Topic
Home / Berita / Silaturahim / Teknologi ECCT Buatan Indonesia Beri Harapan Baru Terapi Kanker Dunia

Teknologi ECCT Buatan Indonesia Beri Harapan Baru Terapi Kanker Dunia

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Warsito mempresentasikan ECCT di Kongres ISLA ke-10 di Beverungen, Jerman, 12—13 Juni 2015.  (deslaknyo)
Warsito mempresentasikan ECCT di Kongres ISLA ke-10 di Beverungen, Jerman, 12—13 Juni 2015. (deslaknyo)

dakwatuna.com – Frankfurt, Jerman— LAc. Steven Liu, Presiden American Society for Laser Accupunture Therapy, dalam kuliah umumnya pada Kongres ke-10 International Society for Medical Laser Applications (ISLA) di Beverungen, Jerman 12—13 Juni 2015 mengatakan belum ada metode yang mampu secara efektif menangkal perkembangan kanker hingga bisa sembuh dari kanker.

Menurut WHO (World Health Organization), kanker adalah jumlah penyakit yang tumbuh paling cepat di muka bumi saat ini. Tahun 2030 diperkirakan akan muncul 22 juta kasus di seluruh dunia dari 14 juta kasus pada tahun 2012. Di Amerika dicatat ada 1,7 juta kasus kanker setiap tahunnya, lebih dari sepertiganya atau kurang lebih 1.600 orang per hari meninggal karena kanker. Di Cina terdapat 2.2 juta kasus tiap tahun, di Indonesia dilaporkan ada kurang lebih 250.000 kasus baru kanker setiap tahun.

Teknologi terapi kanker di dunia ditandai oleh kegagalan metode operasi secara radikal (radical mastectomy) pada awal hingga pertengahan abad ke-20 dilanjutkan dengan kegagalan metode kemoterapi radikal hingga akhir abad ke-20, ungkap Liu. Memasuki abad ke-21 selama 15 tahun terakhir, metode terapi kanker berfokus pada teknologi baru menggunakan terapi target (targeted therapy) dan imunitas (immunotherapy). Akan tetapi karena jenis obat berbasis terapi target maupun imunitas masih sangat terbatas dan kalau pun ada harganya sangat tidak terjangkau bahkan untuk sebagian besar penduduk negara maju sekalipun, kebanyakan rumah sakit di dunia saat ini masih menggunakan metode kemoterapi sebagai metode utama.

Para peneliti, dokter dan praktisi kesehatan yang tergabung dalam ISLA adalah komunitas ilmuwan dunia yang sangat aktif mencari dan mengembangkan alternatif teknologi baru untuk menghadapi kanker secara integratif dan manusiawi menggunakan teknologi berbasis sumber energi rendah seperti Low Level Laser Therapy (LLLT), stem cells dan immunotherapy. C-Tech Labs Edwar Technology, Indonesia adalah satu dari sedikit pengembang teknologi yang berasal dari negara berkembang di bidang yang masih baru yang didominasi oleh negara-negara maju seperti Jerman, Jepang dan Amerika. C-Tech Labs mengembangkan metode untuk menangani kanker pertama di dunia dengan menggunakan sumber gelombang listrik yang berenergi rendah (kurang dari 30 Watt) yang dinamai Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT).

Dalam Kongres ISLA ke-10 ini Dr. Warsito P.  Taruno, Direktur CTech Labs dan juga penemu ECCT mempresentasikan makalahnya yang berjudul: “Terapi Kanker Payudara Stadium 4 yang sudah menyebar ke paru-paru, liver, tulang dan otak dengan ECCT.” Hasil yang dipresentasikan oleh Dr. Warsito mengundang rasa “ketidakpercayaan” yang luar-biasa di antara kurang lebih 150 peserta kongres dari seluruh dunia di tengah upaya mereka yang notabene berada terdepan untuk menemukan apa yang disebut oleh Steven Liu sebagai “magic bullet” untuk berperang menghadapi kanker.

“Ketidakpercayaan” itu masuk akal karena sejauh ini untuk tingkat kesembuhan kanker dengan metode kemo yang dipakai secara luas di dunia hanya mencapai 3%, menurut klaim para onkolog. Itu pun terbatas untuk kasus kanker paru-paru, prostat dan payudara yang terdeteksi pada stadium awal, jelas Steven Liu. Ditambah biaya pengobatan yang sangat mahal mencapai Rp.70—140 juta per tahun sebelum tahun 2000, dan lebih dari Rp. 1,4 miliar per tahun untuk obat-obat yang ditemukan setelah tahun 2012. Untuk kasus kanker yang sudah mengalami metastasis ke organ penting seperti paru-paru, liver, tulang dan otak, rumah sakit rujukan di Amerika, Mayo Clinic, menyebutkan hanya 4% yang mampu bertahan hingga 5 tahun.

Steve Liu mengatakan yang disebut “sembuh” dari kanker menurut industri farmasi adalah bisa bertahan lebih dari 5 tahun sejak pertama didiagnosa kanker. Tetapi “bertahan” di sini tanpa menghiraukan kondisi kualitas hidup yang berat akibat proses pengobatan dan karena penyakit kankernya sendiri. Mayo Clinic dalam website-nya menggunakan kata terbebas total (complete remission) atau tidak berkembang (progressive-free) setelah 5 tahun dari sejak pertama didiagnosis untuk menggantikan kata “sembuh (cure).” Untuk kanker, menurut Steven Liu, mencapai tingkat ini sangat sulit (hanya 3%), dan terbatas hanya kasus yang terdeteksi fase awal, dan hampir tak terjadi untuk kasus yang sejak awal terdeteksi telah mengalamai penyebaran (metastasis).

Dibanding dengan fakta tentang kanker dan teknologi pengobatan yang ada di dunia saat ini, hasil yang dipresentasikan oleh Dr. Warsito menggunakan teknologi ECCT bisa dibilang sangat “fantastis”. Puluhan kasus stadium final yang dipresentasikan oleh Warsito, mengalami perbaikan secara drastis dari kondisi yang tadinya sudah tidak mampu bangun dari tempat tidur hingga kemudian mampu beraktifitas secara normal kembali. Di antaranya bahkan banyak yang kankernya sudah tidak terdeteksi lagi (complete remission) secara medis. Warsito juga mempublikasikan hasil statistik pasien yang melakukan terapi ECCT yang umumnya lebih dari 70% adalah kasus stadium lanjut, di mana menunjukkan tingkat bertahan hidup selama dengan lama terapi rata-rata 2,5 tahun mencapai 80% untuk kasus kanker payudara, 75% untuk kasus kanker otak, dan 57% untuk kasus kanker paru-paru. Rata-rata 90% pasien yang bertahan hidup mengalami perbaikan signifikan yang sangat memungkinkan mencapai tingkat terbebas total atau paling tidak bisa mencapai tingkat tidak berkembang (progression-free).

Dr. Mikhael Weber, Presiden ISLA yang juga penemu Low Level Laser Therapy (LLLT) untuk terapi kanker dan Weber Laser yang teknologinya sudah banyak dipakai di dunia hingga Indonesia juga sangat terkesan dengan hasil yang dicapai dengan ECCT. Hal ini yang melatarbelakangi undangan khusus yang diberikan oleh panitia kongres kepada Dr. Warsito untuk memberikan kuliah umum dan workshop di Kongres ISLA. “Dengan LLLT saya mendapatkan hasil terapi yang luar biasa, ada satu kasus kanker payudara yang awalnya ukuran 5 cm dalam 1 tahun mengecil hingga menjadi 2 cm. Tetapi melihat hasil ECCT di mana banyak kasus kanker yang telah menyebar ke paru-paru, tulang dan otak bisa kembali normal dalam waktu yang relatif singkat saya benar-benar tak bisa komentar, ” ungkap Dr. Weber saat berkunjung ke fasilitas klinik dan penelitian C-Tech Labs di Alam Sutera, Tangerang 2014 lalu. Dalam Kongres ISLA ke-10 ini juga ditanda-tangani perjanjian kerjasama antara C-Tech Labs dan Medical Systems, perusahaan Dr. Weber guna memanfaatkan teknologi ECCT untuk terapi kanker di Jerman dan seluruh jaringan klinik Medical Systems di dunia.

Dr. Toshio Inui, ahli immunotherapy dari Jepang untuk terapi kanker dan Dr. Norbert Szaluś, Polandia, adalah onkolog yang telah menerapkan ECCT untuk menangani pasien kanker, juga mengatakan bahwa ECCT menunjukkan hasil yang sangat luar biasa dengan pemakaian selama 6 bulan. Banyak pasien yang mereka tangani yang secara statistik sudah tidak ada harapan lagi ternyata masih bisa bertahan dengan kondisi yang terus membaik. (deslaknyo/sbb/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Deslaknyo Wisnu Hanjagi adalah lulusan Program Akselerasi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB dengan predikat cumlaude. Semasa kuliahnya ia pula mengambil minor Agronomi dan Hortikultura. Karyanya telah diterbitkan dalam berbagai prosiding nasional maupun internasional. Saat ini ia beraktivitas sebagai Manager Bidang Riset dan Analisis Data, Deputi Kajian dan Kebijakan, MITI. Dengan spesialisasi keilmuan di bidang pengembangan masyarakat, penyuluhan, kependudukan, sosiologi pedesaan, dan kajian agraria, Deslaknyo berharap dapat berkontribusi untuk kemajuan bangsa.

Lihat Juga

ICMI Rusia Gelar Workshop Penulisan Bersama Asma Nadia

Figure
Organization