dakwatuna.com – Baru saja aku menunaikan ibadah tawarih perdana di Masjid Ukhuwah Islamiyah, UI. Ketika kaki mulai menginjak di depan gerbang utama MUI, tampak ramai sekali, berbeda saat hari-hari biasanya. Sudah aku duga, malam pertama tarawih, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika aku mengalami momen serupa. Bahkan aku melihat malam pertama ramadhan tahun ini, MUI tampak penuh sesak, sampai-sampai jamaah shalat memenuhi selasar utama Masjid, yang ini tampaknya berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, seperti ada peningkatan. Semoga kondisi yang seperti ini akan terlihat sampai akhir Ramadhan nanti. Selepas shalat tawarih, muncul keinginan kuat dari diriku untuk menuliskan sesuatu, hingga akhirnya aku memutuskan mampir sejenak di Fakultas Hukum UI untuk sekadar browsing dan menuliskan ada yang ada di benakku.
Malam tarawih perdana ini, aku benar-benar merasakannya kembali. Merasakan sesuatu yang hampir sama saat tarawih tahun-tahun sebelumnya. Tadi, ketika aku sedang berdiri untuk menunaikan shalat isya perdana di bulan Ramadhan, ketika imam shalat membacakan surat Al-Baqarah 183. Ayat ini sontak membuat aku mengingat Ramadhan-Ramadhan sebelumnya, hingga dalam hati yang paling dalam aku berkata: ya Allah, akhirnya Engkau berikan kesempatan kembali kepada Hambamu ini untuk sampai di bulan Ramadhan tahun ini. Ya Rabb, apakah Engkau akan kembali sampaikan hamba di tahun-tahun selanjutnya? Ya Rabb, begitu banyaknya kelalaian yang aku perbuat di Ramadhan tahun-tahun lalu, di mana aku tidak benar-benar mampu untuk mengoptimalkan Ramadhan yang Engkau beri. Mampukah aku membuat Ramadhan tahun ini lebih bermakna?
Harus diakui, mungkin sampai saat ini, belasan kali kita telah diberi kesempatan berjumpa dengan Ramadhan, setiap tahunnya kita memaknainya hanya sekadar sebagai rutinitas tahunan. Mungkin, Ramadhan di benak kita hanya tentang liburan panjang, pulang kampung, bisa buka bersama dengan teman-teman hingga terkadang membuat kita tidak bisa tarawih, mendapatkan tunjangan hari raya bagi yang sudah bekerja, jalan-jalan ngabuburit bersama teman lama, sibuk mempersiapkan takbir keliling dengan konvoi bersama teman-teman atau pasangan, sibuk mempersiapkan kue-kue untuk ramadhan, sibuk berbelanja pakaian baru untuk dipakai saat lebaran, saat lebaran tiba sibuk untuk silaturahim ke teman-teman, guru-guru dan lainnya serta aktivitas lainnya. Apakah itu yang sebenarnya Ramadhan inginkan?
Sejatinya, Ramadhan adalah bulan yang Allah beri sebagai bentuk kasih sayang dan rahmatnya. Betapa tidak, seluruh amalan-amalan kebaikan akan dilipatgandakan, pintu surga akan dibuka seluas-seluasnya. Bahkan, Allah janjikan, untuk ibadah puasa, Allah sendirilah yang akan membalasnya, berbeda dengan amalan kebaikan lain, saking spesialnya puasa. Dan, kita dijanjikan akan mendapatkan dua kenikmatan ketika berpuasa, yaitu ketika berbuka dan ketika kita menemui Rabb kita Allah SWT. Luar biasanya bukan kasih sayang Allah!
Dalam Riwayat Muslim disebutkan: “Setiap amal perbuatan anak Adam yakni manusia itu, yang berupa kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya dengan sepuluh kalinya sehingga tujuh ratus kali lipatnya. Allah Ta’ala berfirman: “Melainkan puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku akan memberikan balasannya. Orang yang berpuasa itu meninggalkan kesyahwatannya, juga makanannya semata-mata karena ketaatannya pada perintah-Ku. Seseorang yang berpuasa itu mempunyai dua macam kegembiraan, sekali kegembiraan di waktu berbukanya dan sekali lagi kegembiraan di waktu menemui Tuhannya. niscayalah bau busuk mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari bau minyak kasturi.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Semoga, Ramadhan tahun ini benar-benar dapat kita optimalkan. Di mana setiap detik, setiap nafas adalah untaian dzikir dan amalan kebaikan. Semudah itukah? Tentu tidak! Dibutuhkan keistiqomahan yang amat kuat, karena janji Allah akan memberikan gelar takwa sebagai sebaik-baik bekal kehidupan, hanya akan diberikan kepada mereka yang benar-benar bisa keluar sebagai “pemenang” sejati di akhir Ramadhan nanti!
Itulah sepenggal ceritaku malam ini, di tengah kesunyian malam di FH. Hanya ditemani satu orang yang belum kukenal. Akhirnya aku ingin ucapkan, selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, saudaraku. Semoga hati-hati kita dapat benar-benar hidup, sadar bahwa Ramadhan adalah kesempatan emas untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, agar Ramadhan tahun ini bernar-benar bermakna. Bukan sebaliknya, kembali terjebak pada kelalaian, hingga akhirnya kita kembali menjadi hamba-hamba-Nya yang selepas Ramadhan, menjadi pribadi yang biasa-biasa saja, masih sama seperti biasanya, tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. Ramadhan harus bermakna, Ia menjadi sarana penyucian jiwa, penguat iman, peneguh terhadap tujuan kehidupan!
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya
Beri Nilai: