Topic
Home / Berita / Surat Pembaca / Catatan dari Polemik Gerakan Sedekah Nasional

Catatan dari Polemik Gerakan Sedekah Nasional

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ustazd Yusuf Mansur.  (terasjakarta.com)
Ustazd Yusuf Mansur. (terasjakarta.com)

dakwatuna.com – Opini penulis yang dimuat di situs ini pada Senin 6 Mei 2015 lalu telah meninggalkan banyak catatan di sini. Tulisan itu berasal dari wawancara penulis dengan pengusaha nasional, Puspo Wardoyo yang berisi catatan terhadap Gerakan Sedekah Nasional yang digalang Ust. Yusuf Mansur. Opini yang diberi judul, “Puspo Wardoyo: Saatnya Tegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar” itu menjadi topik paling ramai dibicarakan di situs ini dalam beberapa pekan terhitung sejak diposting oleh redaksi. Banyak pembaca yang mendukung pendapat Pupso Wardoyo, namun ada juga yang membela ust. Yusuf Mansur.

Seperti yang sudah diketahui masyarakat, Yusuf Mansur saat ini sudah dikenal sebagai pengusaha selain sebagai ustadz yang mengelola pesantren. Sedangkan modal usaha atau investasi yang diperoleh Ust. Yusuf Mansur –seperti yang pernah diakuinya– berasal dari dana masyarakat yang dihimpunnya, termasuk dengan ajakan bernama ‘sedekah’.

Secara umum, model pengumpulan dana Ust. Yusuf Mansur ini dikenal dengan sebutan crowdfunding atau crowdsourcing. Yakni kegiatan mengumpulkan uang dari khalayak, lalu menanamkan uang itu ke sebuah usaha (biasanya perusahaan rintisan). Itu pulalah yang terjadi pada usaha-usaha yang sedang dan sudah dibangun Ust. Yusuf Mansur. Di negara-negara yang sudah maju, modal patungan ini dikelola oleh lembaga keuangan atau perusahaan yang terorganisir rapi sehingga mudah dikontrol dan diaudit. Sedangkan Yusuf Mansur belum melakukan ini, setidaknya sampai ketika dia ditegur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dahlan Iskan ketika menjadi menteri dua tahun lalu.

Melihat perdebatan yang cukup menyita ruang dalam situs ini mengenai tulisan opini tersebut, Pemimpin Redaksi dakwatuna.com akhirnya berinisiatif menggelar sarasehan yang khusus membahas tema ini pada Rabu (20/5) lalu. Selain menghadirkan penulis sendiri dan Puspo Wardoyo, dakwatuna juga mengundang pihak Ust. Yusuf Mansur. Sayangnya, diskusi yang berlangsung di bilangan Tebet, Jakarta dan dimulai dari jam satu siang itu tidak dihadiri oleh pihak Ust. Yusuf Mansur, hingga sarasehan berakhir pukul lima sore. Sarasehan yang mengambil tema “Konsep Pengumpulan dan Penggunaan Dana Masyarakat Yusuf Mansur, Tinjauan Berbagai Perspektif” itu juga dihadiri oleh Eko Yono dari Pos Layanan Korban Program Yusuf Mansur. Bersama Eko Yono hadir pula MHR, asal Klaten, Jawa Tengah yang pada acara tersebut memberikan kesaksian tentang berbagai kerugiannya akibat kerjasama dengan Ust. Yusuf Mansur. Menurut MHR dia pernah membayar sewa empat tempat di Jawa Tengah utuk kegiatan ceramah Ust. Yusuf Mansur. Sayangnya, selepas acara Ust. Yusuf Mansur membawa semua uang jamaah yang terkumpul sehingga uangnya yang terpakai untuk sewa tempat tak tergantikan.

Sarasehan ini juga dihadiri utusan Aksi Cepat Tanggap dan PKPU. Kedua lembaga ini memaparkan pengalaman mereka dalam pengumpulkan dan pengelolaan dana umat, termasuk pertanggungjawabannya secara profesional. Tim Pengacara Muslim yang hadir dalam sarasehan itu juga memberikan saran dan pertimbangannya. Bahwa siapa saja yang merasa dirugikan akibat kerjasama usaha dengan Ust. Yusuf Mansur dapat dibawa ke ranah hukum, asalkan ditunjang dengan alat bukti dan saksi yang cukup.

Pembahasan terhadap isi opini itu rupanya tidak berhenti pada sarasehan tangga 20 Mei itu. Esoknya, Kamis (21/5) Dewan Masjid Indonesia (DMI) DKI Jakarta mengundang Puspo Wardoyo untuk kembali menjelaskan pernyataannya di Dakwatuna itu. Pertemuan yang berlangsung di kantor DMI Jakarta di Gedung Islam Centre itu dihadiri oleh Ketua DMI Jakarta Drs. H. Syamsuddin bersama pengurus-pengurus masjid se DKI Jakarta. Pada kesempatan itu juga mengkritik konsep-konsep sedekah dan praktek pengumpulan dana masyarakat yang dilakukan oleh Ust. Yusuf Mansur. Pada kesempatan itu, pengasuh Lembaga Dhuafa Arrahman Ust. Harir Rijal menyimpulkan, mengajak bersedekah dengan cara paksa merupakan pelanggaran, karena sedekah bukan wajib. “Apalagi dengan cara menghipnotis jamaah supaya percaya dengan testimoni-testimoni fiktif, itu namanya dusta,” demikian kata ustad yang aktif berceramah di TVRI ini.

Menyadari pernyataannya kepada penulis yang dimuat dakwatuna.com pada rubrik “Surat Pembaca” menjadi sorotan banyak pihak, maka sehari setelah pertemuan dengan DMI Jakarta itu, tepatnya pada hari Jumat (22/5) Puspo Wardoyo dapat undangan dari Ust. Arifin Ilham untuk shalat Shubuh berjamaah di masjid Az-Zikra Sentul, Puspo Wardoyo meminta Ust. Arifin kali ini untuk tidak membela Yusuf Mansur. Ust. Arifin Ilham juga pernah menasehati Ust. Yusuf Mansyur tentang konsep dakwah sedekah yang sering dijadikan materinya karena ada beberapa jamaah yang komplain.

Di siang hari pada hari yang sama, Puspo Wardoyo mendapat undangan dari Habib Rizieq di perguruannya di Cisarua, Bogor dalam acara tablig akbar. Dan keesokan harunya, Sabtu (23/5) K.H. Mahrus Amin bersama Ust. Harir Rijal mengundang Puspo Wardoyo di Pesantren Darun Najah, Ulujami, Jakarta. Baik Habib Rizieq maupun Kiyai Mahrus Amin meminta Puspo Wardoyo menjelaskan latarbelakang dan tujuannya mengeluarkan pernyataan seperti yang dimuat di dakwatuna.com. Setelah menerima penjelasan, kedua ulama ini menyampaikan dukungannya kepada Puspo Wardoyo beramar ma’ruf nahi munkar guna meluruskan konsep sedekah Yusuf Mansyur yang menyimpang. “Saya sedikit banyak tahu tentang Ust. Yusuf Mansur. Dia pernah belajar sesaat di Darun Najah, Kami juga pernah mengundangnya berceramah di Darun Najah. Hanya saja saya melihat banyak yang gak nyambung dalam isi ceramahnya,” demikian kata Kiyai Mahrus yang pada tahun ini genap berusia 75 tahun.

Ust. Yusuf Mansur sendiri tidak keberatan dengan kritikan dari siapa pun terhadap aktivitas dakwahnya, termasuk opini yang berkembang di dakwatuna.com. Kepada penulis, Ust. Yusuf Mansur mengirim pesan, bahwa sebenarnya dia sudah membaca evaluasi dari Puspo Wardoyo terhadap dirinya. Hanya saja dia tidak ingin menambah polemik di media massa. Baginya bersilaturahim dan bertemu dengan Puspo Wardoyo jauh lebih bermakna ketimbang menulis di media. “Karena bagi saya, Pak Haji Puspo masih jadi guru dan idola saya dalam bersedekah,” begitu kata Ust. Yusuf Mansur dalam pesannya.

Pada bagian lain, pesan Yusuf Mansur juga menyebutkan, bahwa ada hikmah besar dari kritikan Puspo Wardoyo terhadap dirinya. Menurutnya, dengan kejadian ini akan terbangun sebuah kerjasama dakwah yang baik antara dia dengan Puspo Wardoyo dan juga dengan dakwatuna.com sebagai media dakwah. “Saya mau ke dakwatuna guna membicarakan sinergi apa yang bisa dibangun bersama Pak Puspo Wardoyo untuk dakwah di negeri ini,” demikian respon Ust. Yusuf Mansur.

Sedangkan bagi Puspo Wardoyo, benar atau salah konsep dan implementasi sedekah Ust. Yusuf Mansur ada pada wewenang ulama dan pemerintah. Juga, menurut Puspo Wardoyo, ada rasa salah atau tidak pada diri Ust. Yusuf Mansur, itu bukan pada dirinya, melainkan pada umat yang punya andil dalam usahanya. “Saya sebagai orang biasa hanya mengingatkan, lebih dari itu tidak,” demikian Puspo Wardoyo. (darso/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Papela, Kec. Rote Timur, Kab. Rote Ndao. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan Bahagia, Bekasi. Pernah di redaksi Majalah Warnasari (Pos Kota Group) dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.

Lihat Juga

Kasus Pembobolan Rekening Nasabah, DPR: Ini Tiga PR OJK dan BI

Figure
Organization