidak ada satu agama pun di negara ini yang melegalkan pernikahan sejenis, mengingat agama adalah sebagai tuntunan atau pedoman hidup untuk meraih kedamaian atau kesejahteraan bagi setiap pemeluknya, seperti misalnya agama islam yang telah jelas-jelas melarang dan mengutuk pernikahan sejenis tersebut, sebagaimana firman Allah SWT “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (Q.S. Al-A’raaf (7): 80-84)

Berdasarkan penjelasan di atas tuntutan sebagian orang agar Indonesia melegalkan pernikahan sejenis seperti halnya Amerika Serikat tidak lah dapat terwujud di negara ini karena tuntutan tersebut merupakan perlawanan terhadap konstitusi negara yang telah kita sepakati bersama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik ini.

Berbangsa dan Bernegara Dalam Bingkai 4 Pilar Kebangsaan

Dalih untuk mengikuti perkembangan zaman, modernisasi dan tuntutan hak asasi manusia menuntut isu pernikahan sejenis agar di legalkan di Indonesia. Upaya pelegalan terus saja di lakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia seperti misalnya menggelar aksi simpatik, pawai keliling dengan membawa isu diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) dan berharap untuk mengubah sistem hukum yang saat ini berlaku hingga menerobos rambu-rambu agama yang di anut oleh rakyat Indonesia sehingga mereka mendapatkan hak untuk melangsungkan pernikahan sejenis sebagaimana yang mereka inginkan.

Maka tidak heran jika pihak yang pro terhadap isu ini mengedapankan tataran persamaan di depan hukum sebagai warga negara dan persamaan hak yang kian di jadikan senjata utama bagi mereka untuk melegalkan pernikahan sejenis di Indonesia. Isu pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) membuat sebagian tokoh cendekiawan di Indonesia mendukung upaya pelegalan tersebut. Padahal jika berbicara pelanggaran hak asasi manusia maka sesungguhnya pelanggaran hak asasi manusia yang mana yang di langgar oleh negara terhadap para Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) ini. Bukankah dengan pengharapan melindungi warga negara negara dan seluruh tumpah darah serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dikatakan melanggar hak asasi manusia? yang merupakan amanah dari konstitusi bangsa. Pelarangan oleh negara dengan tidak melegalkannya pernikahan sejenis di Indonesia merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh negara untuk memastikan warga negaranya terlindungi haknya untuk membentuk generasi baru dan melahirkan keturunan yang cerdas yang kemudian akan menjadi pemimpin dan penerus bangsa ini, maka salah kaprah jika dikatakan negara telah melanggar hak asasi kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT). Pada dasarnya prilaku Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT)  merupakan kebiasaan buruk dan suatu penyimpangan pola prilaku yang dapat di rubah sehingga dapat membuat mereka kembali menjadi manusia normal seutuhnya.

Fenomena pelegalan pernikahan sejenis di Amerika Serikat dengan mengharapkan hal serupa terjadi di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak masuk akal dan mustahil terjadi di Indonesia, mengingat kebebasan hak asasi manusia yang berlaku Amerika Serikat berbeda jauh dengan hak asasi manusia yang ada di Indonesia. Kebebasan hak asasi manusia yang sebebas-bebasnya di negara adidaya tersebut tidak sama dengan Indonesia yang mengenal adanya pembatasan hak asasi manusia, inilah yang membedakan konsep HAM Barat dan konsep Ham Timur (Indonesia).

Di dalam konstitusi Indonesia UUD 1945 Pasal 28J Ayat 1 dikatakan “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”, ini berarti hak asasi manusia yang diinginkan oleh bangsa ini ialah hak asasi manusia yang sesuai dengan norma dan tata tertib yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, maka ketika penuntutan pemenuhan hak untuk melegalkan pernikahan sejenis oleh kaum Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) yang kemudian itu dinilai oleh mayoritas masyarakat Indonesia bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat maka pemenuhan hak tersebut tidak dapat di wujudkan begitu saja sehingga tidak ada dalih pelanggaran hak asasi manusia di sini.

Hal serupa juga diatur di dalam Bab hak asasi manusia konstitusi kita, yaitu Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan, “Dalam menjalankan dan melindungi hak asasi dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum”, Maka jelas sudah tidak ada pendiskriminasian dan pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) di Indonesia, mengingat Indonesia memang tidak memiliki celah hukum untuk pelegalan pernikahan sejenis tersebut dan ini di atur secara tegas oleh konstitusi kita yaitu UUD 1945 begitu juga halnya falsafah negara kita yaitu Pancasila di sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka sudah seharusnya segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah berlandaskan ketuhanan yang maha esa. Ini berarti jika ingin melegalkan pernikahan sejenis maka kita harus mengubah UU Pernikahan yang telah ada dan yang sangat di cintai oleh rakyat Indonesia, terbukti ketika ada pihak yang menguji pasal serupa yaitu Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang kemudian menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pasal tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi Indonesia, itu artinya ketika negara memberikan status pelegalan untuk Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) maka pemerintah akan berhadapan dengan massa yang jauh lebih besar yaitu rakyat Indonesia sendiri.  Belum lagi jika hal ini terjadi maka kita harus mengubah Pancasila yang merupakan ideologi bangsa dan juga konstitusi kita UUD 1945. Maka sungguh sebenarnya hal ini tidak memiliki tingkat keurgenan yang sesungguhnya karena pada hakikatnya tidak ada pihak yang di diskriminasi dan juga dilanggar haknya termasuk Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT), ini dikarenakan hukum yang sesungguhnya ialah hukum yang dibentuk sesuai dengan keinginan masyarakat banyak maka selama kaum minoritas tidak dikesampingkan haknya maka mereka harus tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa angkatan Ke III Program Kelas Internasional Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala dan Sekjen Forum Lembaga Dakwah Fakultas Hukum Se-Indonesia (FORDAFHI).

Lihat Juga

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Figure
Organization