Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Keluarga / Memaknai Hidup, Belajar Dari Ibu Para Nabi

Memaknai Hidup, Belajar Dari Ibu Para Nabi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (Erina Prima)
Ilustrasi (Erina Prima)

dakwatuna.com – Sarah, Ibu dari para Nabi kaum Bani Israil. Selepas Nabi Ibrahim hanya Nabi Ismail dan Muhammad SAW saja yang tidak berasal dari keturunan Sarah, semua Nabi mulai dari Ishaq, Yaqub, Yusuf, Musa hingga Nabi Isa merupakan nabi-nabi dari kaum Bani Israil yang notabene berasal dari satu rahim, rahim dari wanita bernama Sarah.

Beberapa ahli sejarah, mengutip perkataan Nabi Ibrahim, sejak Hawa diciptakan hingga sampai jaman itu, tidak ada wanita yang lebih cantik dari Sarah, kecantikan itu tidak hanya dari lahiriah saja, namun juga keshalihan yang tampak pada diri Sarah. Sehingga akhirnya, Ibrahim pun menikahinya dan mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan harmonis.

Dialah Sarah, perempuan yang berbicara dengan para malaikat secara langsung dan para malaikat berbicara dengannya dan memberikan kabar gembira yang membuatnya tertawa bahagia, karena Allah SWT menganugrahi nikmat yang bisa ia lihat dengan kasat mata dan tetap berkah sepeninggalnya kemudian.

Ada banyak pelajaran hidup dari Sarah yang diwariskan kepada kita dan generasi yang akan datang, pelajaran yang tak lekang dimakan usia dan akan selalu ada hikmah yang dapat kita petik pada setiap jaman. Berikut catatan pelajaran yang bisa kita petik.

Pertama, Tidak silau kehidupan dunia

Sarah mengajarkan kepada kita semua, bahwa untuk menjalani hidup bahagia tidak harus dengan bergelimang harta dan bermanjakan suasana. Bahagia bisa dengan hal-hal yang sederhana namun tetap dalam lindungan dan maghfirah Allah penguasa alam semesta.

Karena kecantikannya, tawaran untuk menjadi istri Raja pun pernah dialaminya. Suatu hari Sarah bersama Ibrahim pergi ke Mesir. Saat itu Mesir dipimpin oleh seorang raja kafir yang suka berfoya-foya dan mendzalimi rakyatnya. Raja itu bernama ‘Amr bin Amru’ Al-Qais bin Mailun.

Melihat Sarah yang sangat cantik, raja berniat menjadikannya sebagai istri. Namun keshalihannya menyebabkan beliau menolak pinangan raja dan tetap ingin sebagai istri Ibrahim, di tengah ketakutan akan paksaan dari sang raja, Sarah berdo’a; “Ya Allah. Sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!”

Raja gagal, walau tiga kali berusaha, meski diiringi dengan paksaan dan janji-janji memikat!

Kedua, Setia mengikuti dakwah suami

Kesetiaan Sarah kepada Ibrahim patut diacungi jempol, setia mendampingi ke manapun suami pergi. Ketika Ibrahim dimusuhi Raja Namrudz, Sarah selalu setia berada di sisi Ibrahim, bahkan ketika Ibrahim terusir dari negerinya, hanya Sarah yang mengikuti perjalanan panjang dakwahnya. Ketika ada tawaran menjadi istri dari Raja Mesir, Sarah tak bergeming, walau tahu resiko yang akan dihadapi.

Ketiga, Sabar menyandang status mandul

Tidak mendapatkan keturunan dalam perkawinan bagi perempuan tidak hanya mencabik-cabik perasaan tapi juga menekan mental yang sangat luar biasa, begitupun dengan Sarah. Sejak muda sudah menyadari bahwa perkawinannya dengan Ibrahim tidak akan melahirkan keturunan.

Namun, penantian dan doa tidak pernah henti dilakukan oleh Sarah, hingga akhirnya kabar gembira yang dinanti-nantikan itu datang juga. Istimewanya, kabar gembira itu langsung disampaikan oleh Malaikat, sebagai utusan Allah SWT secara langsung.

Suatu hari, datanglah tiga orang anak muda yang tampan bertamu ke rumah mereka, betapa senangnya mereka karena kedatangan tamu tersebut, senyuman tulus menyambut dan hidangan terbaik pun disediakan. Namun karena yang datang buka sembarang makhluk, makanan itupun tidak bisa dinikmati, setelah selesai basa-basi tamu tersebut menyampaikan berita “Kami para malaikat yg berjalan melewatimu” dan mereka menjelaskn kepada Ibrahim bahwa mereka diutus untuk pergi kepada kaum Nabi Luth yangg berdosa, dan mereka menenangkan Ibrahim serta memberi kabar gembira kepada beliau. Allah SWT berfirman
“Mereka berkata “Janganlah kamu takut” dan mereka memberi kabar gembira kepadanya degan (kelahiran) anak yg alim (Ishaq)” (QS. Adz-Dzaariyat:28).

Ketika Sarah mendengar kabar gembira dari para malaikat itu, Sarah pun kaget dan nyaris berteriak seraya berkata dengan nada heran

“Aku wanita tua yang mandul?”

“Apakah aku akan hamil, melahirkan dan menyusui?”

“Padahal umurku lebih dari sembilan puluh tahun dan aku sejak usia remaja mandul tidak bisa melahirkan?”

Sarah bertanya-tanya lagi degan berkata “Sungguh aneh, apakah aku akan melahirkan, padahal aku sudah tua? Suamiku juga sudah tua? Ah, ini sesuatu yang aneh”

Namun, Para Malaikat itu berkata “Ini bukan doa dari kami, namun hal ini merupakan firman Allah SWT, dan para malaikat tersebut segera menghapus kesan kemustahilan dari Sarah dgn berkata “Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui”

Sarah kemudian ia melahirkan ketika berusia 99 tahun, sedang Ibrahim berusia 100 tahun, artinya lebih dari 60 tahun menanti-nanti keturunan, sebuah kesabaran yang sangat luar biasa.

Keempat, Hidup dipoligami

Rasa cinta Sarah kepada Ibrahim, tidak bertepuk sebelah tangan. Ketika Sarah dirundung duka karena belum juga menghadirkan keturunan, Ibrahim dengan sabar dan ikhlas tetap mendampingi Sarah, tanpa pernah berpikir untuk menduakan apalagi mencari pengganti Sarah.

Namun cinta Sarah bukanlah cinta buta dan menutup rapat-rapat akan hadirnya orang ketiga, Sarah berpikir keras bagaimana caranya meminta Ibrahim untuk menikah lagi agar keturunan dapat dilanjutkan. Dalam doa dan munajat, Sarah teringat kepada Hajar. Ya, Hajar, seorang perempuan hadiah dari raja Mesir, yang selama ini hidup bersama keduanya, Sarah memantaunya, Hajar juga selalu menjaga kesucian baik diri maupun hatinya.

Sarah berkata kepada suaminya “Hai suamiku, hai kekasih Allah, inilah Hajar, aku berikan kepadamu untuk dinikahkahkan, mudah-mudahan Allah SWT memberi kita anak keturunan darinya”

Subhanallah, sungguh kesabaran dan kesucian hati yang benar-benar murni, yang dilandasi penuh keimanan, sehingga tidak ada sedikitpun rasa kebencian dan kecemburuan di hati Sarah kepada Suaminya, Ibrahim dan madunya, Hajar. Semua itu Sarah lakukan demi tecapai keridhaan Allah dan suaminya semata.

Atas pelajaran hidup yang diberikan Sarah kepada kita, Allah SWT telah mengangkat Martabat Sarah sebagai ibu yang melahirkan para Nabi dan sempat melihat anak dan cucunya menjadi Nabi dan utusan Allah SWT.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Aktivis kemanusiaan yang peduli dengan dunia pendidikan sangat senang belajar Sejarah Islam dan Shiroh Nabawiyah.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization