Topic
Home / Narasi Islam / Politik / Islam adalah Negara dan Tanah Air

Islam adalah Negara dan Tanah Air

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (tr.forwallpaper.com)
Ilustrasi. (tr.forwallpaper.com)

dakwatuna.com – Imam Syahid Hasan Al-Banna rohimahullah, seorang mujtahid abad dua puluh, pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin, dalam risalatut Ta’alim, sebuah risalah yang berisi prinsip-prinsip dalam memahami Islam dengan utuh dan benar, menyebutkan bahwa, “ Islam adalah sistem komprehensif yang menyentuh seluruh aspek kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana Islam adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih. ”

Islam adalah negara, sebuah prinsip yang dibutuhkan umat generasi hari ini. Generasi dengan pemahaman keliru dan parsial terkait cakupan Islam terhadap seluruh segi kehidupan. Generasi yang hanya membatasi Islam pada aspek spiritual dan ritual saja. Berbeda dengan umat terdahulu, mereka telah memahami benar akan kesyumuliahan Islam. Mereka mengaplikasikan Islam secara total (kaffah). Sampai seorang khalifah pertama, Abu Bakar ra., mengatakan, “Sekiranya tali untaku hilang niscaya aku mendapatkan jawabannya dalam Kitabullah.”

Dalam perspektif sosial politik, negara adalah masyarakat yang terorganisasi, hidup di wilayah tertentu, tunduk kepada kekuasaan pemerintah yang memiliki kedaulatan dan mengambil manfaat dari badan hukum yang membedakan dari masyarakat-masyarakat yang serupa lainnya. Sedangkan negara menurut ahli tata negara adalah sekumpulan manusia yang bermukim secara permanen pada satu wilayah dan mempunyai penguasa yang memerintah, menguasai, serta mengatur urusan mereka di dalamnya maupun di luar negeri.

Definisi diatas menjelaskan bahwa dasar-dasar yang harus ada untuk tegaknya sebuah negara ada tiga ; yakni adanya umat, tanah air (wilayah) dan penguasa yang memerintah. Hal ini sejalan dengan teori dalam Ensiklopedia Britannica, disebutkan di sana bahwa unsur esensial pembentukan sebuah negara ada tiga, yaitu wilayah atau teritorial, rakyat, dan pemerintah. Ketiga unsur ini telah terpenuhi oleh Islam pada masa hidup Nabi Muhammad SAW di Madinah dan bahkan sudah dilengkapi dengan konstitusi, yaitu Piagam Madinah. Sebuah konstitusi negara yang berasaskan Islam dan disusun sesuai dengan syariat Islam. Piagam ini merupakan undang-undang untuk pengaturan sistem politik dan sosial masyarakat Islam dan hubungannya dengan umat yang lain. Karenanya tak mengherankan jika masyarakat majemuk Madinah pada masa itu dapat hidup berdampingan dengan damai dan sejahtera. Bahkan Piagam Madinah ini dianggap sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia. Adanya Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah merupakan salah satu bukti sejarah bahwa Islam adalah negara.

Imam Syahid Hasan Al-Banna secara rinci menjelaskan konsepsi Islam sebagai negara yang memiliki ketiga rukun diatas, yakni Wathon (bumi dan tanah air), umat, dan hukumah (pemerintahan). Yang dimaksud dengan wathon (bumi dan tanah air) dalam Islam adalah suatu tempat yang diperintah oleh akidah, sistem hidup, dan syariat Allah. Dengan demikian negeri Islam adalah seluruh wilayah yang ketika Islam masuk penduduknya tinggal di sana atau wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kaum Muslimin, pemerintahan negara Islam berdiri dan memberlakukan hukum-hukumnya di sana. Imam Syahid berkata, “Sesungguhnya ukhuwah Islamiyah telah menjadikan setiap Muslim berkeyakinan bahwa setiap jengkal tanah yang didiami oleh saudara yang beragama dengan agama Alquran adalah bagian dari bumi Islam, pada umumnya Islam mewajibkan semua pemeluknya untuk berusaha melindungi dan menyejahterahkannya. Dengan begitu, menjadi luas dan tinggilah ufuk tanah air Islam, dari sekadar batas-batas wilayah geografis dan daerah menuju wilayah prinsip-prinsip yang luhur, akidah yang bersih dan benar, serta hakikat-hakikat yang Allah jadikan sebagai petunjuk dan cahaya bagi seluruh alam. Itulah tanah air Islam.”

Sedangkan umat dalam pemahaman Islam yang benar adalah sekelompok manusia yang disatukan oleh ikatan yang paling kuat dan kekal yaitu ikatan akidah dan taqwa. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam firmanNYA,” Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara..”(QS. Hujurot : 10). Akidah Islam menyatukan perbedaan ras, bahasa dan daerah. Dalam hal ini Imam Syahid berkata,” Dari sinilah maka jamaah yang mengimani Islam, betapapun berbeda negeri, warna kulit, ras, dan sukunya, menurut tradisi Islam seluruhnya merupakan satu umat yang sangat kuat pegangannya dan sangat agung ikatannya. Hubungan mereka telah sampai pada derajat persaudaraan yang tulus, kemudian meningkat menjadi kecintaan dan meningkat lagi sampai tingkat itsar (mendahulukan kepentingan sorang lain).” Dengan demikian Islam adalah akidah dan kebangsaan.

Selanjutnya, hukumah (pemerintahan) adalah kekuasaan yang memerintah, merepresentasikan jati diri umat secara utuh, mengatur urusan sosial, ekonomi, pertahanan, manajemen politik dalam negeri dan menata hubungannya dengan negara lain. Menegakkan lembaga pemerintahan sebagai salah satu prinsip sosial kemasyarakatan adalah wajib. Islam melarang adanya komunitas Muslim tanpa pemimpin. Rosulullah SAW bersabda, “Jika kalian bertiga, hendaklah kalian mengangkat salah seorang di antara kamu menjadi pemimpin.”(HR. Abu Daud). Umar bin Khattab ra., pernah berkata,” Tidak ada Islam melainkan dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan imamah (pemerintahan) dan tidak ada imamah kecuali dengan ketaatan.”

Inilah sebuah pemahaman yang disimpulkan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna terkait Islam adalah negara. Sehingga dalam Islam tidak dikenal pemisahan antara agama dan negara (sekuler). Keuniversalan Islam sebagai negara menjamin seluruh umat manusia hidup dengan keadilan dan sejahtera sebagaimana yang pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW saat di Madinah. Dan ketahuilah, zaman itu akan segera kembali menyinari semesta dengan keindahan kesempurnaan Islam yang penuh cinta. Dari Nu’man bin Basyir ra., Rasulullah SAW bersabda, ”Adalah masa Kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad).

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Guru SMA Negeri 1 Laubaleng Kab. Karo/Sekretaris Yayasan Amal dan Sosial Al Jam'iyatul Washliyah Jalan Ismailiyah Nomor 82 Medan, Sumatera Utara.

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization